Jelaskan perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC

KOMPAS.com - VOC (Verenigde Oost-Indesche Compagnie) atau Persekutuan Perusahaan Hindia Timur adalah kongsi dagang bentukan Belanda yang didirikan pada 20 Maret 1602.

Organisasi ini memperoleh hak-hak istimewa dari parlemen Belanda, seperti hak monopoli dan hak kedaulatan sebagai suatu negara merdeka.

Setelah mendapatkan hak tersebut, VOC berhasil melakukan intervensi dalam pemerintahan dan sedikit demi sedikit menguasai Indonesia.

Tindakan VOC yang sewenang-wenang kemudian menimbulkan perlawanan dari rakyat indonesia di berbagai daerah.

Berikut ini beberapa perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah dalam mengusir VOC.

Perlawanan rakyat Maluku

Perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC dipimpin oleh Kakiali dan Talukabesi pada 1635-1646.

Meski perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh VOC dengan cepat, hal itu tetap menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tidak tinggal diam dijajah.

Kemudian pada 1650, Saidi mempimpin perlawanan rakyat Maluku.

Perlawanan terhadap VOC juga terjadi di Tidore, dengan dipimpin oleh Sultan Nuku.

Baca juga: Kebijakan-Kebijakan VOC di Bidang Politik

Perlawanan rakyat Makassar

Perlawanan rakyat Makasar terhadap VOC dipimpin oleh Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa.

Saat terjadi perselisihan antara Arung Palaka dari Kerajaan Bone dengan raja Gowa, VOC langsung memanfaatkan kesempatan itu.

VOC berhasil memanfaatkan Arung Palaka untuk menyerang Gowa pada 1666.

Pada akhirnya, Sultan Hasanuddin dari Kerajaan Gowa dipaksa untuk menandatangani perjanjian Bongaya pada 18 November 1667.

Berikut isi Perjanjian Bongaya antara Sultan Hasanuddin dengan VOC.

  • VOC mendapatkan wilayah yang direbut selama perang
  • Bima diserahkan kepada VOC
  • Kegiatan pelayaran para pedagang Makassar dibatasi di bawah pengawasan VOC
  • Penutupan Makassar sebagai bandar perdagangan dengan bangsa Eropa, selain VOC, dan monopoli oleh VOC
  • Alat tukar/mata uang yang digunakan di Makassar adalah mata uang Belanda
  • Pembebasan cukai dan penyerahan 1.500 budak kepada VOC

Kendati demikian, Perjanjian Bongaya baru terlaksana pada 1669 karena Sultan Hasanuddin masih melakukan perlawanan kembali.

Perjanjian Bongaya telah memangkas kekuasaan Kerajaan Gowa sebagai kerajaan terkuat di Sulawesi.

Rakyat Makassar, terutama Bugis, yang tidak menerima Perjanjian Bongaya kemudian mengembara menuju daerah lain di Indonesia, seperti Jawa dan Sumatera.

Baca juga: Keserakahan dan Kekejaman VOC

Perlawanan rakyat Mataram

Pada masa pemerintahan Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Islam, Belanda telah mendirikan kantor dagang di Batavia.

Perselisihan keduanya tidak dapat dihindari hingga VOC melancarkan serangan ke Jepara yang menimbulkan kerugian sangat besar bagi Mataram.

Sultan Agung kemudian menyiapkan penyerangan terhadap VOC di Batavia sebanyak dua kali.

Pada 22 Agustus 1628, pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso tiba di Batavia.

Serangan pertama ini gagal dan tidak kurang dari seribu prajurit Mataram gugur dalam pertempuran.

Mataram kemudian menyiapkan serangan kedua dengan dipimpin Kiai Adipati Juminah, K.A. Puger, dan K.A. Purabaya.

Meski persiapannya telah matang, perlawanan rakyat Mataram terhadap VOC yang kedua ini kembali menemui kegagalan.

Kegagalan ini disebabkan oleh VOC yang membakar persediaan makanan para tentara Mataram.

Baca juga: Sejarah Berdirinya VOC

Perlawanan rakyat Banten

Perlawanan Banten terhadap VOC terjadi sejak awal Belanda menginjakkan kaki di Banten.

Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa pada 1656.

Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa terhadap VOC dilakukan dengan cara merusak kebun tebu, membantu perlawanan Trunojoyo, dan melindungi pelarian dari Makassar.

Kerajaan Banten juga berhasil menguasai sejumlah kapal VOC dan beberapa pos penting.

Pada 1680, Sultan Ageng kembali mengumumkan perang setelah terjadi penganiayaan terhadap para pedagang Banten oleh VOC.

Sayangnya, di Banten sedang terjadi perselisihan antara Sultan Ageng dengan putranya, Sultan Haji, sehingga Belanda langsung memanfaatkan momen tersebut.

Belanda mendukung Sultan Haji yang lebih mudah dipengaruhi untuk membantu kepentingan VOC.

Akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa digulingkan dan diasingkan, sementara Sultan Haji menjadi Raja Banten.

Pada 1682, Sultan Haji terpaksa menandatangani perjanjian dengan Belanda yang isinya sebagai berikut.

  • VOC berhak atas monopoli perdagangan
  • Banten menanggung semua ganti rugi perang
  • Banten merelakan Cirebon kepada VOC
  • VOC berhak ikut campur dalam setiap urusan Kerajaan Banten

Pada 1695, kemerdekaan Kerajaan Banten telah diambil oleh VOC dan kedudukan Belanda di Jawa semakin kuat.

Referensi:

  • Armelia. (2008). Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia. Semarang: ALPRIN.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap VOC (Perlawanan Pattimura) – Ketika Inggris berkuasa, Raffles mengadakan perubahan-perubahan. Antara lain Raffles membebaskan penduduk dari segala macam paksaan. Misalnya dengan mengurangi kerja rodi. Setelah berkuasa kembali, Belanda menggiatkan kerja rodi lagi. Kecuali itu, penduduk dibebani juga dengan bermacam-macam pajak. Oleh karena itu, timbullah reaksi dari rakyat Maluku terhadap Pemerintah Kolonial Belanda.

Mari kita bahas lengkap perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC dibawah ini.

1. Sebab-sebab Perlawanan

Kedatangan Belanda kembali ke Maluku menyebabkan rakyat Maluku gelisah. Mereka membayaangkan penderitaan pada zaman VOC. Pemerintah Hindia Belanda menindas rakyat Maluku. Rakyat Maluku diharuskan menyerahkan ikan asin, dendeng, dan kopi. Mereka juga dipaksa bekerja rodi menebang kayu di hutan, membuat garam, dan membuka perkebunan pala. Dan Benteng Duurstede di Saparua diduduki oleh pasukan Belanda.

2. Proses Perlawanan

Perlawanan dipimpin oleh Thomas Matulesi atau lebih dikenal dengan nama Pattimura. Pemimpin-pemimpin lainnya ialah Anthonie Rhebok, Said Perintah, Lucas Latumahina, Thomas Pattiwael, dan Ulupaha. Namun juga terdapat seorang putri bernama Christina Martha Tiahahu. Pusat perjuangan berada di Pulau Saparua. Pada malam hari tanggal 15 Mei 1817, rakyat mulai bergerak.

Mereka mulai membakari kapal-kapal Belanda yang ada di pelabuhan Porto. Kemudian pasukan Pattimura mulai mengepung Benteng Duurstede. Residen Van den Berg yang ada dalam Benteng Duurstede ditembak mati. Keesokan harinya, tanggal 6 Mei 1817, pasukan Pattimura berhasil merebut dan menduduki Benteng Duurstede.

Dari Saparua, perlawanan menjalar ke pulau-pulau lain. haruku, Seram, Larike, Uring, Asilulu, dan Wakasihu. Pada tanggal 19 Mei 1817, Pemerintah Belanda mendatangkan pasukan bantuan dari Ambon ke Haruku. Mereka bermarkas di Benteng Zeelandia. Tetapi Raja Haruku dan raja-raja daerah sekitarnya telah siap menghadapinya. Rakyat Haruku dan raja-raja di daerah sekitarnya dikerahkan menyerang benteng Zeelandia.

Dengan menerobos pengepungan rakyat, pasukan Belanda terus maju dari Haruku ke Saparua. Maka di Saparua berkobar pertempuran sengit. Prajurit-prajurit Belanda banyak yang tewas, termasuk diantaranya terdapat beberapa orang perwira. Kemenangan Pattimura di Saparua membakar semangat perjuangan di daerah-daerah lain. Maka berkobarlah perlawanan umum di seluruh Maluku.

Pada awal bulan Juli 1817, Kolonial Belanda mendatangkan kembali pasukan bantuan ke Saparua. Mereka berusaha merebut Benteng Duurstede, tetapi tidak berhasil. Kemudian Belanda mengajak para pemimpin Maluku untuk berunding. Perundingan tersebut juga tidak membawa hasil. Pertempuran pun berkobar lagi.

Pada akhir Juli 1817, Belanda mendatangkan pasukan bantuan ke Saparua kembali. Belanda mengerahkan kapal-kapalnya. Dan mulai melepaskan tembakan meriam dengan gencar ke arah Benteng Duurstede, yang masih diduduki oleh pasukkan Pattimura. Sementara itu, pasukan-pasukan Belanda terus menerus didatangkan, membanjiri Saparua.

Akhirnya pada bulan Agustus 1817, Benteng Duurstede dapat direbut oleh Belanda kembali. Tetapi perang belum berakhir. Pasukan Pattimura melanjutkan kembali perlawanan dengan perang gerilya. Pemerintah Belanda mengumumkan akan memberi hadiah sebesar 1.000 gulden kepada siapa saja yang dapat menangkap Pattimura. Dan untuk menangkap pemimpin-pemimpin Maluku lainnya, Pemerintah Belanda menyediakan 500 gulden tiap seorang pemimpin. Tetapi rakyat Maluku tidak mau untuk mengkhianati perjuangan bangsanya.

3. Akhir Perlawanan

Belanda tetap berusaha keras untuk menyelesaikan perang dalam waktu singkat. pada bulan Oktober 1817, pasukan Belanda dikerahkan besar-besaran. Pada suatu pertempuran pada bulan November 1817, Belanda dapat menangkap Pattimura, Anthonie Rebok, Thomas Pattiwael, dan Raja Tiow. Beberapa hari kemudian para pemimpin yang lain pun tertangkap.

Akhirnya pada bulan Desember 1817, perlawanan padam. Pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di Ambon. Kemudian para pemimpin yang lain juga dihukum gantung.

Demikian pembahasan kita kali ini mengenai Perlawanan Rakyat Maluku Terhadap VOC (Perlawanan Pattimura), semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua. Sekian dan terimakasih.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA