Kali ini kita akan belajar mengenai puisi rakyat. Sudah sepatutnya kita bersyukur kepada Tuhan karena dianugerahi leluhur yang memiliki kearifan. Oleh leluhur kita, kearifan tersebut diwariskan melalui berbagai puisi rakyat. Kita juga patut terus bersyukur karena Tuhan memberikan cipta dan karsa untuk mencipta. Puisi rakyat merupakan warisan budaya bangsa yang wajib kita pelihara. Yakni yang berupa syair, gurindam, dan juga pantun. Pantun adalah salah satu jenis puisi lama warisan nenek moyang kita yang kaya muatan nilai moral, agama, dan budi pekerti. Melalui pantun inilah para leluhur kita mewariskan nilai-nilai luhur dengan cara yang menghibur, segar, dan indah. Melalui kesastraan lama kamu dapat memahami nilai-nilai yang ingin diwariskan para leluhur. Puisi rakyat berupa pantun, syair, gurindam, atau puisi rakyat yang berkembang di daerah tertentu. Pada acara-acara di televisi, kepiawaian membuat pantun masih menjadi andalan untuk melucu. Pada lagu-lagu juga masih ditemukan pantun. Sementara untuk gurindam, syair, dan sastra lama yang lain agak kurang lagi didengar. Dalam dunia kesastraan kita memiliki warisan turun-temurun berupa cerita rakyat atau puisi rakyat yang tidak diketahui siapa pengarangnya. Karena merupakan hasil turun-temurun dan tidak diketahui siapa pengarangnya, Puisi lama terlihat kaku karena terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah kata dalam tiap barisnya; jumlah baris dalam tiap bait dan juga pengulangan kata yang bisa di awal maupun di akhir sajak atau kita kenal dengan sebutan rima. Pada bagian ini puisi lama yang akan dibahas adalah pantun, syair dan gurindam. Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari negeri India. Istilah gurindam berasal dari bahasa India, yaitu kirindam yag berarti “mula-mula” atau “perumpamaan”. Gurindam sarat akan nilai agama dan moral. Tidak dapat dipungkiri bahwa gurindam bagi orang dulu sangat penting dan dijadikan norma dalam kehidupan. Seperti apakah gurindam sebenarnya? Gurindam adalah puisi lama [Melayu] yang sangat penting sebagai warisan budaya, dengan ciri-ciri sebagai berikut: a] terdiri atas dua baris dalam sebait b] tiap baris memiliki jumlah kata sekitar 10-14 kata c] tiap baris memiliki rima sama atau bersajak A-A, B-B, C-C, dan seterusnya d] merupakan satu kesatuan yang utuh. e] baris pertama berisi soal, masalah, atau perjanjian f] baris kedua berisi jawaban, akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama. [isi atau maksud gurindam terdapat pada baris kedua] g] isi gurindam biasanya berupa nasihat, filosofi hidup atau kata-kata mutiara Perhatikan contoh Gurindam berikut:
PantunPantun adalah puisi Melayu yang mengakar dan membudaya dalam masyarakat. Pantun dikenal dengan banyak nama di berbagai bahasa di Nusantara, tonton [bahasa Tagalog], tuntun [bahasa Jawa], pantun [Bahasa Toba] yang memiliki arti kurang lebih sama, yaitu sesuatu ucapan yang teratur, arahan yang mendidik, bentuk kesantunan. Pantun tersebar hampir di seluruh Indonesia. Fungsi pantun di semua daerah [Melayu, Sunda, Jawa, atau daerah lainnya] sama, yaitu untuk mendidik sambil menghibur. Melalui pantun kita menghibur orang dengan permainan bunyi bahasa, menyindir [menegur bahwa sesuatu itu kurang baik] secara tidak langsung, atau memberi nasihat. Ini bukan berarti orang kita tidak tegas kalau hendak mengatakan sesuatu, tetapi dapat dikatakan bahwa kita memiliki gaya tersendiri dalam mengungkapkan sesuatu. Melalui pantun leluhur kita terkesan lebih santun untuk menegur atau menasehati orang secara tidak langsung agar orang yang kita tuju tidak merasa malu atau dipojokkan. Ciri-ciri pantun dapat dilihat berdasarkan bentuknya. Ciri-ciri ini tidak boleh diubah. Jika diubah, pantun tersebut akan menjadi seloka, gurindam, atau bentuk puisi lama lainnya. Ciri-ciri pantun • Tiap bait terdiri atas empat baris [larik]. • Tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata. • Rima akhir setiap baris adalah a-b-a-b. • Baris pertama dan kedua merupakan sampiran. • Baris ketiga dan keempat merupakan isi. Baca secara berantai pantun warisan nenek moyang kita berikut ini [gunakan irama lagu Rasa Sayange]
SyairSyair adalah salah satu puisi lama. Syair berasal dari Persia dan dibawa masuk ke Nusantara bersama dengan masuknya Islam ke Indonesia. Kata atau istilah syair berasal dari bahasa arab yaitu syi’ir atau syu’ur yang berarti “perasaan yang menyadari”, kemudian kata syu’ur berkembang menjadi syi’ru yang berarti puisi dalam pengetahuan umum. Dalam perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi sehingga menjadi khas Melayu, tidak lagi mengacu pada tradisi sastra syair negeri Arab. Penyair yang berperan besar dalam membentuk syair khas Melayu adalah Hamzah Fansuri dengan karyanya, antara lain: Syair Perahu, Syair Burung Pingai, Syair Dagang, dan Syair Sidang Fakir. Ciri-ciri syair antara lain : 1. Setiap bait terdiri dari empat baris. 2. Setiap baris terdiri atas 8-14 suku kata. 3. Bersajak a-a-a-a. 4. Semua baris adalah isi. 5. Bahasa yang digunakan biasanya berupa kiasan. Contoh syair:
Disarikan dari: Bahasa Indonesia — Studi dan Pengajaran Untuk SMP/MTs Kelas VII/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan — Edisi Revisi, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. You're Reading a Free Preview Pantun adalah salah satu jenis puisi lama yang masih sering di gunakan oleh msyarakat modern. Di layar kaca dan di konten-konten dunia maya masih sering dijumpai pantun-pantun yang tentu memiliki gaya yang ikut berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, namun masih tetap terikat pada ketentuan dan aturan dari pantun itu sendiri. Ciri-ciri pantun adalah sebagai berikut:
Pantun sendiri terbagi dalam 5 jenis berdasarkan isi yang disampaikannya. Kelima jenis pantun itu adalah pantun nasihat, pantun agama, pantun kasih-sayang, pantun teka-teki, dan pantun anak. Berikut salah satu contoh pantun nasihat: Makan nasi pakai bakwan Nusantara penuh keragaman Lestarikanlah potensi negeri Sumber: indonesiana.id Guridam adalah jenis puisi klasik yang berasal dari India. Setiap bait hanya terdiri dari 2 baris dan berima a-a. Gurindam terbagi menjadi 2 jenis yaitu gurindam berkait dan gurindam berangkai. Gurindam berkait adalah gurindam yang tiap-tiap baitnya saling terkait antara satu dengan lain. Contoh gurindam berkait adalah sebagai berikut: Sebelum berbicara berfikir dahulu Agar tak tersinggung hati temanmu. Kalau kau berbicara semaumu Tentu banyak yang membencimu. Sumber: rumus-rumus.com Sedangkan gurindam berangkai adalah gurindam yang tiap baris dalam satu bait dimulai dengan kata yang sama. Contoh gurindam berangkai adalah sebagai berikut: Lakukan saja yang menurutmu benar Lakukan saja yang menurutmu pantas Hidup hanya bergantung hati Hidup hanya sesaat dan kemudian mati Sumber: dosenbahasa.com Di Indonesia, terdapat sebuah karya gurindam yang terkenal berjudul Gurindam Dua Belas yang ditulis oleh Raja Ali Haji dari Kepulauan Riau. Latar belakang penulisan gurindam ini berasal dari konflik Kerajaan Riau dan tekanan penjajah yang ada pada masa itu. Naskah Gurindam Dua Belas dapat dibaca dalam tulisan Gurindam Dua Belas, Petuah Warisan Raja Ali Haji Karmina memliki struktur seperti pantun yang memiliki sampiran dan isi. Perbedaannya terletak pada jumlah baris dan sima. Karmina terdiri dari dua baris dalam satu bait dan berima a-a. Lebih lengkap mengenai ciri-ciri karmina adalah sebagai berikut:
Pada dasarnya, karmina adalah pantun yang terdiri atas empat baris dalam satu bait dan memiliki rima a-b-a-b. Namun karena terlalu singkat, karmina terdengar seperti hanya dua baris ketika diucapkan. Oleh karena itu terdapat kesamaan rima di tengah-tengah baris yang sebenarnya itu adalah akhir dari baris pertama dan ketiga. Berikut adalah beberapa contoh karmina: Nenek lansia mau kemana Jadi manusia hendaknya berguna Tupai mati kucing menguburkan Perasaan hati bukan untuk dimainkan Di dunia banyak orangnya Harta dunia bukan segalanya Anak tersesat dicari ibunya Orang sesat susah hidupnya Selat Malaka banyak dermaga Anak durhaka takkan masuk surg Sikap senohong gelama ikan duri Bercakap bohong lama lama mencuri Tabtibau si puyuh padang Hilang pisau berganti parang Panan adalah senjata mati Qonaah adalah kekayaan sejati Di ayunan meminum suji Keberanian adalah akhlak terpuji Buah nangka bentuknya bulat Sudah tua bangka belum ingat akhirat Sumber: dosenbahasa.com Sama seperti karmina, seloka pada dasarnya merupakan pantun dengan ciri-ciri yang sama persis. Hanya saja, seloka terdiri dari beberapa bait yang sambung menyambung antara bait satu dengan bait lainnya. Dengan begitu, seloka yang hanya terdiri dari satu bait tidak ada bedanya dengan pantun atau bisa disebut bahwa itu adalah pantun, bukan seloka. Berikut adalah contoh seloka empat bait: Taman melati di rumah-rumah Ubu-ubur sampingan dua Taman melati bersusun tangkai Tanam padi satu persatu Sumber: Pelajaran.co.id Jika karimna dapat disebut sebagai pantun yang hanya terdiri dari dua baris, maka talibun adalah pantun yang memiliki jumlah baris lebih dari empat. Tidak ada batas maksimal jumlah baris dalam talibun, namun biasanya terdiri dari enam hingga dua belas baris. Rima talibun mirip dengan pantun dengan tetap mengikuti jumlah barisnya. Jika pantun berima a-b-a-b, maka talibun enam baris berima a-b-c-a-b-c, atau a-b-c-d-e-f-a-b-c-d-e-f untuk talibun dengan dua belas baris. Selengkapnya mengenai ciri-ciri talibun adalah sebagai berikut:
Berikut adalah contoh talibun: Safari religi ke kota Jeddah Tidak lupa membeli kurma Kurma muda untuk sebuah cita Cita dari cinta dan jenaka Hidup di dunia haruslah beribadah Jalankan selalu perintah agama Itu semua perintah sang Pencipta Untuk meraih surga dan menjauhi neraka Duduk termenung menatap bulan purnama Mengenang semua perilaku yang berbudi Yang berbudi tak ada yang berkuasa Menangkap cahaya bulan agar terjerat Didiklah putra dan putri ilmu agama Untuk menjadi orang yang berbudi Agar jauh dari perbuatan dosa dan selamat dunia serta akhirat Niat hati ingin menanam melati Tanam di atas tanah sendiri Tapi jangan pernah tanamkan hati Karena hama kan buatnya binasa Jikalau hendak mendapat cinta sejati Jagalah hati jangan sampai lupa diri Cinta sejati tak akan kau dapati Kecuali cinta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Bunga di pasar sangat bergelimang Semua bertebaran di atas genangan Genangan membuat noda menghitam Kelam dan tiada mengering Andaikan kebahagiaan mulai menghilang Kemudian timbullah semua kenangan Kau jangan menangis sehari semalam Kau jangan menangis hingga mata kering Ingatlah Tuhan sumber kebahagiaan Sumber: dosenbahasa.com Mantra diyakini sebagai betuk puisi lama yang pertama kali ada dan berkembang, bahkan sejak peradaban purba. Mantra memiliki banyak jenis dan kegunaan, serta berkembang mengikuti latar belakang masyarakatnya. Biasanya disampaikan dalam acara-acara keagamaan atau spiritual dan diucapkan oleh dukun, pawang, atau orang-orang yang dianggap mewakili dan memiliki kemampuan dalam hal spiritualitas. Di beberapa kalangan masyarakat, mantra dikenal juga sebagai doa, jampi, serapah, dan sebagainya. Lahirnya mantra tidak cukup dari sekadar hasil perenungan dan pemikiran manusia, tetapi harus ada campur tangan dari pihak lain. Dalam hal ini, bergantung terhadap keyakinan dan kepercayaan masyarakat tempat mantra itu tercipta. Bisa bersumber dari Tuhan, Dewa, malaikat, roh leluhur, roh hewan, makhluk mitologi, jin, dedemit, dan sebagainya yang didapat dari turunnya wahyu, wangsit, mimpi, dan lain-lain. Mantra dianggap sebagai sebuah puisi lama karena struktur dan pemilihan bahasanya yang indah. Ciri-ciri mantra secara lengkap adalah sebagai berikut:
Berikut adalah beberapa jenis mantra yang di kenal oleh masyarakat Indonesia dan masih digunakan sampai sekarang: Contoh 1 Rabbanaa, aatinaa fid dunyaa hasanah, wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa 'adzaaban naar. Doa dalam bahasa Arab yang masih sering dirapalkan oleh umat Islam yang memiliki arti: Ya Tuhan kami, beri kami kehidupan dunia yang baik, dan kehidupan akhirat yang baik, dan jauhkan kami dari siksa api neraka. Contoh 2 Ana kidung rumeksa ing wengi, teguh ayu luputa ing lelara, luputa bilahi kabeh, jin setan datan purun, peneluhan tan ana wani, miwah panggawe ala, gunaning wong luput, geni atemahan tirta, maling adoh tan ana ngarah mring mami, guna duduk pan sirna. Mantra di atas adalah kutipan dari Kidung Warawedha karya Sunan Kalijaga yang memiliki arti Ini doa penjaga malam, semoga semua aman, luput dari penyakit, dan luput dari petaka, jin dan setan tidak akan [mengganggu], teluh [santet] tak akan berani [beraksi], sekalian niat jahat, [dan] tipu daya luput, api akan tertangkis air, maling menjauh tak berani menyatroniku, [dan] segala bentuk santet sirna. Sebagian masyarakat Jawa percaya bahwa kidung tersebut dapat menjauhkan manusia dari segala keburukan yang datang di malam hari. Sumber: Islamindonesia.id Bidal adalah kalimat lugas yang berisi sindiran, ungkapan, nasihat, dan sebagainya. Bidal termasuk dalam jenis puisi lama yang unik karena diksi yang dipilih dalam bidal berupa kata-kata kiasan. Bidal terdiri atas beberapa jenis seperti yang disebutkan di bawah ini.
Itulah berbagai macam puisi lama yang dikenal di Indonesia. Di zaman sekarang, peminat puisi lama memang telah banyak berkurang, namun tidak ada salahnya untuk mengenal dan menghidupkan kembali agar warisan orang-orang terdahulu tetap lestari. [inSastra/Amry Rasyadany] Video yang berhubungan |