Berapa peningkatan jumlah buku dari tahun 2022 sampai 2022

Jakarta – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) mengadakan sosialisasi terkait pelaksanaan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka di Tahun 2022, pada Kamis (6/1). Acara yang digelar di Gedung D Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menghadirkan Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nizam dan Ketua Project Management Officer Kampus Merdeka Erwin Tobing sebagai pembicara.

Kampus Merdeka sebagai kebijakan dan program unggulan dari Kemendikbudristek akan terus berlanjut di tahun 2022. Kemendikbudristek masih terus berupaya memfasilitasi mahasiswa untuk mengikuti program ini melalui berbagai program flagship seperti Kampus Mengajar, Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB), dan Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA).

Nizam menyampaikan bahwa program program Kampus Merdeka diharapkan dapat meningkatkan pengalaman para mahasiswa di dunia kerja. Menurutnya, mahasiswa harus mendapatkan pengalaman di luar di bangku kuliah dengan langsung turun ke lapangan.

“Ke depannya tentu diharapkan tiap kampus mampu memberikan secara penuh SKS bagi adik-adik untuk melakukan program Kampus Merdeka,” ujarnya.

Nizam melanjutkan, program Kampus Merdeka ini merupakan sebuah upaya perubahan yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi agar bisa melampaui kemajuan yang bersifat dinamis. Seluruh kampus diharapkan semakin yakin bahwa program ini menjadi terobosan zaman, karena program seperti ini di luar negeri baru dilaksanakan di beberapa kampus ternama.

Baca Juga : Sekolah Vokasi IPB University Gelar Diskusi Elevasi Program Diploma 3 ke Sarjana Terapan

“Setiap kemajuan dibutuhkan perubahan. Bagaimana kita melangkah ke depan, kita harus keluar dari zona nyaman. Ada hal yang harus ditinggalkan dan menuju business unusual dengan melakukan inovasi juga terobosan baru untuk menciptakan SDM unggul,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Erwin Tobing menyampaikan dari empat program flagship Kampus Merdeka, mahasiswa memberikan respon yang cenderung positif terhadap program-program ini dan berpotensi tinggi untuk terus dilaksanakan ke depannya. Untuk itu, Kemendikbudristek berkomitmen untuk menjaga keberlangsungan program Kampus Merdeka di tahun 2022 dan akan merancang program yang sebelumnya belum ada di tahun 2021.

“Setidaknya terdapat empat program Kampus Merdeka di tahun 2021 yang sudah sukses melaksanakan kegiatan belajar di luar kampus. Terdapat 300 ribu mahasiswa yang datang dari 2.100 perguruan tinggi dari seluruh wilayah Indonesia yang mendaftar keempat program tersebut,” ungkapnya.

Ke depannya, Erwin mengungkapkan, langkah yang akan dilakukan oleh pelaksana Kampus Merdeka yaitu meningkatkan kualitas serta daya tampung yang maksimal di tahun 2022. Selain itu, ke depan perguruan tinggi diharapkan dapat menciptakan program Kampus Merdeka secara mandiri seperti yang diselenggarakan Kemendikbudrstek. “Di tahun 2022-2023, kami ingin mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan Kemendikbudristek namun juga ingin mahasiswa ikut aktivitas kampus masing-masing,” imbuhnya.

Baca Juga : Pusat Studi Biofarmaka Tropika IPB University Gelar Diskusi Bioprospeksi Sumberdaya Biofarmaka Indonesia untuk Kesehatan

Dirinya pun turut mengingatkan bagi mahasiswa calon pendaftar Kampus Merdeka tahun 2022 untuk mencatat tanggal-tanggal penting kegiatan agar tidak tertinggal dan dapat berjalan secara optimal. Di tahun 2022, untuk program MSIB, Kemendikbudristek menyediakan kuota sebanyak 50 ribu mahasiswa dengan pembukaan pendaftaran terdiri dari dua gelombang yakni Januari-Juni dan Juli-Desember 2022. Untuk gelombang pertama, pendaftaran masih dibuka hingga 14 Januari 2022.

Adapun program IISMA di tahun 2022 membuka kuota sebanyak 1.000 mahasiswa dan akan dilaksanakan di bulan Agustus dengan periode pendaftaran pada 1-31 Maret 2022. Pertukaran Mahasiswa Merdeka akan memulai pendaftaran pada 1-25 Juni 2022 bagi 20 ribu mahasiswa. Terakhir, Kampus Mengajar akan membuka dua gelombang dengan kuota 25 ribu mahasiswa. Untuk gelombang pertama, pendaftaran Kampus Mengajar sudah resmi ditutup bulan Desember 2021.
(YH/DZI/FH/DH/NH/SH/MSF)

Humas Ditjen Diktiristek
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Laman : www.diktiristek.kemdikbud.go.id
FB Fanpage : @ditjen.dikti
Instagram : @ditjen.dikti
Twitter : @ditjendikti
Youtube : Ditjen Diktiristek
E-Magz Google Play : G-Magz
Tiktok : Ditjen Dikti

  • #DiktiSigapMelayani
  • #kampus merdeka
  • #KampusMerdekaIndonesiaJaya


Fakta pertama, UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca!

Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Fakta kedua, 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget, atau urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan gadget. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.

Ironisnya, meski minat baca buku rendah tapi data wearesocial per Januari 2017 mengungkap orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari. Tidak heran dalam hal kecerewetan di media sosial orang Indonesia berada di urutan ke 5 dunia. Juara deh. Jakarta lah kota paling cerewet di dunia maya karena sepanjang hari, aktivitas kicauan dari akun Twitter yang berdomisili di ibu kota Indonesia ini paling padat melebihi Tokyo dan New York. Laporan ini berdasarkan hasil riset Semiocast, sebuah lembaga independen di Paris.

Salah satu yang menakjubkan, Warga Jakarta tercatat paling cerewet menuangkan segala bentuk unek-unek di Twitter lebih dari 10 juta tweet setiap hari. Di posisi kedua peringkat dunia kota teraktif di Twitter ialah Tokyo. Menyusul di bawah Negeri Sakura ada warna Twitter di London, New York dan Sao Paulo yang juga gemar membagi cerita. Bandung juga masuk ke jajaran kota teraktif di Twitter di posisi enam. Dengan demikian, Indonesia memiliki rekor dua kota yang masuk dalam daftar riset tersebut.

Coba saja bayangkan, ilmu minimalis, malas baca buku, tapi sangat suka menatap layar gadget berjam-jam, ditambah paling cerewet di media sosial pula. Jangan heran jika Indonesia jadi sasaran empuk untuk info provokasi, hoax, dan fitnah. Kecepatan jari untuk langsung like dan share bahkan melebihi kecepatan otaknya. Padahal informasinya belum tentu benar, provokasi dan memecah belah NKRI.

ERA POST-TRUTH

Lewat gadget memang banyak informasi fakta yang beredar. Sayangnya informasi yang mereka dapatkan juga bukan berasal dari media yang bisa dipercaya, melainkan dari media sosial yang lebih banyak dipenuhi oleh opini, bukan fakta. Bahkan sebaliknya, mereka malah percaya dengan portal-portal fake news dan akun-akun penyebar hoax itu.

Reuters Institute menyebutkan, jurang terbesar saat ini justru adalah soal kepercayaan masyarakat terhadap media fake news versus media yang valid. Faktanya memang begitu,

diukur lewat Alexa.com beberapa media fake news bahkan bisa mengalahkan media mainstream seperti Antaranews dan Tempo.co.

Ya, selamat datang di Era Post-Truth! Post-Truth ini didefinisikan sebagai ‘berkaitan dengan atau merujuk kepada keadaan di mana fakta-fakta obyektif kurang berpengaruh dalam pembentukan opini publik dibandingkan emosi dan keyakinan pribadi. Di era Post-Truth, orang tidak lagi mencari kebenaran dan fakta melainkan afirmasi dan konfirmasi dan dukungan atas keyakinan yang dimilikinya.

Memang kini banyak situs opini yang bias, menyerang, dan tendensius pada satu kelompok, mereka bisa mengambil hati dan perasaan pembaca dengan story-telling yang mereka buat. Kebenaran menjadi tidak penting.

Kredibilitas nama medianya apalagi, sudah tidak dilihat oleh masyarakat kita yang malas baca dan cerewet tadi. Ketika media mainstream justru berseberangan faktanya dengan media opini tersebut, masyarakat justru malah berbalik menjadi tidak percaya terhadap media-media bernama besar itu. Jadi yang mengganggu bukan hanya media sosial berisi hoax tapi juga media fake news yang menyebarkan opini yang terpolarisasi.

JADI APA SOLUSINYA?

Ada cara yang efektif, yaitu dengan membangun literasi media dan menjembatani polarisasi itu. Kominfo harus tegas untuk membuat pelabelan situs/artikel sebagai hoax dengan kriteria dan prosedur yang jelas. Selain itu kita juga harus melakukan kontra narasi yang kredibel terhadap hoax/opini yang menyesatkan.

Paradigma bahwa orang yang mengkritik pemerintah sebagai haters juga harus diubah. Engagement di sosial media harus lebih mengayomi bukan memerangi. @_TNIAU bisa menjadi role model pola komunikasi pemerintah yang mengayomi di media sosial. Yang terakhir, masyarakat butuh entitas yang independen untuk melakukan kroscek untuk mencari, melaporkan atau bertanya tentang kemungkinan informasi hoax.

Untuk paragraf diatas terakhir itu, saat Jambore PR Indonesia (Jampiro) 3 di Yogyakarta kemarin, Suharjo Nugroho mencoba mengelaborasi ide tersebut. Di sesi pembukaan Jampiro, setelah mendengarkan pemaparan Mas Arif Zulkifli, Pemred Tempo soal bagaimana proses kerja redaksional yang kredibel di media mainstream versus pembuatan fake news atau hoax, Pak Ahmad Heryawan alias Pak Aher Gubernur Jabar soal Jurnalisme Tabayun dan Bu Niken Widiastuti Dirjen IKP Kemkominfo perihal bagaimana pemerintah sudah berusaha keras mematikan portal dan akun-akun hoax itu, Suharjo yang menjadi pembicara terakhir mencoba merangkum para pembicara hebat ini dengan sebuah inisiasi proyek #KROSCEK.

#KROSCEK merupakan proyek kolaborasi antara PR Indonesia dan Jurnalis Indonesia yang didukung oleh Kemkominfo RI.

Mengadopsi konsep jurnalisme Tabayun pak Aher, #KROSCEK ini juga memiliki sejumlah pilar Tabayyun yaitu ‘shidiq’, pembela dan penegak kebenaran. Artinya #KROSCEK harus.

berpihak dan membela kebenaran. Kemudian Amanah, artinya dapat dipercaya. Kita harus menginformasikan berita atau kejadian yang sesungguhnya. Tentu tak ketinggalan yaitu Fathonah, artinya cerdas dan berwawasan luas.

Melalui #KROSCEK, masyarakat bisa mengirimkan laporan atau pertanyaan tentang kemungkinan hoax dari situs berita dan sosial media. Kemudian di dalam portal ini pun terdapat kajian-kajian ilmiah dari dunia akademik, praktisi PR dan organisasi masyarakat untuk menjaga independensi dan kepercayaan. Wartawan dari media nasional dan lokal bisa bergabung sebagai relawan untuk melakukan kroscek dengan berbagi sumber daya, pengalaman, dan narasumber.

Hasil dari laporan informasi yang sudah dikonfirmasi di #KROSCEK oleh para stakeholdernya ini pun pada akhirnya dapat digunakan para jurnalis sebagai sumber berita kredibel di media masing masing. Sehingga teman-teman wartawan tak lagi menggunakan Lambe Turah sebagai narasumber pemberitaannya.

Sumber: //legaleraindonesia.com/masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA