Allah memerintahkan kepada orang yang beriman untuk memohon pertolongan dengan perantara

Setiap manusia membutuhkan perantara/wasilah menuju Allah swt. Sebab alam semesta yang manusia huni berpijak di atas mekanisme sebab dan akibat (causes dan effects), serta hukum kausalitas yang diciptakan dan diadakan sebagai sunnatullah. Karena itu, sangat sulit bagi seseorang berjalan menuju Allah swt tanpa wasilah atau perantara khusus.

Sebagai contoh, Allah swt menggunakan perantara Jibril dan nabi Muhammad saw untuk mentransmisikan wahyu-Nya. Begitu pula sebaliknya, manusia membutuhkan wasilah (perantara) untuk menuju Allah swt. Tanpa adanya perantara ini, sangat sulit – untuk tidak menyebutkan mustahil – bagi manusia untuk sampai pada emanasi-emanasi Ilahiah dan menggapai derajat taqarrub kepada Tuhan.

Mungkin akan muncul pertanyaan, apakah wasilah itu wajib? Lantas apa yang dimaksud dari wasilah (perantara) itu? Berkenaan dengan pertanyaan ini, mari kita simak firman Allah swt dalam surat al-Maidah [5] ayat 35 yang memerintah manusia (orang yang beriman) untuk mencari wasilah menuju diri-Nya.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٣٥

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung.” (QS. Al-Maidah [5]: 35).

Menurut as-Sa’adi dalam Tafsir al-Sa’adi, surat al-Maidah [5] ayat 35 merupakan perintah Allah swt kepada orang mukmin agar secara sungguh-sungguh berusaha bertakwa kepada-Nya, menjauhi hal-hal yang dapat mendatangkan murka-Nya seperti maksiat hati, lisan dan badan. Dalam menjalankan itu semua, seorang mukmin harus meminta pertolongan Allah swt karena Dia adalah Sanga Penentu.

Baca Juga: Termasuk Ajaran Islam, Ini Dalil Tawasul dalam Al-Quran

Di samping itu, ayat ini juga memerintahkan orang mukmin untuk mencari wasilah yang mendekatkan dirinya kepada Allah swt. Wasilah di sini – menurut as-Sa’adi – adalah kewajiban yang diberikan Allah swt. Kewajiban ini terdiri dari dua bentuk, yakni amaliah hati seperti cinta, khauf dan raja’ kepada-Nya serta amaliah raga seperti shalat, zakat, puasa dan naik haji. Setiap kewajiban tersebut dapat mendekatkan seorang hamba kepada Allah swt.

Sedangkan menurut Syekh Nawawi al-Bantani dalam Tafsir Marah Labid, surat al-Maidah [5] ayat 35 memuat dua hal, yakni perintah menjauhi larangan dan perintah melaksanakan kewajiban. Dalam pandangannya, perintah bertakwa kepada Allah swt merupakan perintah meninggalkan segala hal yang diharamkan (dilarang). Sedangkan perintah mencari wasilah menuju Allah swt artinya titah untuk melaksanakan hal yang diperintahkan seperti ibadah dan berbagai ketaatan.

Melalui wasilah ketaatan dan menjauhi larangan,  seseorang akan mampu menggapai keridaan Allah swt. Karena pada dasarnya – secara umum – hukum taklif meliputi dua hal utama, yakni menjauhi larangan dan melaksanakan perintah Allah swt.  Dalam hal ini, K.H. Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih dikenal dengan Gus Baha pernah menerangkan bahwa pada hakikatnya tidak ada sesuatu yang mubah kecuali hal tersebut merupakan bagian dari menjauhi kemaksiatan.

Kata wasilah pada surat al-Maidah [5] ayat 35 mirip maknanya dengan washilah, yakni sesuatu yang menjadi perantara terhadap sesuatu yang lain. Dengan demikian, wasilah adalah sesuatu yang menyambung dan mendekatkan sesuatu dengan sesuatu yang lain atas dasar keinginan yang kuat untuk mendekat. Dalam konteks seorang hamba, wasilah berarti sesuatu yang menghubungkannya dengan Tuhan dalam rangka mendekatkan diri.

Pandangan serupa disampaikan oleh al-Qasimi. Menurutnya – mengutip Ibnu Abbas, Imam Mujahid, Atha’, dan Sufyan al-Tsausri – wasilah pada ayat ini bermakna kedekatan. Artinya, Allah swt memerintahkan orang-orang mukmin untuk mencari (thalab) kedekatan dengan Allah swt melalui ketaatan dana mal-amal yang dapat menghantarkan kepada keridaan Allah swt di dunia maupun akhirat (Mahasin al-Takwil [4] 125).

Menurut Quraish Shihab – mengutip Ibnu Abbas – ada banyak cara yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada rida Allah swt, namun kesemuanya haruslah dibenarkan oleh-Nya berdasarkan Al-Qur’an dan hadis. Dengan demikian, ketika seseorang merasakan kebutuhan kepada Allah swt, ia boleh berjalan menuju kepada-Nya dengan segala cara selama itu tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam.

Bagi sebagian ulama, surat al-Maidah [5] ayat 35 merupakan dalil dibolehkannya tawassul, yakni meminta pertolongan kepada Allah swt dengan menggunakan perantara (mediator) agar terpenuhi hajatnya dalam mendapatkan manfaat atau menolak mudarat. Misalnya, seseorang berdoa memohon kepada Allah swt mengenai kesuksesan atau nikmat dengan perantara nabi Muhammad saw atau para wali (Tafsir Al-Misbah [3]: 93).

Baca Juga: Baca Ayat Ini Sebagai Doa Agar Orang Mendapatkan Hidayah Islam

Imam al-Alusi – salah satu ulama yang membolehkan tawassul – menjelaskan bahwa tidak mengapa berdoa kepada Allah swt seraya ber-tawassul atas nama nabi Muhammad saw baik ketika beliau hidup atau wafat. Ini dilakukan dalam arti si pemohon berdoa kepada Allah demi kecintaan-Nya kepada nabi Muhammad saw, bukan meminta kepada beliau. Melalui perantara nabi saw, kiranya Allah akan mengabulkan permintaan tersebut.

Bertolak belakang dengan al-Alusi, sebagian ulama lain mengharamkan tawassul baik dengan nabi Muhammad saw atau para wali. Larangan ini disebabkan karena mereka khawatir hal tersebut (tawassul) disalahartikan masyarakat awam atau boleh jadi mereka menduga bahwa yang mengabulkan permintaan mereka adalah nabi Muhammad saw atau para wali dan bukan Allah swt. Padahal pada hakikatnya Allahlah yang Maha Pengabul Doa hamba-hamba-Nya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa surat al-Maidah [5] ayat 35 memerintahkan orang-orang mukmin untuk bertakwa kepada Allah swt dengan mengerjakan semua perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya. Selain itu, ayat ini juga menyuruh orang-orang mukmin untuk mencari wasilah yang mampu mendekatkan mereka kepada Allah swt sesuai dengan ajaran Islam seperti berjihad di jalan-Nya. Wallahu a’lam.

Mengundang Pertolongan Allah (QS. Al Baqarah : 45-46) Bag. 2.

Oleh : Dr. Samsul Basri

Alhamdulillah,. Atas izin dan perkenaan-Nya, kembali “Kita” bersua dalam edisi Tadabbur Al Qur’an. Semoga dengan ikhtiar imani yang sederhana ini, keimanan yang bersemayam di hati kita semakin bertambah dan menguat, sebab demikianlah hati mukmin diberitakan oleh Allah,

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal, (Surat Al-Anfal, Ayat 2)

Pada bag.1 tulisan dengan judul ini, telah tersampaikan pelajaran dari penggalan ayat yang berisi perintah “Wasta’iinuu” (mintalah oleh kalian pertolongan!). Dan insya Allah akan kembali dilanjutkan untuk mengurai pelajaran lain di surat Al Baqarah ayat ke-45. Buka dan bacalah perlahan ayat tersebut,

وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ
Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (Surat Al-Baqarah, Ayat 45)

Allah memberi perintah kepada umat Islam untuk selalu meminta pertolongan-Nya, karena Allah sang pemilik kehidupan, Maha Tahu bahwa manusia itu lemah secara dzat sehingga tidak akan mampu meraih kebahagiaan hakiki dan menjalani kehidupan yang sukses di dunia dan akhirat kecuali dengan pertolongan-Nya. Saking sayangnya Allah kepada umat Islam, sehingga Allah mendidiknya untuk mengulang tidak kurang 17 kali setiap hari, meminta pertolongan kepada-Nya. Ampuni kami ya Allah, yang melalaikan meminta pertolongan pada-Mu.

Allah Azza Wa Jalla tidak sekadar mendidik “Kita” untuk mengandalkan-Nya dalam setiap urusan, dengan meminta pertolongan-Nya. Tapi juga mengajari “Kita” bagaimana mengundang pertolongan-Nya itu. Masya Allah, Maha Baik Engkau ya Allah.

Bagaimana “Kita” mengundang pertolongan Allah?

Pada ayat yang mulia ini, ada dua cara melakukannya. Yaitu “Bishshabri wa al shalaati” dengan sabar dan shalat. Mari kita mengurai pesan tersirat di balik sabar dan shalat.

Pertama, Sabar. Sabar adalah kunci kemenangan untuk membuka dan mengeluarkan kegelapan masalah yang terlanjur masuk ke ruang kehidupan seseorang. Sebab sering kali gelapnya masalah menteror korbannya dengan sejumlah mimpi mimpi buruk yang menimbulkan ketakutan dan kesedihan mendalam baginya. Maha benar Allah yang menjanjikan kabar gembira bagi yang mampu bersabar menghadapi masalah, “Wabasysyirish shaabiirin” (Berikanlah kabar gembira kepada orang orang yang bersabar).

Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, sikap “Sabar” adalah kondisi jiwa yang tidak suka dengan musibah buruk yang menimpanya atau yang akan menimpanya, akan tetapi dalam upaya untuk keluar dari musibah itu atau menolak datangnya musibah itu, melakukan sejumlah “Ikhtiar” dan meninggalkan maksiat. Maksud dari “Ikhtiar” dan “Maksiat” telah kami uraikan pada tulisan sebelumnya, Belajar Tawakkal dari Burung. Sikahkan rujuk tulisan tersebut.

Intinya “Sabar” itu aktif dan bukan pasif. Pesan yang tersirat dibalik Sabar dalam upaya mengundang pertolongan Allah pada ayat yang mulai tersebut adalah Usaha maksimal yang tidak bertentangan dengan syariat Allah Azza Wa Jalla.

Kedua, Shalat. Shalat adalah ibadah mulia di sisi Allah. Sebaik baik perintah Allah. Tiang terpenting bangunan Islam setelah Iman. Hadiah terbaik dari Allah yang langsung diterima baginda Nabi Saw tanpa perantara Al Amiin (Malaikat Jibril a.s). Amalan yang pertama kali dihisab di hari kiamat. Dan menjadi parameter kebaikan atau keburukan amal ibadah yang lain di hari kiamat, Idza shaluhat shaluha saairu ‘amalihi. Waidza fasadat fasada saairu ‘amalihi (Jika shalatnya baik maka baguslah seluruh amalan seseorang. Jika shalatnya buruk, maka buruklah seluruh amalan seseorang).

Shalat adalah ibadah terbaik yang mencakup sekaligus mewakili amalan yang sifatnya lahiriah dan batiniah. Dan Allah telah menjadikan jarak seorang hamba dengan-Nya sangat sangat dekat ketika shalat, terutama di setiap sujudnya. Karena itulah Shalat adalah ibadah terbaik sebagai bentuk penyandaran seorang hamba kepada Rabb-Nya.

Intinya “Shalat” itu bentuk kesadaran sempurna akan jati diri seorang hamba. Bahwa dirinya lemah dan butuh bersandar kepada yang Maha Kuat untuk mendapatkan kekuatan. Bahwa pekerjaannya jauh dari kesempurnaan dan butuh bersandar kepada yang Maha Sempurna, agar profesional dalam setiap kerjanya. Bahwa rezekinya sempit dan terbatas, sehingga butuh kepada Allah yang Maha luas karunianya untuk memberkahi dan meluaskan rezekinya itu. Bahwa dirinya tak bisa lepas dari masalah, sehingga butuh bergatung kepada Rabb yang Maha Mampu mendatangkan pertolongan dan menghilangkan masalah.

Apapun yang anda keluhkan dari kekurangan, kelemahan dan keterbatasan anda dalam hidup ini, maka itulah fitrah bahwa anda membutuhkan Allah dalam setiap urusan anda. Segeralah buang kesombongan, lalu rendahkan dirimu bersimpuh di hadapan-Nya yang Maha sempurna.

إِنَّنِيٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدۡنِي وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكۡرِيٓ
Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku. (Surat Tha-Ha, Ayat 14)

Adapun inti penggabungan antara “sabar” dan “shalat” adalah antara “Ikhtiar” dan “Penyandaran” yaitu Tawakkal. Alhamdulillah Tawakkal adalah rahasia mengungkap segala kemustahilan menjadi keajaiban. Jangan abaikan kekuatan Tawakkal, Allah berfirman,

وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا
dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (Surat Ath-Thalaq, Ayat 3)

Masihkan anda menyombongkan diri di hadapan-Nya.? Semoga Allah menjaga diri saya dan keluarga, menjaga anda dan sekelurga, dan menjaga ummat Islam dari penyakit kesombongang. Aamiin.

Persyaratan Manajemen Mutu Masjid – Manajemen Mutu Masjid Bagian 4

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA