Gangguan Mental Tidur dengan Mayat
- detikHealth
Selasa, 07 Sep 2010 12:30 WIB
Quang Nam - Mengalami kesedihan yang mendalam bisa membuat orang depresi termasuk ditinggalkan orang tercinta. Banyak kasus gangguan kejiwaan dengan melakukan tidur dengan mayat.
Seperti yang pernah dilakukan Le Van, pria 56 tahun asal Quang Nam, Vietnam, yang tidur dengan jasad istrinya yang sudah meninggal selama lima tahun dari tahun 2004 hingga 2009.
"Saya memang orang yang melakukan hal berbeda. Saya tidak seperti orang normal," kata Le Van seperti dilansir dari Vietnamnet.vn.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketidaksiapan Van menghadapi kematian istrinya membuat ia memutuskan untuk tetap menaruh jasad istri di dekat keluarganya.Istri Van yang meninggal tahun 2003 dimakamkan secara wajar. Tapi kemudian dia khawatir istrinya akan kena hujan, angin dan dingin, sehingga memutuskan untuk membuat terowongan ke kuburan untuk tidur dengan istrinya.
Selama setahun awal kematian istrinya, Van selalu tidur di makam istrinya. Tetangga dan pihak berwenang setempat telah membujuk Van untuk menghentikan kebiasaannya tersebut.
Baru pada tahun 2004 Van memutuskan untuk membawa jasad tersebut ke rumah dan tidur bersamanya dalam satu ruangan. Dalam rumah tersebut juga tinggal tiga orang anaknya. Ia dan jasad istrinya tidur bersama selama lima tahun.
Setelah ia membawa jasad istrinya kembali ke rumah, para tetangganya enggan dan menolak untuk mengunjungi rumahnya. Tapi seiring berjalannya waktu, tetangganya mulai terbiasa dan tidak lagi takut dengan 'kunjungan aneh' tersebut.
Anak bungsunya, selalu memeluk jasad ibunya sebelum tidur malam. "Hanya tubuh istri saya yang mati, tetapi jiwa dan semangatnya masih bersama kami. Kami sama sekali tidak takut tidur bersamanya," ujar Van, seperti dilansir dari Vietnewsonline, Selasa (7/9/2010).
Tapi pada Desember 2009 jasad istrinya tersebut harus dikuburkan kembali, sesuai dengan hukum sanitasi setempat yang menyebutkan bahwa semua jasad yang sudah meninggal harus dikremasi atau dikuburkan.
Perilaku Van yang tidak normal ini dianggap sebagai bentuk gangguan mental yang muncul karena kesedihan dan ketidaksiapan ditinggal istri yang tercinta.
Meski hanya bertujuan ingin dekat dengan jasad istrinya, psikolog mendefinisikan Van mengalami gangguan necrophilia. Necrophilia adalah perilaku tidak normal yang selalu berhasrat terhadap mayat.
Kasus Van berbeda dengan kebanyakan penderita necrophilia yang justru menjadikan subjek mayat untuk memperoleh kepuasan seksual.
Umumnya, penderita necrophilia bekerja di kamar mayat atau di jasa pemakaman. Data lain menunjukkan bahwa 90 persen penderita kelainan seksual ini adalah laki-laki.
Penderita necrophilia harus mendapatkan perawatan psikopatologi yang sesuai. Salah satu perawatan untuk penderita kelaianan seksual ini adalah dengan terapi kognitif.
Berkebalikan dengan necrophilia yang menganggap mayat seolah-olah masih hidup, ada Sindrom Cotard atau yang dikenal juga dengan Walking Corpse Syndrome (WCS) yang justru merasa menjadi mayat padahal masih hidup.
Sindrom Cotard merupakan kelainan neuropsikiatrik yang jarang terjadi. Penderita penyakit ini akan merasa bahwa ia sudah mati menjadi mayat dan tidak ada di dunia lagi.
Selain itu, orang dengan sindrom Cotard juga merasa bahwa ia sudah kehilangan darah atau organ internalnya serta bagian-bagian tubuh yang sudah membusuk, padahal sebenarnya orang tersebut tidak kehilangan apapun.
Kondisi ini bisa berasal dari faktor neurologis atau mental, terutama penyakit mental yang berhubungan dengan depresi. Penyakit ini juga telah dikaitkan dengan gangguan lain seperti skizofrenia dan gangguan bipolar.
(mer/ir) Kematian merupakan keniscayaan bagi setiap makhluk hidup. Kematian di dunia menjadi awal kehidupan baru, dimulai alam kubur hingga alam akhirat, yaitu kehidupan yang lebih baik dan kekal.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan” (QS. Al-Anbiya[21]: 35).
Ketika manusia telah menyadari bahwa hidup dan mati merupakan bentuk ujian, maka hanya persiapanlah sikap terbaik untuk menghadapinya. Sebagaimana anak sekolah, ketika mendekati ujian maka sudah sepatutnya segala upaya dilakukan untuk mendapatkan hasil ujian terbaik. Setidaknya dapat lolos menuju jenjang yang lebih tinggi.
Baca: Tahapan Perjalanan Ruh Mukmin hingga ke Alam Barzakh
Rasulullah ﷺ menyeru kepada umatnya agar memperbanyak mengingat kematian. Karena dengan mengingat kematian hidup akan lebih berhati-hati. Jika sudah sampai pada mati, maka kenikmatan dunia seakan tiada berguna lagi bagi manusia. Namun demikian, mengingat mati bukan suatu yang mudah. Kenyataannya masih saja ada para pentakziyah yang tertawa terbahak-bahak di tengah suasana duka menyelimuti keluarga yang ditinggal.
Baca: Anjuran dan Urgensi Memperbanyak Ingat Mati
Salah satu gambaran kematian yang ada di sekitar kita adalah “tidur”. Dalam kitab Jawahirul Kalamiyah karya Syaekh Thahir dijelaskan bahwa keadaan di alam kubur adalah sesuatu yang ghaib. Sehingga sulit dimengerti oleh manusia pada umumnya. Untuk memudahkan hal tersebut, kematian dapat dianalogikan dengan tidur. Ketika seseorang tidur maka orang-orang di sekitarnya tidak ada yang tahu apa yang sedang terjadi di alam mimpinya.
Kesamaan tidur dan mati dapat ditelaah dari doa bengun tidur sebagai berikut:
الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ
“Segala puji bagi Allah dzat yang telah menghidupkan setelah mematikan kami, dan kepa-Nya tempat kembali.”
Kata أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا menunjukkan bahwa tidur memiliki kesamaan dengan kematian. sehingga tersebut dalam doa bangun tidur adalah Allah yang telah menghidupkan setelah mematikan (menidurkan).
Doa lain sebagaimana diajarkan Rasulullah ﷺ:
الحمد لله الذي رَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ وَعَافَانِيْ فِيْ جَسَدِيْ وَأَذِنَ لِيْ بِذِكْرِهِ
“Segala puji bagi Allah dzat yang mengembalikan ruh ku, memberikan kesehatan badanku, dan mengizikanku berdzikir kepada-Nya” (Imam Nawawi, Al-Adzkar, hal. 21).
Statemen mengembalikan ruhku menunjukkan bahwa persamaan tidur dan mati adalah sama-sama ruh keluar dari jasad. Bedanya ketika tidur ruh dapat kembali sedangkan mati tidak. Penjelasan ini sekaligus memperkuat pernyataan di atas, dapat dilihat dalam kitab Duratun Nashihin bahwa manusia memiliki tiga ruh, yakni ruh sulthaniyah, ruhaniyah, dan jasmaniyah.
Ruh sulthaniyah bertempat di hati, ruhaniyah di dada, sedangkan ruh jasmaniyah di antara daging dan darah, antara tulang dan otot.
Pada potongan pernyataan selanjutnya disebutkan bahwa ketika seseorang tidur maka keluarlah ruh jasmaniyahnya bersamaan dengan akal. Kemudian berjalan di antara langit dan bumi. Terkadang ada mimpi dapat dipahami, hal ini berarti akal berperan di dalamnya. Sebaliknya mimpi yang tidak dapat dimengerti, berarti akal tidak berperan di dalamnya (Syekh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir, Duratun Nashihin, Semarang: Toha Putra, hal. 145).
Berangkat dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa sebanarnya manusia sudah merasakan sebagian dari tanda kematian. Oleh karenanya setiap bangun tidur harus selalu bersyukur karena masih diberikan kesempatan hidup oleh Allah ﷻ. Selain itu manusia selalu belajar dari tidur agar selalu ingat akan kematian sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah