Siapa saja tokoh tokoh pendidikan dunia yang idenya sangat mempengaruhi dunia pendidikan sampai sekarang?

Berikut tokoh-tokoh pendidikan dan teori pendidikan yang ada di Indonesia dan di dunia. a. Zaman Kuno - Sokrates - Isokrates - Plato - Aristoteles - Cecero - Lucretius - Quilintian

b. Abad Pertengahan

- Justinian - Alcuin - Charkmagne - Alfred - Albertus Magnus - Saint Thomas Aquinos - Roger Bacon - John Duns Scotus - William Ockhan - Waldenses - Albigenses - John Wycliffe - John Huss - Petrarch - Boccaccio - Vittorino - Feltre - Guarino da Verona

c. Zaman Modern

- Johannes Sturm - Martin Luther - John Calvin - Ignatius Layola - Richard Mulcaster - Francois Rabelaris - Michel de Montaigne - Francis Bacon - John Milton - Wolfgang Ratke - John Amos Comenius - Augustus Hermann Francke - John Locke - Jean Jacques Rousseau - Johann Bernhard Basedown - Immanuel Kant - Campe Salzmann Rochow - Zedhtz - Franklin - Jefferson - Johann Heinrich Pestalozzi - Johann Friedrich Froebel - Robert Owen - Herbert Spencer - Horace Mann - Henry Bernard - Charles William Eliot - John Dewey - Herman Harrel Home 1. R.A Kartini (1879 – 1904), lembaga pendidikan Sekolah Gadis tahun 1903. 2. R. Dewi Sartika (1884 – 1947), lembaga pendidikan Sekolah Istri tahun 1904. 3. Rohana Kudus (1884 - ?), lembaga pendidikan Sekolah Gadis tahun 1905. 4. KH. Ahmad Dahlan (1868 – 1923), lembaga pendidikan Muhammadiyah 1912. 5. Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959), lembaga pendidikan Taman Siswa tahun 1922. 6. Moh. Syafei (1899 - ?), lembaga pendidikan INS 1922. a) Plato (428 SM) Berdasarkan psikologi dan teori masyarakat, Plato mengemukakan beberapa fakta tentang pola pendidikan, di mana keterampilan. seni, dan pengetahuan diwariskan.

b) Quintilian (35-90 M)

Pendidikan hendaknya menghasilkan manusia baik yang terampil berbicara ("a good man skilled in speaking").

c) Augustine (354 M)

Metode pengajaran Augustine mementingkan pengertian dan bukan dogma. Untuk itu, digunakan penalaran atau berpikir logis.

d) Comenius (1592)

Pendidikan hendaknya universal, seragam, dan melalui sekolahsekolah rendah dan wajib belajar. Pengajaran hendaknya memperhatikan minat murid.

e) John Locke (1632)

Menurut Locke, tujuan akhir pendidikan ialah kebahagiaan alau kesejahteraan bangsa. Untuk itu, warga negara diperlengkapi dengan pendidikan jasmani, pendidikan moral, dan pendidikan intelek.

f) Rousseau (1712)

Teori pendidikan Rousseau dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pendidikan swasta bagi orang laki-laki, pendidikan negeri bagi orang laki-laki, dan pendidikan kaum wanita. Teori Rousseau terdapat pengungkapan fakta yang berkaitan dengan hakikat manusia dan sejarah manusia.

g) Immanuel Kant (1724)

Bagi Kant, pendidikan berarti keseksamaan, disiplin, dan pengajaran. Jelasnya, anak harus diasuh dan dijaga jika ia mandeg. Disiplin ialah pemunahan kebuasan dan kekerasan, sedangkan pengajaran ialah memperbaiki keamanan dan kognisi.

h) Johann Heinrich Pestalozzi (1746)

Pada hakikatnya, anak didik adalah pribadi yang memiliki dayadaya yang perlu dikembangkan. Anak bukan hanya sebagai individu, akan tetapi dipandang sebagai anggota masyarakat. Tujuan pendidikan adalah membimbing anak menjadi orang yang baik dengan jalan mengembangkan daya-daya yang ada pada anak.

i) Johann Friederich Herbart (1776)

Menurut Herbart, tujuan pendidikan adalah menyatukan anak didik pengalaman yang baik dengan kemauan yang baik, sehingga anak didik dalam semua perbuatannya menunjukkan kepribadian dan berbuat berdasarkan sila moral.

j) Johann Friedrich Frobel (1782)

Tujuan pendidikan Frobel adalah untuk mengembangkan manusia dengan segala daya jasmani dan rohani yang ada padanya. Pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan hidup sekarang dan mendatang agar anak dapat hidup dalam kemurian dan kesucian, dengan memenuhi panggilan di dunia ini sebagai makhluk yang berasal dari Tuhan dan akan menuju ke Tuhan.

k) Jan Lighthart (1859)

Pendidikan bertujuan pembentukan manusia yang berbudi pekerti Kecerdasan otak memang perlu, tetapi itu bukan yang terpenting. Pengajaran hendaknya menghindari intelektualisme dan verbalisme.

l) Maria Montessori (1870)

Pendidikan adalah hanya pertolongan bagi perkembangan anak didik. Segenap faktor pendidikan hendaknya btertolak dari kodrat dan pembawaan anak didik (pedosentris).

m) Helen Parkhurst (1887)

Parkhurst adalah pencipta sistem pengajaran Dalton (Laboratorium Plan). Dalam sistein Dalton ini, hahan pengajaran yang diberikan sekaligus dalam bentuk tugas untuk tahunan, bulanan, dan mingguan. Sistem Dalton dengan bentuk tugas ini memenuhi dasar didaktik efisien.


n) John Dewey (1859)

Tujuan pendidikan menurut Dewey adalah untuk mencapai kekebalan semua generasi penerus masyarakat yang dididik. Metode pendidikan mananamkan suatu disiplin, tetapi bukan otoriter. Isi pendidikan adalah mata pelajaran mata pelajaran yang memberikan "impulse" atau dorongan kepada anak didik. a) Langeveld Pemberian bimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada mereka yang masih memerlukannya.

b) Crow & Crow

Proses pengalaman yang memberikan pengertian, pandangan (insight), dan penyesuaian bagi seseorang yang menyebabkan ia berkembang.

c) Cryns

Pertolongan yang diberikan oleh siapa yang bertanggung jawab atas pertumbuhan anak untuk membawanya ke tingkat dewasa.

d) John Dewey

Pendidikan adalah suatu proses pengalaman.

e) Ki Hajar Dewantara

Daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan anak didik selaras dengan dunianya.

Sumber buku:


Judul: PROFESIONALISME GURU DALAM PEMBELAJARAN
Penulis: Drs. H. Zainal Aqib, M. Pd.
Dicetak oleh: Percetakan Insan Cendekia, Jl. Kaliwaron 58, Surabaya.
Cetakan Pertama, 2002. Cetakan Kedua, 2007, Cetakan Ketiga, 2010.

KOMPAS.com – "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Di depan kita memberi contoh, di tengah membangun prakasa dan bekerjasama, di belakang memberi daya-semangat dan dorongan".

Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara adalah pelopor pendidikan karakter di sekolah, jauh sebelum Kurikulum 2013 memasukkan agenda sama. Tidak, bahkan lebih jauh dari itu, yaitu sebelum Ibu Pertiwi meraih kemerdekaannya. Kutipan Bapak Pendidikan Nasional di atas adalah salah satu "mata pelajaran" pembentukan karakter di Perguruan Taman Siswa, sekolah kaum jelata yang didirikannya pada 3 Juli 1922.

Sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan, dia sadar betul bahwa saat itu, "calon" Negara Indonesia memerlukan sebuah sistem pendidikan yang bisa memerdekakan. Pendidikan harus menjadi gerbang membangun kesadaran anak bangsa tentang keadilan dan kemakmuran yang bebas dari penjajahan.

Dalam buku Ki Hadjar dan Taman siswa, dalam Sejarah Indonesia Modern, Abdurrachman Surjomihardjo juga menyebutkan karakter lain yang ditanamkan Ki Hajar saat itu. Lima di antaranya adalah kepercayaan pada kekuatan diri, cinta kebenaran dan kemerdekaan, solidaritas, kesadaran akan kesamaan derajat, serta kepemimpinan.

Lelaki yang pernah hidup dalam pengasingan ini sadar, pendidikan karakter merupakan faktor penting dalam sebuah perubahan. Setumpuk ilmu tak akan membawa faedah apapun tanpa nilai-nilai rohani yang baik.

Belajar berpikir kritis

Sejak mata pelajaran sejarah masuk dalam agenda sekolah, kita mulai berkenalan dengan tokoh-tokoh besar Indonesia, termasuk "Soekarno Sang Proklamator". Namun, agaknya belum setiap orang tahu bahwa Soekarno pernah berguru kepada HOS Cokroaminoto, pendiri Sarekat Islam.

Mendengar hal itu, apakah timbul rasa penasaran dalam diri Anda, bagaimana seorang HOS Cokroaminoto bisa mencetak pemimpin besar sekaliber Soekarno?

Sejak usia 15 tahun, Soekarno sudah dijejali tumpukan bacaan "berat" oleh Cokroaminoto. Dia diekspose dengan beragam jenis pemikiran tokoh-tokoh dunia. Dari sinilah, Soekarno muda belajar bahwa ilmu itu tak berbatas.

"Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat," kata-kata mutiara Cokroaminoto ini selalu menjadi prinsip yang ditanamkan dalam-dalam pada jiwa anak didiknya.

Lebih dari itu, Cokroaminoto juga mendorong muridnya berpikir kritis. Dia memberi ruang eksplorasi ide tanpa batas sehingga anak didiknya terlatih untuk mampu melihat suatu hal dari bermacam-macam sudut pandang.

Tak mengherankan, dari tangan Cokroaminoto lahir tokoh-tokoh nasional yang meresapi ideologi berbeda, seperti Semaun yang sosialis, Kartosuwiryo seorang Islam fundamentalis, dan Soekarno seorang nasionalis.

Memberdayakan kaum hawa

Raden Ayu Lasminingrat lahir di Garut pada 1843, atau 36 tahun sebelum RA Kartini dilahirkan. Penulis dan sejarahwan Deddy Effendie menyebut Lasminingrat sebagai tokoh perempuan intelektual pertama di Indonesia. Selain menulis karyanya sendiri, dia juga banyak menterjemahkan buku-buku anak sekolah dari bahasa Belanda ke bahasa Sunda, baik menggunakan aksara Jawa maupun Latin.

Hal itu tidaklah aneh mengingat Lasminingrat memang sempat diasuh teman Belanda ayahnya, Levyson Norman. Dia pun menjadi perempuan pribumi satu-satunya yang mahir menulis dan berbahasa Belanda pada masanya.

Dalam buku Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad ke-19, Mikihiro Moriyama mencatat, sejak kecil, Lasminingrat bercita-cita memajukan pendidikan kaum hawa. Lalu, setelah dipinang Bupati Garut RAA Wiratanudatar VIII, dia memilih pensiun dari dunia kesusastraan dan fokus kepada pendidikan perempuan.

Pada 1907, Lasminingrat mendirikan sekolah Keutamaan Istri. Sekolah ini dianggap cukup maju karena sudah menggunakan sistem kurikulum. Materi pembelajaran diarahkan pada keterampilan rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan menjahit. Dia berharap, setelah menikah, muridnya telah pandai mengurus suami dan mendidik anak-anak.

Dalam kurun empat tahun, jumlah murid Keutamaan Istri tumbuh menjadi sekitar 200 orang. Lalu, 15 ruang kelas dibangun seluruh murid dapat tertampung. Pada 1913, sekolah ini bahkan Istri mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda.

Sejarah juga mencatat, Lasminingrat adalah tokoh dibalik pendirian Sakola Istri asuhan Dewi Sartika. Jika Dewi Sartika disebut-sebut sebagai tokoh pendidikan, maka tak berlebihan jika Lasminingrat didaulat sebagai tokoh perempuan intelektual pertama Indonesia.

Bangun kualitas internasional

Perjuangan para perintis pendidikan belum berakhir. Bagi mantan Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo, pengembangan mutu pendidikan Indonesia tak pernah usai. Beragam program dan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi-organisasi pendidikan perlu dilakukan secara berkesinambungan.

Saat menjabat sebagai presiden Organisasi Menteri-Menteri Pendidikan di Asia Tenggara (SEAMEO) pada 2007, Bambang mencetuskan ide meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Saat itu, ambisinya adalah meningkatkan kualitas tiga pusat pelatihan guru ke taraf internasional.

Lalu, pada 2009, kerja keras itu berbuah manis. Tiga SEAMEO Center resmi menjadi Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan se-Asia Tenggara, yaitu pusat Ilmu Pengetahuan Alam di Bandung, Matematika di Yogyakarta, dan Bahasa di Jakarta.

Ada lima jenis program peningkatan mutu guru dan kepala sekolah saat itu, yaitu analisis kebutuhan pelatihan; penguatan kapasistas bidang sumber daya manusia, fasilitas, dan sistem manajemen; pelatihan pendidikan internal; penelitian; pengawasan dan evaluasi.

Berkat kontribusinya itu, Bambang mendapatkan penghargaan khusus pada malam perayaan 50 tahun berdirinya SEAMEO di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, Rabu (7/10/2015).

"Ini merupakan waktu dan kesempatan yang tepat untuk menunjukkan keuntungan dan kesuksesan yang kerjasama regional yang kuat. Hal ini juga sama pentingnya bagi SEAMEO untuk terus menunjukkan usaha dalam menciptakan masa depan lebih baik di bidang pendidikan dengan semangat yang selalu baru," ujar Gatot Hari Priowirjanto, Direktur Sekretariat SEAMEO kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2015).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA