Karakteristik transportasi di kota-kota besar di indonesia

JAKARTA - Di berbagaikota di belahan dunia telah lama berkembang pemikiran terpenuhinya kebutuhan transportasi perkotaan yang ramah dan nyaman. Ramah dan nyaman bagi pengguna juga ramah bagi lingkungan. Kini kebutuhan transportasi tidak sebatas ramah dan nyaman saja, tetapi juga harus berkelanjutan.

Menurut Richarson, dalam compact cities in developing countries, mendefinisikan transportasi berkelanjutan sebagai suatu sistem trasportasi yang penggunaan bahan bakar, emisi kendaraan, tingkat keamanan, kemacetan, serta akses sosial dan ekonominya tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat diantisipasi generasi yang akan datang.

Anggaran Terbatas

Di kota-kota besar di Indonesia, bahkan di kota-kota dengan skala yang lebih kecil, permasalahan kemacetan lalu lintas telah mengemuka menjadi permasalah sosial yang akut. Pertumbuhan dan pertambahan penduduk yang cepat, meningkatnya urbanisasi, lambatnya perluasan sarana jalan, bertambahnya penggunaan kendaraan pribadi dengan pertumbuhan yang sangat cepat, menimbulkan dampak baru bagi sebuah kota. Bukan saja menimbulkan kemacetan, tetapi juga kesemrawutan lalu lintas, polusi, hingga meningkatnya angka kecelakaan.

Penyediaan sarana transportasi umum merupakan sebuah solusi. Namun, tidak banyak kota-kota besar di dunia bahkan di Indonesia memiliki anggaran yang cukup dan memadai untuk menyediakan sarana transportasi yang terintegrasi, aman, dan nyaman.

Selain itu, transportasi perkotaan masih belum terintegrasi dengan seluruh moda yang ada, sehingga menyebabkan minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum masih kecil. Paradigma masyarakat terhadap penggunaan transportasi umum juga belum berubah, yaitu masih banyak masyarakat yang memilih menggunakan kendaraan pribadi jika dibandingkan dengan menggunakan kendaraan umum. Yang terjadi kemudian adalah kemacetan dimana-mana.

Masalah Kemacetan

Sudah banyak studi yang mengungkap mengenai dampak buruk kemacetan lalu lintas. Pertama, terjadinya pemborosan penggunaan energi bahan bakar yang kian masif. Terlebih saat ini Indonesia adalah importir BBM. Kedua, menimbulkan dampak unproduktif bagi masyarakat, karena sebagian besar waktu hilang di perjalanan Ketiga, menimbulkan penyakit psikososial, yaitu stress, panik dan marah. Keempat, meningkatnya kadar polusi dan terus berkurangnya kesediaan udara bersih dan segar. Berbagai implikasi negatif juga muncul.

Di tengah upaya penataan transportasi perkotaan yang tidak hanya berperan sebagai alat untuk mobilisasi masyarakat dan melakukan perpindahan dan perpindahan dari satu wilayah ke wilayah lain dengan cepat, transportasi perkotaan juga berperan penting dalam mendorong perkembangan dan kemajuan ekonomi.

Kementerian Perhubungan sebagai salah satu pengemban amanah penyediaan layanan transportasi yang aman dan nyaman terus berupaya memberikan layanan transportasi yang memadai dan menyesuaikan dengan kebutuhan transportasi yang diperlukan masyarakat.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebagai instansi pusat yang secara teknis membina penyelenggaraan transportasi, awal pekan lalu, selama 3 hari (tanggal 9 Juni -11 Juni 2021) menggelar Bimbingan Teknis Angkutan Perkotaan di Surakarta (Solo), Jawa Tengah. Bimbingan Teknis Angkutan Perkotaan dilakukan dengan maksud mendorong pemerintah daerah mempersiapkan dan meningkatkan kinerja pelayanan transportasi kepada masyarakat.

"Kami mendorong pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota untuk mempersiapkan dan meningkatkan kinerja pelayanan transportasi perkotaan di wilayah masing-masing,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Marta Hardisarwono, yang memberikan sambutan dalam acara tersebut.

Bimbingan teknis ini, lanjut Marta, juga diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada insan perhubungan dan pemerintah daerah atas hal-hal terkait rencana pengembangan dan penyelenggaraan angkutan perkotaan.

Angkutan Perkotaan yang Aman dan Nyaman Prioritas Nasional

Menurut Marta, program pengembangan angkutan umum massal perkotaan merupakan salah satu bagian kegiatan dari program prioritas nasional sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Program bantuan bus dari pusat ke daerah, yang merupakan target dari RPJMN 2020-2024 yang telah berjalan sebelumnya, dinilai oleh banyak kalangan kurang berhasil. Oleh karena itu Direktorat Jenderal Perhubungan Darat membuat sebuah terobosan yang inovatif yaitu Program Pengembangan Angkutan Umum Massal Berbasis Jalan di wilayah perkotaan dengan skema Buy The Service.

Konsep Buy The Service yang berbasis aplikasi ini didukung oleh manajemen yang baik dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi yang meliputi sistem operasional, sistem pemeliharaan, sistem pengelolaan keuangan, dan sistem SDM yang didukung dengan teknologi digital secara real time untuk menuju angkutan umum yang lebih profesional.

Layanan transportasi publik berbasis aplikasi ini dinamakan “TEMAN BUS” yang diharapkan menjadi bagian digitalisasi 4.0 smart city program yang mendukung cashless society. TEMAN BUS merupakan implementasi dari program Buy The Service yang memberikan subsidi penuh bagi operator dengan fasilitas pendukung di bus yang lebih baik untuk meningkatkan pelayanan dengan harapan lebih banyak masyarakat yang beralih ke moda transportasi publik.

Pada tahun 2020, pilot project program “TEMAN BUS” telah hadir 5 (lima) kota yaitu Medan, Palembang, Yogyakarta, Surakarta, dan Bali. Diharapkan layanan TEMAN BUS pada tahun mendatang semakin banyak berkembang dan hadir di kota-kota lain serta memberikan dampak yang signifikan dalam menekan tingkat polusi udara dan menghemat penggunaan bahan bakar fosil, dimana secara bertahap salah satu koridor nantinya direncanakan menggunakan kendaraan bus listrik.

Selain itu pemanfaatan Intelligent Transport System (ITS) untuk mendukung pengembangan sistem angkutan umum perkotaan dan pengembangan wilayah perkotaan diharapkan dapat menciptakan transportasi perkotaan yang cerdas, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Kasubdit Angkutan Perkotaan, Direktorat Angkutan Jalan, Ditjen Perhubungan Darat, Kemenhub, Budi Prayitno, menyebut, bimbingan teknis ini melibatkan berbagai instansi dan lembaga terkait, yaitu Bappenas, PT. Surveyor Indonesia, internal Kementerian Perhubungan, juga peserta dari Dinas Perhubungan Provinsi/Kabupaten/Kota dan Balai Pengelola Transportasi Darat dari 11 wilayah, serta para mitra kerja dalam dukungan pengembangan angkutan massal di wilayah perkotaan. (IS/AS/HG/HT/JD)

Selain aspek finansial, permasalahan utama pengembangan angkutan umum perkotaan di Indonesia terletak pada aspek sosial budaya masyarakat sebagai pengguna. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut, kualitas angkutan umum harus ditingkatkan untuk menarik pengguna.

“Pengembangan angkutan umum sebaiknya harus memiliki visi jangka panjang sehingga menghindari bongkar pasang kebijakan," ujar Prof. Dr. Ing. Ahmad Munawar, M.Sc, Selasa (30/6) dalam Webinar Bedah Buku yang ditulisnya ‘Pengembangan Angkutan Umum di Indonesia’.

Dari buku yang ditulisnya tersebut, Guru Besar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada sekaligus Peneliti Senior Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM ini menguraikan terkait perencanaan transportasi umum, desain dan studi kasus di berbagai kota di Indonesia. Ia juga menggali soal pentingnya pengembangan teknologi berupa penggunaan ITS (Intellegent Transport System) pada angkutan umum.

“ITS sudah banyak direncanakan dan dipasang di berbagai kota, tetapi aspek keberlanjutannya kurang karena alasan keterbatasan pendanaan dan sumber daya manusia, seperti yang terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surabaya," paparnya.

Prof. Dr. Agus Taufik Mulyono saat membuka webinar bedah buku menyatakan karakterisitik pengembangan wilayah di Indonesia berkembang sangat cepat, dari bidang agraris menjadi bidang jasa. Oleh karena itu, kota sebagai pusat kegiatan menjadi wilayah yang sangat berkembang sekaligus memunculkan berbagai permasalahan. Masalah-masalah transportasi yang dihadapi perkotaan seperti kemacetan tidak hanya berdampak pada ekonomi tetapi juga lingkungan.

“Pustral UGM berkomitmen untuk ikut berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan ini, diantaranya dengan penerbitan buku Pengembangan Angkutan Umum di Indonesia. Buku ini bukan hanya berisi teori, tetapi juga pembahasan tentang bagaimana cara menghadapi permasalahan-permasalahan terkait transportasi perkotaan di Indonesia," katanya.

Sementara itu, Ahmad Yani, M.T, selaku Direktur Angkutan Darat, Kementerian Perhubungan sebagai salah satu pembahas mengungkapkan Kementerian Perhubungan terus mengembangkan angkutan umum di Indonesia. Kemenhub saat ini tengah membuat kebijakan tentang ITS, yang cara operasi dan kolaborasinya sedang dibahas bekerja sama dengan Kemenkumham.

Menurutnya, kebijakan di tiap daerah terkait pengembangan angkutan umum penting untuk diperhatikan. Perubahan kepemimpinan yang selalu terjadi berdampak pada perubahan kebijakan soal angkutan umum di daerah-daerah. 

“Karena itu, kerja sama pemerintah pusat dan daerah menjadi hal yang tidak dapat diabaikan. Beberapa perbaikan program sudah dijalankan untuk meningkatkan efektivitas program, misalnya pola bagi-bagi bus menjadi by the service dengan sistem yang full digitalisasi," ucapnya.

Ahmad Yani menyebut pola-pola tersebut sudah beroperasi di Palembang dan pada bulan Juli akan dilaunching di Surakarta. Peningkatan teknologi ini dilakukan dengan mengintegrasikan sistem GPS di seluruh Indonesia dengan cara penentuan spesifikasi agar dapat masuk ke integrator GPS agar pengawasan menjadi lebih mudah dan akurat.

Selain itu, Ahmad Yani menyebut saat ini tengah disusun kebijakan untuk mewajibkan semua angkutan antarkota masuk ke sistem e-ticketing sehingga tiap orang yang melakukan perjalanan akan otomatis masuk ke sistem travel device. Menurutnya, integrasi sistem pembayaran juga penting untuk dilakukan.

“Kota yang disiapkan untuk program by the service juga dibantu untuk sistem ‘first-mile last-mile’ agar meningkatkan penggunaan transportasi non-motorized, seperti sepeda atau pejalan kaki. Orientasi Kementerian Perhubungan prinsipnya adalah bagaimana melayani masyarakat dengan standar yang baik," terangnya. 

Pembahas lain, Harya S Dillon Ph.D mengatakan benang merah pengembangan angkutan umum adalah bagaimana mereformasi sistem agar lebih baik dengan sistem contract by the service. Memang variable non-teknis di daerah-daerah beragam, termasuk perlu keberpihakan dari pemerintah daerah dan DPRD.

Untuk itu, katanya, solusi harus lebih komprehensif agar penyelesaian masalah lama tidak menimbulkan permasalahan baru. Subsidi BBM dinilanya menjadi salah satu faktor mengapa pengguna angkutan umum menurun tiap tahun.

Menurutnya, orang yang cenderung sudah mampu membeli kendaraan bermotor cenderung memilih membeli kendaraan pribadi. Apalagi pelayanan angkutan umum saat ini juga masih jauh dari harapan.

“Subsidi bukan sesuatu yang buruk, namun sasarannya harus tepat. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan adalah pada pentarifan/pricing. Tarif adalah salah satu keputusan politik sebagai kunci yang perlu diperdalam agar angkutan umum bisa lebih terjangkau ke seluruh lapisan masyarakat," paparnya.

Dr. M. Isran Ramli, pengajar pada Universitas Hasanuddin, menambahkan perencanaan angkutan umum harus mengklasifikasi jenis atau skala kota di Indonesia. Menjadikan Jakarta sebagai model, menurutnya, menjadi distorsi tersendiri bagi kota-kota lain di Indonesia yang ingin mencontoh transportasi umum Jakarta.

“Contohnya adalah konsep BRT di Makassar yang perencanaannya ternyata kurang realistis. Dalam konteks pengembangan angkutan umum, perlu konsepsi rencana berbasis teori yang mapan dan berbasis karakteristik wilayah kota sendiri. Contoh implementatif yang ada di buku ini lebih menitikberatkan pada penerapan kota di luar pulau Jawa sehingga dapat diadaptasi untuk diterapkan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing," imbuhnya.

Penulis : Agung Nugroho
Foto   : Pos Kupang

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA