Apa dampaknya bagi seseorang jika tidak memiliki jiwa kepemimpinan

leadership (unplash)

Alifia Astika - Selasa, 1 Oktober 2019 | 13:41 WIB

Sonora.ID - Setiap pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan dalam dirinya. Lalu apakah setiap orang memiliki jiwa kepemimpinan atau hanya orang orang tertentu dan memang dilahirkan sebagai seorang pemimpin yang memiliki jiwa leadership?

Jiwa kepemimpinan atau leadership sejatinya adalah dibentuk. Itu berarti setiap orang layak untuk menjadi seorang pemimpin.

Hal ini juga berjalan selaras dengan pendapat Deepak Chopra founder and Chairman yang disampaikan dalam bukunya yang berjudul The Soul of Leadership.

Baca Juga: Ingin Menjadi Pemimpin yang Baik? Perhatikan Arah Komunikasi Anda

Ia mengatakan bahwa seorang pemimpin harus mampu mengidentifikasi profil jiwa dan memahami nilai nilai inti yang ada pada dirinya sendiri untuk dapat dikembangkan.

Setelah mampu memahami dan menyadari kemampuan diri sendiri seorang manusia dapat menyadari adanya jiwa kepemimpinan dalam dirinya. Karena setiap orang sejatinya memiliki sebuah kesepatan yang sama.

Seorang pakar motivation dan teosentris, Eloy Zalukhu menjelaskan bahwa setiap individu sejatinya memiliki jiwa kepemimpinan, hanya untuk menyempurnakan leadership tersebut harus dibentuk.

Baca Juga: Melatih Mata Batin untuk Dapat Melihat Harapan dalam Kehidupan

Pernah gak kamu bertanya-tanya tentang kenapa sih dalam banyak buku motivasi untuk sukses disebutkan bahwa kita harus memiliki jiwa kepemimpinan? Atau kenapa sih sukses itu selalu dikait-kaitkan dengan tokoh pemimpin? Atau hal-hal tentang jiwa kepemimpinan lainnya?

Sebagian dari kamu pasti masih belum paham betul mengenai konsep jiwa kepemimpinan itu sendiri. Apa sebenarnya hubungan antara kesuksesan dan jiwa kepemimpinan? Nah, sekarang kita akan bahas satu persatu ya.

pexels.com/rawpixel.com

Jika kamu memiliki jiwa kepemimpinan, akan lebih gampang bagimu untuk meraih kesuksesan. Karena, seseorang yang tegas layaknya pemimpin, tidak mudah dimanfaatkan oleh orang lain. Selain itu, sikap tegas ini tidak hanya kamu terapkan saat berhadapan dengan orang lain tapi juga pada dirimu sendiri. Sehingga, kamu akan lebih disiplin dan mampu memanfaatkan waktu dengan baik, yang mana adalah kriteria menuju kesuksesan.

Baca Juga: Ladies, Ini Lho 6 Alasan Kenapa Kamu Gak Perlu Takut Jadi Pemimpin

pexels.com/Fox

Jiwa kepemimpinan juga sangat berpengaruh terhadap keputusan yang kamu ambil. Kamu tidak takut untuk mencoba tantangan baru dan berani keluar dari zona nyaman. Orang yang selalu menantang dirinya, akan memberikannya banyak pengalaman sehingga kesuksesan akan datang dengan cepat.

pexels.com/rawpixel.com

Visioner merupakan sesuatu yang diperlukan dalam diri orang sukses. Seseorang dengan jiwa leadership tinggi akan selalu memiliki visi dalam hidupnya. Dia punya tujuan yang jelas mau jadi apa dalam lima atau sepuluh tahun mendatang. Inilah yang membedakan orang sukses dan tidak. Yuk, mulai tanamkan jiwa kepemimpinan dalam diri.

Baca Juga: Jika Kamu Punya 8 Karakter Ini, Calon Pemimpin Hebat Masa Depan Nih! 

Baca Artikel Selengkapnya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Kepemimpinan itu adalah cara agar kita sukses ke depannya. Sifat kepemimpinan bisa kita bangun dari yang paling dasar terlebih dahulu, yaitu kepemimipinan diri. Jika kita tidak bisa memimpin dan mengatur diri sendiri, bagaimana kita bisa memimpin orang lain? Kepemimpinan diri itu adalah dasar untuk menjadi seorang pemimpin, tetapi tidak semua orang memilikinya.

Maka dari itu, kita harus membangunnya dalam diri kita. Sebenarnya apa itu kepemimpinan diri atau self-leadership? Apa saja aspek dalam kepemimpinan diri?Mengapa kepemimpinan diri itu penting? Bagaimana cara melatih jiwa kepemimpinan dalam diri?

      Kepemimpinan diri adalah di mana seseorang secara sengaja memengaruhi pemikiran, perasaan, dan tindakan mereka sendiri untuk mencapai tujuan akhir yang diharapkan. Ada beberapa aspek yang penting dan harus dikuasai oleh tiap orang untuk membangun kepemimpinan diri yaitu: self-awareness, self-management, other management serta other awareness. Self-awareness adalah kemampuan seseorang mengenali diri sendiri untuk memahami perasaan, pikiran dan evaluasi diri. Self-awareness membantu diri untuk memahami kekuatan, kelemahan, potensi dan nilai dalam diri.

Self-management yaitu kemampuan seseorang untuk mengendalikan diri terhadap sesuatu yang akan diucapkan atau dilakukan. Selanjutnya, other-awareness adalah kemampuan seseorang untuk mengenali kekurangan dan kelebihan yang dimiliki orang lain. Terakhir, other-management adalah kemampuan seseorang untuk memotivasi orang lain untuk mengembangkan potensi dan memenuhi tujuan suatu organisasi. Ketika seseorang sudah mempunyai empat aspek itu dalam dirinya, ia sudah memiliki kemampuan dasar untuk memimpin.

     Lalu, alasan mengapa kepemimpinan diri itu penting karena jika seseorang mempunyai kepemimpinan diri, ia akan melatih diri untuk selalu fokus dan terus berusaha untuk mengembangkan potensi agar tujuan akhir nya tercapai. Seseorang harus bisa mengendalikan dirinya sendiri jika ingin membangun kepemimpinan diri.

Bagaimanapun juga, jiwa kepemimpinan seseorang akan keluar jika dilatih dengan tepat. Berikut ada beberapa cara untuk melatih jiwa kepemimpinan dalam diri:

Percaya diri adalah salah satu kunci utama untuk melatih kepemimpinan diri atau self-leadership. Percaya diri adalah kunci bagi kita untuk tampil lebih baik. Dengan percaya diri, maka lebih banyak potensi dan kelebihan yang akan terlihat.

Pikiran positif akan sangat mempengaruhi seseorang dalam menghadapi masalah. Ketika seseorang berpikir secara positif, maka ia akan tenang dalam membuat keputusan dan keputusan tersebut adalah yang memiliki dampak buruk terkecil.

Artinya, seseorang harus berani mengambil resiko. Dengan ini, seseorang jadi belajar bagaimana cara mengambil keputusan dan apa dampaknya di kemudian hari. Berani mengambil keputusan artinya siap menerima kesalahan dan memperbaikinya. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap orang harus bisa memimpin diri sendiri. Sifat itu bisa dibangun dan diterapkan apabila seseorang mempunyai tekad yang kuat dan memiliki rasa ingin berkembang serta memiliki tujuan.

Oleh : Winnie Annabelle Angele – Mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris

telah dipublikasikan pada : Tribun Jateng

//www.kompas.com/tren/read/2020/02/27/152519365/pemimpin-seperti-apa-yang-kita-cari?page=all#page4

Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti mendengar dua istilah leadership (jiwa kepemimpinan) dan leader (pemimpin), khususnya di ranah akademik, politik, atau suatu organisasi.

Namun, apakah sebenarnya makna keduanya dalam konteks yang lebih mendalam?

Sebagai makhluk sosial, manusia banyak berinteraksi dan berkaitan dengan orang lain karena secara alamiah manusia membutuhkan bantuan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu karena.

Alfred North Whitehead mengatakan, “Tidak ada satu orang pun yang meraih keberhasilan tanpa melibatkan bantuan dari orang-orang lain”.

Demi tercapainya tujuan individu maupun kolektif manusia tidak boleh mengesampingkan keharmonisan hubungan antar sesama manusia karena setiap manusia memiliki peran dan kontribusinya masing-masing dalam suatu pencapaian.

Leadership

Sehingga, yang harus ditekankan adalah kita harus mengembangkan kualitas diri untuk memelihara hubungan tersebut, salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas kepemimpinan (leadership).

Pada dasarnya setiap manusia memiliki jiwa kepemimpinan dan potensi untuk menjadi pemimpin baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.

Namun, sebagai mahluk sosial yang berkenaan dengan orang banyak, mereka yang terpilih sebagai pemimpin perlu memperhatikan kualitas leadership yang berorientasi pada kepentingan bersama dan tidak bersifat dominan.

Secara umum leadership merupakan salah satu aspek penting yang dimiliki manusia untuk berinteraksi dengan manusia lain, atau dengan kata lain keahlian atau kecakapan tertentu yang dimiliki seseorang untuk mengendalikan dan mempengaruhi banyak orang untuk meraih tujuan tertentu untuk kepentingan bersama.

Margi Gordon mengatakan bahwa leadership tidak melulu dikaitkan dengan kekuasaan (authority).

Leadership merupakan kemampuan individu dalam memobilisasi dan melibatkan dirinya dan orang lain untuk meraih cita-cita yang diidealkan bersama.

Dalam pandangan lain, leadership bisa juga berarti sebagai kemampuan individu dalam memotivasi dan mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu yang merangkul kepentingan orang-orang yang dipimpinnya.

Sedangkan kata leader (pemimpin) kerap dibandingkan dengan kata bos, karena kedua kosakata tersebut sama-sama memosisikan seseorang dengan atribut kekuasaan tertentu untuk mempengaruhi orang lain dalam satu kelompok ataupun organisasi, namun secara filosofis keduanya memiliki makna yang berbeda.

Seorang leader bersifat kolegial, mendengarkan pendapat orang lain, mengutamakan solidaritas dengan memperlakukan orang-orang yang dipimpinnya lain sebagai mitra kerja, memikirkan kerbelanjutan (sustainability), memberi penghargaan atas pencapaian bersama, dan membantu serta mengarahkan koleganya untuk mengembangkan potensi diri.

Sementara, seorang bos memosisikan dirinya sebagai seorang atasan, membuat batasan profesional dengan yang dipimpinnya, gemar menggunakan kata ‘saya’ ketimbang ‘kita’, memanfaatkan SDM, lebih melihat kepada pencapaian ketimbang proses, dan gemar mengatur orang lain daripada mengarahkan.

Model kepemimpinan

Leadership juga terkait dengan model kepemimpinan seseorang. Artinya, setiap individu yang mengasah aspek kepemimpinannya memiliki model kepemimpinannya masing-masing, antara lain model kepemimpinan yang karismatik, transaksional, dan transformasional.

Seseorang dengan model kepemimpinan karismatik boleh dikatakan beruntung karena tidak semua orang memiliki anugerah Tuhan tersebut.

Ia memiliki kekuatan karisma yang secara natural mampu menginspirasi dan membangun relasi emosional yang baik antara pemimpin dan yang dipimpin. Contohnya adalah Soekarno, Dalai Lama, dan Mahatma Gandhi.

Sedangkan, seseorang dengan model kepemimpinan transaksional gemar menggunakan kekuasaannya untuk mencapai target yang diinginkannya dan bersifat top-down untuk mengendalikan orang yang dipimpinnya dengan memberi reward dan punishment.

Kebalikan dari itu adalah model kepemimpinan transformasional yang merupakan ragam kepemimpinan yang efektif karena mengutamakan pengelolahan relasi antara pemimpin dan yang dipimpinnya dengan menekankan harmonisasi antara perhatian (attention), komunikasi (communication), kepercayaan (trust), rasa hormat (respect) , dan risiko (risk).

Untuk membangun model kepemimpinan transformasional seseorang harus memiliki sifat kredibel, visioner, loyal, jujur, berintegritas, akuntabel, kritis, kolaboratif, negosiatif, kreatif, komunikatif, dan humanis karena kualitas-kualitas tersebutlah yang akan membentuk leadership yang kokoh namun inklusif.

Legitimasi

Namun, dalam konteks yang lebih luas lagi leadership kerap dilekatkan dengan legitimasi karena keduanya merupakan aspek integral yang saling berkaitan dan mendukung satu sama lain.

Legitimasi mengandung arti dukungan, penerimaan, dan pengakuan dari orang-orang yang akan dipimpinnya karena hal ini yang menjadi salah satu rujukan mengapa orang tersebut layak untuk dijadikan pemimpin.

Secara tidak langsung, legitimasi merefleksikan suara dari orang-orang yang akan dipimpinnya sehingga seorang leader yang memiliki legitimasi sangat paham terhadap kebutuhan orang lain dan tahu bagimana membuat keputusan dan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan bersama.

Namun yang problematis dari legitimasi adalah kesadaran penuh dari seorang leader untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kejujuran karena dalam kasus tertentu legitimasi bisa aja bersifat transaksional dan manipulatif dengan memanfaatkan kondisi-kondisi tertentu.

Beetham menyarankan bahwa kekuasaan yang diperoleh dari legitimasi harus memenuhi tiga kondisi.

Pertama, kekuasaan harus berpatokan pada aturan yang baku dan formal serta mengikat.

Kedua, aturan yang baku tersebut harus diakui dan dibenarkan dalam pandangan yang sama baik dari yang memiliki legitimasi maupun yang memberikan legitimasi.

Ketiga, persoalan legitimasi wajib dibuktikan karena terdapat suatu ekspresi persetujan dari pihak yang diperintah.

Singkatnya, leader, leadership, dan legitimasi merupakan tiga aspek sentral dalam memilih seorang pemimpin.

Jika terdapat ketimpangan, khususnya aspek legitimasi, maka segala bentuk perlawanan yang bersifat subversif dan berangkat dari ketidakadilan akan bermuara pada penolakan keras yang mengakibatkan keadaan kepemimpinan menjadi tidak kondusif.


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemimpin Seperti Apa yang Kita Cari?", //www.kompas.com/tren/read/2020/02/27/152519365/pemimpin-seperti-apa-yang-kita-cari?page=all#page4.

Editor : Heru Margianto

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA