Kegiatan pemandu wisata pulau bakut

PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM PULAU KEMBANG, BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN

ANTUNG RAUDATUL JANNAH

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM PULAU KEMBANG, BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2007

Antung Raudatul Jannah C24101025

ABSTRAK

ANTUNG RAUDATUL JANNAH. Pengelolaan Taman Wisata Alam Pulau Kembang, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh AGUSTINUS M. SAMOSIR dan FREDINAN YULIANDA Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Kembang merupakan kawasan konservasi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 780/Kpts/Um/12/1976. TWA Pulau Kembang memiliki luas 60 hektar dan terletak di muara sungai Barito, Kalimantan Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji masalah yang timbul dari kegiatan pariwisata di TWA Pulau Kembang, meliputi aspek sumberdaya alam, pengunjung, masyarakat, pengelola dan pemerintah serta memformulasikan altenatif penanganan masalah dalam kerangka rencana pengembangan ekowisata di TWA Pulau Kembang. Penelitian dilaksanakan di TWA Pulau Kembang, wilayah yang diteliti mencakup TWA Pulau Kembang dan sepanjang Sungai Barito. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September - Desember 2005. Analisis data yang dilakukan adalah analisis komunitas mangrove, analisis kualitas air, analisis daya dukung lingkungan, analisis potensi ekonomi kawasan dan analisis strategi. Vegetasi mangrove yang ditemukan adalah rambai (Sonneratia caseolaris) dan api-api (Avicennia marina). Parameter kondisi perairan di Pulau Kembang yaitu kekeruhan, suhu, TSS, salinitas, DO, pH dan total Coliform. Dari analisia daya dukung ekologis, diketahui kawasan dapat menampung 80 orang/hari dengan indeks kesesuaian untuk wisata mangrove sebesar 72,37%. Dari ana lisa daya dukung ruang dapat menampung 258 orang/weekdays dengan persediaan air bersih sebesar 51.600 liter/weekdays. Hasil analisia potensi ekonomi kawasan diperoleh NPV sebesar Rp.1.027.076.629,00, NPV > 0 berarti gagasan pembangunan resort wisata di TWA Pulau Kembang layak diusahakan dengan asumsi proyek berjalan 5 tahun. Alternatif strategi yang diimplementasikan dalam rangka pengelolaan dan pengembangan kawasan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia, promosi wisata berwawasan lingkungan melalui berbagai media, pembangunan sarana prasarana ekowisata, penerapan konsep manajemen strategis dalam mengelola kawasan serta mengoptimalkan fungsi TWA.

©Hak Cipta milik Antung Raudatul Jannah, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya

PENGELOLAAN TAMAN WISATA ALAM PULAU KEMBANG, BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN

ANTUNG RAUDATUL JANNAH

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

SKRIPSI

Judul

: Pengelolaan Taman Wisata Alam Pulau Kembang, Banjarmasin, Kalimantan Selatan

Nama

: Antung Raudatul Jannah

Nomor Pokok

: C24101025

Departemen

: Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil NIP. 131 664 394

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. NIP. 131 788 596

Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031

Tanggal lulus: 5 Februari 2007

PRAKATA Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah Swt. atas limpahan rahmat, kasih sayang dan karunia-Nya skripsi dengan judul Pengelolaan Taman Wisata Alam Pulau Kembang, Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil dan Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, serta nasehat selama penulisan skripsi 2. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc yang telah bersedia menjadi dosen penguji tamu pada ujian akhir skripsi ini dan Bapak Dr. Ir. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku penguji dari Departemen MSP 3. Bapak Dr. Ir. MF. Raharjo, M.Sc selaku pembimbing akademik yang turut memberikan motivasi dan masukan selama penulis kuliah 4. Bapak Rusdi dari BKSDA Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Tata Ruang Kalimantan Selatan, staf Dinas Pariwista Kalimantan Selatan, pengelola CV. Sinar Kencana, Bapak Nyoman dari BTKL Banjarbaru atas dukungan data dan informasinya 5. Mama, Abah, Kakak-kakak dan Adik-adik atas do’a, kasih sayang dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis 6. Teman - teman MSP 38, 39, 40, 41; senior MSP 33, 34, 35, 36, 37; AMAZONers, JC Girls, alumni SMUN 2 Banjarmasin, Andi, Mas Wishnu dan Mas Yoyo dari Forest Watch Indonesia, serta keluarga besar Asrama Mahasiswa Lambung Mangkurat di Yogyakarta atas kebersamaan yang telah terjalin Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan berbagai pihak yang memerlukan.

Bogor, Maret 2007

Antung Raudatul Jannah

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

xii

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1.2. Peumusan Masalah .......................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ...........................................................................

1 1 2 3 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2.1. Kepariwisataan .............................................................................. 2.1.1. Pariwisata dan Ekowisata...................................................... 2.1.2. Ekowisata Pesisir dan Bahari................................................ 2.2. Sumberdaya Ekosistem Pesisir ...................................................... 2.3. Pemanfaatan dan Permasalahan Potensial Ekosistem Pesisir ......... 2.3.1. Pemanfaatan Potensial Ekosistem Pesisir ............................ 2.3.2. Permasalahan Potensial Ekosistem Pesisir .......................... 2.4. Pengelolaan dan Perencanaan Pengembangan Ekowisata Pesisir ... 2.4.1. Pengelolaan Ekowisata Pesisir ............................................. 2.4.2. Perencanaan Pengembangan Ekowisata Pesisir ...................

4 4 4 5 6 8 8 10 11 11 12

III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 3.2. Pendekatan Studi............................................................................ 3.3. Pengumpulan Data ......................................................................... 3.3.1. Jenis Data ............................................................................ 3.3.2. Teknik Pengambilan Data ................................................... 3.4. Analisa Data ................................................................................... 3.4.1. Kondisi Ekosistem Mangrove.............................................. 3.4.2. Analisa Kualitas Air ............................................................ 3.4.3. Analisa Daya Dukung Lingkungan ..................................... 3.4.4. Ana lisa Potensi Ekonomi Kawasan ..................................... 3.4.5. Analisa Strategis ..................................................................

14 14 15 15 15 16 17 17 19 20 22 23

IV. PROFIL KAWASAN KONSERVASI DI KALIMANTAN SELATAN ............................................................................................ 4.1. Taman Wisata Alam Pulau Kembang .......................................... 4.2. Taman Wisata Alam Pulau Bakut ................................................ 4.3. Taman Wiasata Alam Pleihari Tanah Laut .................................. 4.4. Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat laut dan Selat Sebuku....... 4.5. Cagar Alam Gunung Kentawan ................................................... 4.6. Suaka Margasatwa Pulau Kaget ..................................................

25 25 27 28 31 32 34

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian............................................... 5.1.1. Letak Geografis, Luas dan Kondisi Fisik .......................... 5.1.2. Kependudukan ................................................................... 5.1.3. Pemanfaatan Lahan............................................................ 5.1.4. Sarana dan Prasarana ......................................................... 5.2. Potensi, Kondisi dan Permasalahan Sumberdaya TWA Pulau Kembang ...................................................................................... 5.2.1. Kondisi Ekosistem Mangrove ............................................ 5.2.2. Kualitas Perairan di Sekitar Kawasan Pulau Kembang ..... 5.2.3. Daya Dukung Lingkungan untuk Kegiatan Ekowisata...... 5.2.4. Potensi Ekonomi Kawasan ................................................ 5.3. Sumberdaya Manusia ................................................................... 5.3.1. Masyarakat Lokal............................................................... 5.3.2. Ekowisatawan (pengunjung).............................................. 5.4. Kebijakan dan Kelembagaan Pengembangan Ekowisata ............ 5.5. Dampak Pengelolaan Ekowisata di Pulau Kembang .................. 5.6. Strategi Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata Di Pulau Kembang ...................................................................................... 5.6.1. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) .......................... 5.6.2. Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) .............................. 5.6.3. Matriks Strength-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT) ............................................................................ 5.6.4. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) ..............

36 36 36 36 38 39

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 6.1. Kesimpulan.................................................................................... 6.2. Saran ..............................................................................................

81 81 82

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

83

L AMPIRAN ...............................................................................................

86

40 40 45 48 51 52 52 58 66 67 69 69 73 76 77

DAFTAR TABEL Halaman 1. Jenis, sumber data, alat dan bahan dalam penelitian............................

16

2. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) .............

20

3. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata............

21

4. Standar daya dukung kegiatan wisata di kawasan konservasi .............

21

5. Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori wisata mangrove ..............................................................................................

22

6. Matriks SWOT .....................................................................................

23

7. Matriks perencanaan strategis kuantitatif (QSPM) ..............................

24

8. Jumlah penduduk kecamatan Alalak tahun 2005.................................

36

9. Jumlah penduduk kecamatan Alalak menurut umur dan jenis kelamin

37

10. Jumlah penduduk kecamatan Alalak berdasarkan mata pencaharian ..

37

11. Jumlah penduduk kecamatan Alalak menurut tingkat pendidikan ......

38

12. Luas wilayah kecamatan Alalak berdasarkan pemanfaatan lahan.......

38

13. Jumlah dan jenis angkutan yang terdapat di kecamatan Alalak...........

39

14. Sarana sosial yang terdapat di kecamatan Alalak ................................

40

15. Jenis dan jumlah vegetasi mangrove di setiap stasiun .........................

41

16. Indeks nilai penting vegetasi mangrove di TWA Pulau Kembang ......

42

17. Jenis fauna ekosistem mangrove di TWA Pulau Kembang .................

44

18. Hasil analisa kualitas air di kawasan TWA Pulau Kembang...............

45

19. Daya dukung ruang untuk kegiatan ekowisata di TWA Pulau Kembang ..............................................................................................

49

20. Profil finansial proyek pembangunan resort wisata di TWA Pulau Kembang ..............................................................................................

52

21. Tingkat kepentingan faktor eksternal dalam strategi pengelolaan kawasan ekowisata Pulau Kembang ....................................................

71

22. Penentuan bobot faktor eksternal dalam strategi pengelolaan kawasan ekowisata Pulau Kembang ...................................................................

72

23. Matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) ..............................................

72

24. Tingkat kepentingan faktor internal dalam strategi pengelolaan kawasan ekowisata Pulau Kembang ....................................................

75

25. Penentuan bobot faktor internal dalam strategi pengelolaan kawasan ekowisata Pulau Kembang ...................................................................

75

26. Matriks evaluasi faktor internal (EFI)..................................................

76

27. Matriks SWOT .....................................................................................

77

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema kerangka pemikiran rencana strategi pengelolaan TWA Pulau Kembang ..............................................................................................

3

2. Peta lokasi TWA Pulau Kembang .......................................................

14

3. Skema pendekatan studi pengelolaan TWA Pulau Kembang..............

15

4. Komposisi mangrove di TWA Pulau Kembang. .................................

40

5. Karakteristik umur masyarakat ............................................................

53

6. Karakteristik pendidikan masyarakat...................................................

53

7. Karakteristik pekerjaan masyarakat .....................................................

54

8. Persepsi masyarakat terhadap kondisi lingkungan Pulau Kembang ....

54

9. Persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana di Pulau Kembang ..............................................................................................

56

10. Keterlibatan (a), Alokasi waktu (b), Alasan keterlibatan (c) dan Jenis usaha (d) masyarakat dalam kegiatan ekowisata di Pulau Kembang ..

57

11. Tingkat pengetahuan masyarakat lokal (a) dan Sumber informasi (b) tentang TWA Pulau Kembang .............................................................

58

12. Karakteristik umur ekowisatawan........................................................

58

13. Jenis pekerjaan ekowisatawan Pulau Kembang...................................

59

14. Karakteristik daerah asal ekowisatawan Pulau Kembang ...................

59

15. Tingkat pendapatan ekowisatawan Pulau Kembang............................

60

16. Persepsi ekowisatawan terhadap lingkungan, sarana dan prasarana di Pulau Kembang ....................................................................................

63

17. Pengalaman (a) dan frekuensi berkunjung (b) ke TWA Pulau Kembang

64

18. Jenis kegiatan yang dilakukan oleh ekowisatawan..............................

64

19. Pendamping (a) dan Lama berkunjung (b) ke TWA Pulau Kembang .

65

20. Pengeluaran ekowisatawan saat berkunjung ke Pulau Kembang ........

65

21. Jumlah ekowisatawan TWA Pulau Kembang periode 2000 - 2005 ....

66

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Daftar jenis flora yang terdapat di TWA Pulau Kembang...................

87

2. Daftar jenis fauna yang terdapat di TWA Pulau Kembang .................

88

3. Hasil pengamatan vegetasi mangrove di kawasan TWA Pulau Kembang. .............................................................................................

89

4. Hasil analisa kualitas air di sekitar kawasan TWA Pulau Kembang ...

91

5. Kondisi sarana dan prasarana di areal pengusahaan pariwisata alam CV. Sinar Kencana di TWA Pulau Kembang......................................

92

6. Data karakteristik masyarakat dan keterlibatan responden masyarakat dan pengunjung di kawasan TWA Pulau Kembang ............................

93

7. Kuesioner untuk masyarakat dan pengunjung kawasan TWA Pulau Kembang ..............................................................................................

101

8. Profil kawasan wisata di Propinsi Kalimantan Selatan........................

105

9. Profil wisata sejarah dan budaya di Propinsi Kalimantan Selatan.......

106

10. Jumlah pengunjung TWA Pulau Kembang periode 2000 - 2005 ........

107

11. Kondisi kawasan TWA Pulau Kembang ............................................

108

12. Perhitungan daya dukung lingkungan berbagai jenis kegiatan ekowisata di TWA Pulau Kembang......................................................................

110

13. Rencana biaya pembangunan resort wisata alam di TWA Pulau Kembang ..............................................................................................

113

14. Perhitungan proyek pembangunan resort wisata di TWA Pulau Kembang ..............................................................................................

114

15. Peta Kawasan Konservasi di Propinsi Kalimantan Selatan .................

115

16. Analisis QSPM Taman Wisata Alam Pulau Kembang ........................

116

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Ekosistem pesisir merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat, bahkan sebagian besar telah dimanfaatkan bagi pembangunan sosial dan ekonomi di Indonesia. Laju pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan yang semakin pesat telah memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan, salah satunya adalah dari sektor pariwisata. Saat ini, kegiatan pariwisata massal hanya mementingkan jumlah wisatawan dalam jumlah besar tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan sehingga menyebabkan degradasi lingkungan, seperti adanya pencemaran perairan akibat limbah dari kegiatan pariwisata serta rusaknya ekosistem pesisir khususnya ekosistem dan habitatnya akibat dari perilaku pengunjung yang tidak terkontrol. Apabila hal ini berlangsung terus, maka sumberdaya yang menjadi obyek wisata akan rusak dan daya tariknya menjadi hilang. Selanjutnya hal ini dapat menyebabkan

penurunan

jumlah

wisatawan

yang

berkunjung

sehingga

pemerintah, investor dan masyarakat setempat tidak dapat lagi mengambil manfaat dari sektor pariwisata. Untuk

melindungi

dan

melestarikan

sumberdaya

pesisir

tersebut,

pemerintah melakukan berbagai upaya perlindungan diantaranya dengan menetapkan kawasan-kawasan konservasi yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Dalam kawasan konservasi tersebut perlu dikembangkan suatu bentuk kegiatan alternatif bagi masyarakat yang hidup di sekitar kawasan konservasi sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir. Salah satu bentuk kegiatan alternatif yang dapat dikembangkan adalah melalui program ekowisata, yaitu kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan. Ekowisata merupakan salah satu model pembangunan pariwisata yang cenderung tidak merusak lingkungan karena mempertimbangkan kesesuaian daya dukung kawasan, melindungi sumberdaya ekosistem, memberikan manfaat rekreatif dan edukatif bagi para wisatawan, memberikan manfaat ekonomi yang digunakan

2

untuk biaya pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi, serta menyediakan peluang usaha bagi masyarakat lokal dalam pelaksanaannya. Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Kembang merupakan salah satu kawasan konservasi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 780/Kpts/Um/12/1976. TWA Pulau Kembang memiliki luas 60 hektar dan terletak di sungai Barito, kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Pulau dengan ciri ekosistem mangrove ini merupakan salah satu obyek wisata ya ng menarik, karena memiliki karakteristik yang unik yaitu terletak di tengah-tengah sungai Barito dengan panorama alam yang indah serta potret budaya sehari-hari masyarakat pesisir seperti kegiatan nelayan tradisio nal, pasar terapung, rumah lanting dan lain- lain. Berdasarkan hal tersebut, TWA Pulau Kembang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daerah alternatif tujuan wisata.

1.2. Perumusan Masalah Kegiatan pariwisata yang dilaksanakan di TWA Pulau Kembang diduga merupakan salah satu penyebab meningkatnya degradasi sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan perairan oleh limbah padat dan cair. Hal ini dapat terjadi baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia melalui kegiatan pengelolaan kawasan wisata yang tidak sesuai dengan konsep yang telah ditetapkan. Di samping itu, adanya sejumlah pabrik (plywood, minyak kelapa, karet), pelabuhan muat batubara, pelabuhan transportasi laut Trisakti, pemukiman penduduk serta berbagai permasalahan lain seperti rendahnya kualitas sumberdaya manusia, lemahnya penegakan hukum, kurangnya koordinasi antar instansi pusat dan daerah serta minimnya infrastruktur penunjang kegiatan wisata menjadi faktor penghambat lainnya dalam usaha pengembangan TWA Pulau Kembang. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu segera diatasi, karena apabila dibiarkan terus menerus akan menimbulkan dampak yang semakin kompleks dan sumberdaya wisata dapat kehilangan daya tariknya. Melalui penelitian ini dilakukan identifikasi untuk melihat potensi dan permasalahan TWA Pulau Kembang melalui pendekatan studi pengelolaan ekowisata. Berikut skema kerangka pemikiran rencana strategi pengelolaan TWA Pulau Kembang.

3

Taman Wisata Alam Pulau Kembang

Potensi Sumberdaya Alam:

Potensi Sumberdaya Manusia:

• Habitat mangrove

• Aktivitas ekonomi lokal

• Fauna mangrove

• Budaya masyarakat lokal

Aktivitas wisata Menimbulkan dampak

Analisis dampak

Alternatif strategi pengelolaan TWA Pulau Kembang

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran rencana strategi pengelolaan TWA Pulau Kembang

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengkaji masalah yang timbul dalam kegiatan pariwisata di TWA Pulau Kembang, meliputi aspek sumberdaya alam, pengunjung, pemandu wisata, masyarakat, pengelola dan pemerintah. 2. Memformulasikan altenatif penanganan masalah dalam kerangka rencana pengembangan ekowisata di TWA Pulau Kembang.

1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum kepada pihak pengelola kawasan TWA Pulau Kembang dan Pemerintah Daerah setempat mengenai prospek pengelolaan dan pengembangan ekowisata di TWA Pulau Kembang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepariwisataan 2.1.1. Pariwisata dan Ekowisata Pariwisata diartikan sebagai seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke suatu tempat dan tinggal di tempat tersebut dalam jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk besantai (leisure), bisnis dan berbagai maksud lain (Agenda 21, 1992). Menurut UU Kepariwisataan No. 9 Tahun 1990 pasal 1 (5), pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha wisata seperti kegiatan yang menye lenggarakan jasa wisata, mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata serta usaha-usaha lain yang terkait di bidangnya. Pariwisata yang menyangkut perjalanan ke kawasan alam yang secara relatif belum terganggu dengan tujuan untuk mengagumi, meneliti dan menikmati pemandangan alam yang indah, tumbuh-tumbuhan serta binatang liar maupun kebudayaan yang dapat ditemukan di sana disebut ekowisata (Ceballos dan Lascurian, 1991 dalam Wall, 1995 dalam Yulianda 2007). Ekowisata memiliki tiga konsep dasar, yaitu menyatukan dan menyeimbangkan beberapa konflik secara objektif, melindungi sumberdaya alam, serta memberikan keuntungan dalam bidang ekonomi kepada masyarakat lokal (Anonymo us, 2005). Choy dan Heilbronn (1996) merumuskan lima faktor batasan yang mendasari penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu: 1. Lingkungan: ekowisata bertumpu pada keaslian lingkungan alam dan budaya. 2. Masyarakat: ekowisata bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat di sekitar kawasan. 3. Pendidikan dan pengalaman: ekowisata dapat meningkatkan pemahaman kepada pengunjung dan masyarakat tentang lingkungan alam dan budaya. 4. Berkelanjutan: ekowisata dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. 5. Manajemen: ekowisata harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam dan budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasi yang akan datang.

5

2.1.2. Ekowisata Pesisir dan Bahari Ekowisata pesisir dan bahari adalah bagian dari wisata lingkungan (ecotourism). Wisata ini merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berlandaskan pada daya tarik kelautan dan terjadi di lokasi atau kawasan yang didominasi perairan dan kelautan. Daya tarik tersebut mencakup keanekaragaman hayati, ekosistem pesisir yang memiliki karakteristik yang unik dan aktivitas yang dilakukan di perairan seperti memancing, menyelam, dayung, upacara adat yang dilakukan di laut serta budaya kehidupan masyarakat pesisir. Dalam Anonymous (2005) terdapat beberapa kegiatan yang dapat digolongkan sebagai kegiatan ekowisata di pesisir dan bahari, antara lain: 1. Konservasi Konservasi adalah perlindungan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati secara bijaksana, untuk menjamin agar keuntungan tidak hanya diperoleh sekarang, tetapi juga tersedia untuk jangka waktu panjang. Ekowisata merupakan salah satu alat yang digunakan dalam konservasi. 2. Pengamatan burung (birdwatching) Birdwatching merupakan suatu kegiatan pengamatan burung liar pada habitatnya yang asli seperti pada daerah ekosistem mangrove. Tujuannya untuk memperkenalkan peran satwa liar, dimana burung liar dapat menjadi indikator kualitas suatu lingkungan. 3. Pengamatan penyu (turtle watching) Kegiatan turtle watching bermuara pada kegiatan konservasi penyu. Hal ini dilakukan

karena

penyu

dikategorikan

sebagai

satwa

langka

dan

keberadaannya di Indonesia dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Kegiatan turtle watching ini dimulai dari pencarian dan pengumpulan telur-telur penyu, penetasan, sampai pemeliharaan. 4. Menyelam (diving/snorkling) Kegiatan ekowisata juga meliputi aktivitas diving/snorkling, sejalan dengan kegiatan konservasi terumbu karang, dalam rangka mempertahankan habitat dan biota kelautan di suatu kawasan.

6

5. Fotografi (photo hunting) Kegiatan fotografi juga berlaku bagi jenis wisata selain wisata bahari. Namun selama melakukan ekowisata, kegiatan ini bertambah porsi kesulitannya. Dari mulai obyek foto landscape atau pemandangan alam, makro, sampai underwater photography bagi penikmat diving atau snorkling.

2.2. Sumberdaya Ekosistem Pesisir Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan (ekosistem) pesisir dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir ada yang secara terus menerus tergenangi air dan ada pula yang hanya sesaat. Berdasarkan sifat ekosistem, ekosistem pesisir dapat bersifat alamiah (natural) atau buatan (manmade). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain terumbu karang (coral reef), hutan mangrove (mangrove forest), padang lamun (seagrass beds), rumput laut (seaweed), pantai berpasir (sandy beach), estuaria, pulau-pulau kecil dan lain- lain. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al., 2004). Berdasarkan hasil survei dari Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Kalimantan Selatan, Kabupaten Barito Kuala memiliki sumberdaya ekosistem pesisir antara lain ekosistem mangrove, estuaria, pulau-pulau kecil dan ekosistem buatan (manmade ecosystem). 1. Hutan mangrove (mangrove forest) Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara sungai yang besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Sedangkan di wilayah pesisir yang tidak terdapat muara sungai, hutan mangrove pertumbuhannya tidak optimal. Daerah persebaran mangrove di Indonesia pada umumnya terdapat di Pantai Timur Sumatra, Kalimantan, Pantai Utara Jawa dan Papua (Dahuri et al., 2004).

7

Ekosistem mangrove mempunyai fungsi ekologis, sosial-ekonomi dan sosial budaya cukup penting untuk mendukung kehidupan masyarakat di wilayah pesisir. Secara umum fungsi yang menonjol dari ekosistem mangrove menurut Bengen (1999) adalah sebagai berikut: a. Fungsi lingk ungan yaitu sebagai peredam gelombang, pencegah abrasi, penahan badai, angin taufan, tsunami, perangkap sedimen dan penyerap limbah serta mencegah intrusi air laut. Juga memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai penyedia nutrien bagi berbagai fauna laut dan estuaria yang bersifat filter feeder dan pemakan detritus, tempat pemijahan (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground) serta tempat mencari makan (feeding ground) bagi berbagai jenis biota air. b. Fungsi ekonomis penting terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku untuk membuat arang, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan dan pembuatan bubur kertas (pulp), peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil, penghasil sumber makanan dan minuman. Disamping itu ekosistem mangrove berfungsi sebagai pemasok larva ikan, udang dan biota laut serta sebagai kawasan ekowisata. 2. Estuaria Estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup yang berhubungan langsung dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Contoh dari estuaria adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang surut. Estuaria mempunyai peran ekologis penting sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation), penyedia habitat bagi sejumlah biota perairan, sebagai tempat berlindung, tempat mencari makan (feeding ground), tempat bereproduksi dan atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang (Bengen, 2001). Parameter lingkungan utama untuk ekosistem estuaria adalah aliran air sungai seperti limbah, toksikan, sedimen dan nutrien dan sifat-sifat fisik air seperti pasang surut air laut dan gelombang (Dahuri et al., 2004).

8

3. Pulau-pulau kecil Pulau kecil adalah pulau yang mempunyai luas area kurang dari atau sama dengan 10.000 km2 atau lebarnya kurang dari 10 km (Bengen, 2001). Selanjutnya didalam Bengen (2001) dijelaskan bahwa pulau kecil memiliki karakteristik biofisik yang menonjol, antara lain: a. Terpisah dari habitat pulau induk sehingga bersifat insular atau terisolasi. b. Sumberdaya air tawar terbatas, dimana daerah tangkapan airnya relatif kecil. c. Peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, misalnya badai dan gelombang besar, serta pencemaran. d. Memiliki sejumlah spesies endemik yang bernilai ekologis tinggi. Pulau-pulau kecil yang terdapat di perairan muara Sungai Barito Propinsi Kalimantan Selatan adalah Pulau Kembang yang berstatus Taman Wisata Alam, Pulau Kaget dan Pulau Temburung yang berstatus Cagar Alam serta Pulau Bodok (Colijn, 2001). 4. Ekosistem buatan (manmade) di wilayah pesisir Ekosistem buatan (manmade) yang terdapat di wilayah pesisir Kabupaten Barito Kuala Propinsi Kalimantan Selatan yang mengelilingi TWA Pulau Kembang antara lain berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan industri (kayu lapis, penggergajian kayu, lem, minyak kelapa) dan kawasan pemukiman (Soendjoto, 2002).

2.3. Pemanfaatan dan Permasalahan Potensial Ekosistem Pesisir 2.3.1. Pemanfaatan Potensial Ekosistem Pesisir Berikut ini beberapa pemanfaatan sumberdaya ekosistem pesisir, yaitu: 1. Pemanfaatan hutan mangrove Dari segi pemanfaatan, Inoue et al. (1999) dalam Bahar (2004) menyatakan bahwa mangrove sebagai suatu ekosistem hutan pada umumnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan tidak langsung sebagai berikut: Ø Manfaat langsung merupakan manfaat yang secara langsung dapat dirasakan kegunaannya dan nilainya dapat dikuantifikasikan untuk pemenuhan kebutuhan manusia, yaitu:

9

a. Bentuk hasil produksi: kayu mangrove dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar (fuel wood), bahan baku arang (charcoal), bahan konstruksi, bahan baku kertas, bahan untuk alat keperluan perikanan tangkap dan pertanian. Buah dan daun beberapa jenis mangrove (Bruguiera gymnorrhyza dan Sonneratia caseolaris) dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan dan bahan makanan. Kulit dan getahnya digunakan sebagai pewarna tekstil. b. Bentuk jasa (environmental services): pemanfaatan yang sedang menanjak dan bisa diimplementasikan pada tingkat masyarakat adalah jasa sumberdaya dan lingkungan untuk rekreasi dan ekowisata. Ø Manfaat tidak langsung merupakan pemanfaatan yang tidak konsumtif terhadap sumberdaya termasuk jasa-jasa yang disediakan oleh ekosistem mangrove tanpa menyebabkan kerusakan atau menghilangkan sebagian dari ekosistem tersebut, seperti pengatur iklim mikro (climate regulator), tempat sarana pendidikan dan penelitian dan lain- lain. 2. Pemanfaatan estuaria Secara umum estuaria dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi, serta sebagai pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2001). 3. Pemanfaatan pulau-pulau kecil Pemanfaatan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari dapat terwujud apabila memenuhi tiga persyaratan ekologis, yaitu (a) Keharmonisan spasial (b) Kapasitas asimilasi atau daya dukung lingkungan dan (c) Pemanfaatan potensi sesuai daya dukungnya. Secara garis besar, pemanfaatan pulau kecil antara lain sebagai penyedia jasa-jasa lingkungan (environmental services) yaitu sebagai tempat kawasan wisata alam berbasis lingkungan (ekowisata), sebagai sumber keanekaragaman hayati biota, tempat pemukiman atau tempat persinggahan. Menurut Hein (1990) dalam Dahuri (1998), secara garis besar terdapat tiga pilihan pola pembangunan yang dapat diterapkan untuk pemanfaatan ekosistem pulau-pulau kecil, yaitu: 1. Menjadikan pulau sebagai kawasan konservasi, sehingga dampak negatif penting akibat kegiatan manusia dapat ditekan seminimal mungkin.

10

2. Pembangunan pulau secara optimal dan berkelanjutan, seperti untuk pertanian dan perikanan yang semi- intensif. 3. Pola pembangunan dengan intensitas tinggi yang mengakibatkan perubahan radikal pada ekosistem pulau, seperti pertambangan skala besar, tempat uji coba nuklir dan industri pariwisata berorientasi pada lingkungan. 2.3.2. Permasalahan Potensial Ekosistem Pesisir Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, dll), maka tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, baik secara langs ung (misalnya kegiatan konversi lahan) maupun tidak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan) (Bengen, 2001). Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir meliputi: 1. Sedimentasi dan pencemaran Kegiatan pembukaan lahan atas dan pesisir untuk pertanian, pertambangan dan pengembangan kota merupakan sumber beban sedimen dan pencemaran ekosistem pesisir dan laut. Pembukaan lahan atas sebagai bagian dari kegiatan pertanian telah meningkatkan limbah pertanian, baik padat maupun cair yang masuk ke perairan pesisir melalui aliran sungai. Limbah cair yang mengandung nitrogen dan fosfor berpotensi menimbulkan keadaan lewat subur (eutrofikasi) yang merugikan ekosistem pesisir (Bengen, 2001). Selain limbah pertanian, sampah-sampah padat rumah tangga dan perkotaan juga merupakan sumber pencemar ekosistem pesisir dan laut yang sulit dikontrol, sebagai akibat dari perkembangan pemukiman yang pesat. Sumber pencemaran lain di wilayah pesisir dan laut dapat berasal dari kegiatan seperti kegiatan transportasi yang dapat menyebabkan pencemaran minyak, kegitan pertambangan emas yang dapat menimbulkan pencemaran logam berat yang sangat berbahaya seperti raksa (Hg), sianida (Si) dan lain- lain (Bengen, 2001).

11

2. Degradasi fisik habitat Kerusakan fisik habitat wilayah pesisir dan lautan di Indonesia mengakibatkan penurunan kualitas ekosistem. Hal ini terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang dan rumput laut. Adapun permasalahan yang menyebabkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove menurut Dahuri et al., (2004) antara lain: a. Konversi kawasan hutan mangrove menjadi berbagai peruntukan lain seperti tambak, pemukiman, dan kawasan industri secara tidak terkendali. b. Belum ada kejelasan tata ruang dan rencana pengembangan wilayah pesisir, sehingga banyak terjadi tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan mangrove untuk berbagai kegiatan pembangunan. c. Penebangan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan dan kegunaan lainnya melebihi kemampuan untuk pulih (renewable capacity). d. Pencemaran akibat buangan limbah minyak, industri dan rumah tangga. e. Sedimentasi akibat pengelolaan kegiatan lahan atas yang kurang bijak. f. Data dan informasi tentang hutan magrove masih terbatas, sehingga belum dapat mendukung kebijakan atau program penataan ruang, pembinaan dan pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan (on a sustainable basis).

2.4. Pengelolaan dan Perencanaan Pengembangan Ekowisata Pesisir 2.4.1. Pengeloaan Ekowisata Pesisir Melihat karakteristik ekosistem di kawasan pesisir yang kompleks dan saling terkait satu sama lain, maka pengeloaan ekowisata harus mengikuti kaidahkaidah lingkungan dan berdasarkan pada prinsip keterpaduan. Pengelolaan ekowisata pesisir secara terpadu dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktivitas pengelolaan yang terdiri dari dua atau lebih sektor yang terkait. Keterpaduan juga dapat diartikan sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan di wilayah pesisir dan lautan yang meliputi pengumpulan dan analisa data, perencanaan, implementasi dan pengawasan (Sorensen and Mc Creary dalam Dahuri et al., 2004). Pengelolaan ekowisata pesisir merupakan konsep pengelolaan yang memprioritaskan pada kelestarian dan memanfaatkan sumberdaya alam dan budaya masyarakat. Konsep pengelolaan ekowisata tidak hanya berorientasi pada

12

keberlanjutan tetapi lebih daripada itu yaitu mempertahankan nilai sumberdaya alam dan manusia. Agar nilai- nilai tersebut terjaga maka pengusahaan ekowisata tidak melakukan eksploitasi pada sumberdaya alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan budaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan fisik, pengetahuan dan psikologis pengunjung. Dengan demikian ekowisata bukan menjual tempat atau kawasan melainkan menjual filosofi. Hal ini membuat ekowisata mempunyai nilai lestari dan tidak akan mengenal kejenuhan pasar (Yulianda, 2007). 2.4.2. Perencanaan Pengembangan Ekowisata Pesisir Suatu wilayah bila akan dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata membutuhkan strategi perencanaan yang baik, komprehensif, dan terintegrasi, sehingga dapat mencapai sasaran yang diinginkan dan dapat meminimalkan munculnya dampak-dampak negatif, baik dari sudut pandang ekologis, ekonomis maupun sosial budaya dan hukum (Bahar, 2004). Menurut Gunn (1994) dalam Yahya

(1999),

perencanaan

pengembangan

ekowisata

ditentukan

oleh

keseimbangan potensi sumberdaya dan jasa yang dimiliki serta minat ekowisatawan. Komponen penawaran terdiri dari atraksi (potensi keindahan alam, budaya serta bentuk aktivitas wisata), aksesibilitas (transportasi dan komunikasi), akomodasi, pelayanan, informasi dan promosi. Sedangkan komponen permintaan terdiri dari pasar wisata dan motivasi wisatawan. Meskipun pasar sangat menentukan pengembangan ekowisata namun konsep pengelolaan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar ekowisata. Melihat sifat sumberdaya pesisir dan lautan sangat rentan dan dibatasi oleh daya dukung, maka pengembangan pasar yang dilakukan menggunakan pendekatan product driven, yaitu disesuaikan dengan potensi, sifat, perilaku obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya yang tersedia, seperti in situ, tidak tahan lama (perishable), tidak dapat pulih (non recoverable) dan tidak tergantikan (non substitutable) diusahakan untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya (Yulianda, 2007). Adapun proses perencanaan pengembangan wisata menurut Yoety (1997) dapat dilakukan dalam lima tahap, yaitu: 1. Melakukan inventarisasi fasilitas yang tersedia dan potensi yang dimiliki

13

2. Melakukan penaksiran (assesment) terhadap pasar wisata nasional dan internasional, dan memproyeksikan aliran atau lalu lintas wisatawan 3. Memperhatikan analisis berdasarkan keunggulan daerah (region) secara komparatif

dan

kompetitif,

sehingga

dapat

diketahui

daerah

yang

permintaannya lebih besar daripada persediaannya 4. Melakukan perlindungan terhadap sumberdaya alam dan budaya yang dimiliki 5. Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal. Dalam Hidayati et al. (2003) dijelaskan bahwa pengembangan ekowisata dapat optimal tergantung tiga faktor kunci, yaitu: 1. Faktor internal meliputi potensi daerah, pengetahuan operator wisata tentang keadaan daerah (budaya dan alam) dan pengetahuan tentang pelestarian lingkungan serta partisipasi penduduk lokal terhadap pengelolaan ekowisata. 2. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar, meliputi kesadaran wisatawan akan kelestarian lingkungan, kegiatan penelitian dan pendidikan di lokasi ekowisata yang memberi kontribusi terhadap kelestarian lingkungan dan penduduk lokal. 3. Faktor struktural adalah faktor yang berkaitan dengan kelembagaan, kebijakan, perundangan dan peraturan tentang penge lolaan ekowisata baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di zona pemanfaatan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam dijelaskan bahwa pengusahaan pariwisata alam bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan keunikan dan keindaha n alam di zona pemanfaatan kawasan konservasi. Adapun jenis usaha yang dikembangkan seperti: a. Jenis-jenis usaha pariwisata alam meliputi: akomodasi (bumi perkemahan, cottage, karavan, penginapan), makanan dan minuman, sarana wisata tirta, angkutan wisata, cinderamata (souvenir) dan sarana wisata budaya. b. Usaha pariwisata alam diselenggarakan dengan persyaratan sebagai berikut: •

Luas kawasan yang dimanfaatkan untuk pariwisata alam maksimum 10% dari zona pemanfaatan Taman Wisata Alam yang bersangkutan;

Bentuk bangunan bergaya arsitektur budaya setempat;

Tidak mengubah bentang alam yang ada.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan TWA Pulau Kembang, Banjarmasin, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan dan ruang lingkup yang diteliti mencakup TWA Pulau Kembang dan sepanjang Sungai Barito (Gambar 2). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2005. Penelitian terdiri atas tiga tahap. Ta hap pertama dilakukan survei untuk menentukan metode pengumpulan data dan perencanaan analisa data. Tahap kedua adalah melakukan pengumpulan data dan informasi tentang kawasan melalui studi literatur dan survei lapang (laporan penelitian, studi-studi terkait, penyebaran kuesioner, wawancara, observasi, dan dokumentasi). Tahap ketiga adalah pengolahan data.

Gambar 2. Peta lokasi TWA Pulau Kembang

15

3.2. Pendekatan Studi Penyusunan konsep pendekatan studi ini pada dasarnya merupakan kegiatan identifikasi dan kajian yang dilakukan secara bertahap terhadap data, informasi dan isu yang berkaitan dengan pengelolaan TWA Pulau Kembang. Skema pendekatan studi dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. TWA Pulau Kembang

SDA (Biofisik): • Karakteristik • Potensi • Pemanfaatan

SDM (Sosbud): • Masyarakat • Pengunjung • Pemerintah • Pengelola

Infrastruktur: • Inventarisasi • Jumlah • Kondisi • Penyebaran

Kebijakan-kebijakan: • Peraturan perundangan • Ketentuan pengelolaan • Pedoman-pedoman • Instansi Pengelola

Identifikasi Isu dan Permasalahan

Analisa Data: • Analisa komunitas mangrove • Analisa kualitas air • Analisa daya dukung lingkungan • Analisa potensi ekonomi kawasan • Analisis strategis

Strategi Pengembangan TWA Pulau Kembang

Pola Pengelolaan TWA Pulau Kembang

Gambar 3. Skema pendekatan studi pengelolaan TWA Pulau Kembang

3.3. Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai macam sumber, yaitu melalui observasi langsung di lapangan, wawancara dengan instansi terkait, daftar pertanyaan terstruktur (structured questionnaire), studi pustaka dan dokumentasi (Tabel 1).

16

Tabel 1. Jenis, sumber data, alat dan bahan dalam penelitian Data Data fisika - kimia: • Suhu udara • Curah hujan • Tofografi lahan • Jenis substrat • Kualitas air Data biologi: • Vegetasi mangrove • Ikan • Moluska (shellfish ) • Burung Sosial, ekonomi dan budaya: • Demografi • Persepsi & partisipasi masyarakat • Adat/budaya dan keagamaan • Kondisi pariwisata • Kondisi perikanan • Kebijakan pengelola

Jenis

Sumber Data

Alat dan Bahan

Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder

BMG Banjarmasin BMG Banjarmasin Publikasi Publikasi BTKL Banjarbaru

Alat tulis, bahan pustaka

Primer/sekunder Primer/sekunder Primer/sekunder Primer/sekunder

Insitu/Studi pustaka Insitu/Publikasi In situ/Publikasi In situ/Publikasi

Tali rafia, meteran, kompas, buku identifikasi lapang, data sheet, kamera, alat tulis, peta, binokuler

Sekunder Primer Sekunder Sekunder Sekunder Primer/sekunder

BPS Banjarmasin Wawancara, observasi, kuesioner Dinas Pariwisata Dinas Pariwisata Dinas Perikanan Wawancara/studi pustaka

Tape recorder, alat tulis, kuesioner, bahan pustaka

3.3.2. Teknik Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan untuk mengetahui kondisi umum TWA Pulau Kembang. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. 1. Pengambilan data parameter fisika dan kimia Pengambilan data parameter fisika kimia berupa suhu udara, curah hujan, tofografi lahan, jenis substrat, dan kualitas air dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui publikasi dan berbagai instansi terkait antara lain: BMG Banjarmasin dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Banjarbaru. 2. Pengukuran parameter biologi (mangrove) Pengambilan data mangrove dilakukan pada daerah intertidal dengan tiga stasiun penga matan. Setiap stasiun terdiri atas 3 plot sebagai ulangan. Penentuan stasiun ini dilihat berdasarkan karakteristik yang dimiliki daerah pengamatan dengan arah penentuan stasiun adalah tegak lurus garis pantai. Masing- masing plot ulangan dalam stasiun berukuran 10 m x 10 m. Pada plot ukuran 10 x 10 m dilakukan penghitungan jumlah pohon atau tegakan dan pengukuran keliling lingkar batang pohon. Di dalam plot tersebut dibuat petak berukuran 5 m x 5 m untuk menghitung jumlah anakan dan pengukuran keliling lingkar batang anakan dan petak yang berukuran 1 x 1 m untuk menghitung jumlah semai.

17

Pengambilan data fauna mangrove (ikan, moluska dan burung) dilakukan dengan mencatat ciri-ciri setiap jenis yang ditemukan di Pulau Kembang kemudian mencocokannya dengan buku identifikasi lapangan serta melalui publikasi tentang TWA Pulau Kembang. 3. Pengambilan data sosial dan ekonomi • Data demografi Data yang diambil berupa data jumlah, kepadatan, umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan penduduk di sekitar TWA Pulau Kembang. Data diperoleh melalui wawancara langsung dengan penduduk lokal dan BPS Banjarmasin. • Persepsi dan partisipasi masyarakat dan ekowisatawan Data yang diambil berupa persepsi dan partisipasi masyarakat lokal dan ekowisatawan tentang TWA Pulau Kembang. Data dik umpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara, observasi langsung dan kuesioner. • Adat/budaya, keagamaan dan kondisi pariwisata Data diperoleh dari Dinas Pariwisata Propinsi Kalimantan Selatan. • Kondis i perikanan Data diperoleh dari Dinas Perikanan Propinsi Kalimantan Selatan. • Kebijakan pengelola Data diperoleh dari hasil studi pustaka dan wawancara terhadap instansi pengelola TWA Pulau Kembang antara lain Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Banjarbaru yang mengawasi pengelolaan TWA secara keseluruhan dan CV. Sinar Kencana yang memperoleh hak Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) di TWA Pulau Kembang.

3.4. Analisa Data 3.4.1. Kondisi Ekosistem Mangrove Menurut Brower dan Zar (1977), kondisi ekosistem mangrove dapat diketahui dengan menghitung kerapatan jenis (Di), kerapatan relatif jenis (RDi), frekuensi jenis (Fi), frekuensi relatif jenis (Fri), penutupan jenis (Ci), penutupan relatif (RCi) dan important value atau indeks nilai penting (IV/INP) yang diformulasikan sebagai berikut.

18

1. Kerapatan jenis (Di) dan kerapatan relatif jenis (RDi) Kerapatan jenis atau density (Di) adalah jumlah individu jenis i dalam Di =

suatu unit area : Keterangan : Di

ni A

= Kerapatan jenis i

ni

= Jumlah total tegakan dari jenis i

A

= Luas total area pengambilan contoh/petak contoh

Relative species density atau kerapatan relatif jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis i (ni ) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (Σn) :     n RDi =  n i  x100 %    ∑ n  i=1 

Keterangan : RDi

= Kerapatan Relatif

ni

= Kerapatan jenis ke- i

Σn

= Kerapatan seluruh jenis

2. Frekuens i (Fi) dan frekuensi relatif (RFi) Frekuensi (Fi) merupakan peluang ditemukannya suatu jenis i dalam petak contoh/plot yang diamati : Fi =

pi n

p

i=1

Keterangan : Fi

= Frekuensi jenis i

pi

= Jumlah petak contoh/plot dimana ditemukan jenis ke- i

Σp

= Jumlah total petak contoh/plot yang diamati

Relative species frequency atau frekuensi relatif jenis adalah perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (ΣF) :   RFi =   

Keterangan : RFi

  Fi  n  x 100 % F  ∑ i=1 

= Frekuensi Relatif

Fi

= Frekuensi jenis ke-i

ΣF

= Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis

19

3. Penutupan jenis (Ci) dan penutupan relatif (RCi) Penutupan (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area dengan

∑ BA

Ci =

rumus berikut :

A

Keterangan : Ci = Penutupan jenis BA = π

d2 (d = diameter batang; π (3,1416) = konstanta) 4

A = Luas total area pengambilan contoh Penutupan relatif jenis adalah perbandingan antara luas areal penutupan jenis i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis (ΣC) : RCi

Keterangan : RCi

  =    

   x 100 %  C  

Ci n

i =1

= Penutupan relatif

Ci

= Penutupan jenis ke- i

ΣC

= Penutupan total untuk seluruh jenis

4. Importance Value (IV) atau Indeks Nilai Penting Importance Value (IV) atau Indeks Nilai Penting adalah jumlah dari nilai kerapatan relatif jenis (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi) dan penutupan relatif jenis (RCi), dengan rumus : IV = RDi + RFi + RCi Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 - 300. Nilai penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove. 3.4.2. Analisa Kualitas Air Data kualitas air yang diperoleh dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Banjarbaru meliputi DO, pH, kekeruhan, suhu, salinitas, TSS dan total coliform dibandingkan dengan standar baku mutu air laut untuk kegiatan wisata bahari berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51 tahun 2004. Hal ini bermanfaat untuk menentukan tingkat kelayakan kondisi perairan dalam mendukung pengembangan ekowisata di Pulau Kembang.

20

3.4.3. Analisa Daya Dukung Lingkungan Analisa daya dukung lingkungan ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan. Metode untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata yaitu dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (Yulianda, 2007). Perhitungan Daya Dukung Kawasan (DKK) dalam bentuk rumus:

DKK = K x

Lp Wt x Lt Wp

Dimana: DKK = Daya dukung kawasan K

= Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area

LP

= Luas/panjang area yang dapat dimanfaatkan

Lt

= Unit area untuk kategori tertentu

Wt

= Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari

Wp

= Waktu yang dihabiskan pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 1994 areal yang diizinkan untuk

dikembangkan adalah 10 % dari luas zona pemanfaatan, sehingga daya dukung kawasan konservasi dibatasi dengan “Daya Dukung Pemanfaatan” (DPP) yang ditentukan dengan rumus:

DPP = 0,1 x DKK Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian sumberdaya tetap terjaga (Tabel 2). Tabel 2. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis Kegiatan K (S Pengunjung) Unit Area (Lt) Keterangan Selam 2 1000 m2 Setiap 2 orang dalam 100 m x 10 m Snorkling 1 250 m2 Setiap 1 orang dalam 50 m x 5 m Wisata Lamun 1 250 m2 Setiap 1 orang dalam 50 m x 5 m Wisata Mangrove 1 50 m2 Dihitung panjang track, setiap 1 orang sepanjang 50 m Rekreasi Pantai 1 50 m2 1 orang setiap 50 panjang pantai Wisata Olah Raga 1 50 m2 1 orang setiap 50 panjang pantai

Sumber: Yulianda (2007)

21

Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskankan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata (Tabel 3). Tabel 3. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No.

Kegiatan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Selam Snorkling Berenang Berperahu Berjemur Rekreasi pantai Olah raga air Memancing Wisata mangrove Wisata lamun dan ekosistem lainnya Wisata satwa

Waktu yang dibutuhkan Wp(jam) 2 3 2 1 2 3 2 3 2 2 2

Total waktu 1 hari Wt(jam) 8 6 4 8 4 6 4 6 8 4 4

Sumber: Yulianda (2007)

Selain itu perhitungan daya dukung fisik (existing) juga diperlukan untuk mengetahui kapasitas daya tampung maksimum dari masing- masing fasilitas fisik yang tersedia dalam mengakomodasi ekowisatawan (Boullion, 1985 dalam Bengen, 2002). Daya dukung fisik ditentukan dengan rumus :

Daya dukung =

Luas kawasan yang digunakan oleh wisatawan Standar kenyamanan individu rata − rata

Standar daya dukung kegiatan wisata di kawasan konservasi berdasarkan jumlah wisatawan per hari per hektar disajikan pada Tabel 4 (WTO,1997 dalam Yahya, 1999). Tabel 4. Standar daya dukung kegiatan wisata di kawasan konservasi No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

8. 9.

Kegiatan Wisata Hutan wisata Taman wisata alam daerah pingiran Piknik kerapatan tinggi Piknik kerapan rendah Sport game Golf Aktivitas di perairan: • Memancing • Speed boat • Ski air Jalan-jalan (walking) Ski

Jumlah Wisatawan (orang/hari/ha) 15 15 – 70 300 – 600 60 – 200 100 – 200 10 – 15 5 – 30 5 – 10 5 – 15 40 100 (per Ha/jalur)

Sumber: WTO (1997) dalam Yahya (1999)

22

Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan obyek wisata yang akan dikembangkan (Yulianda, 2007). Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata mangrove adalah:

 Ni  IKW = ∑   x 100% N  maks  Dimana:

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata Ni

= Nilai parameter ke- i (Bobot x Skor)

Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata Kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove mempertimbangkan 5 parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove antara lain ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut dan obyek biota (Tabel 5). Tabel 5. Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori wisata mangrove No.

Parameter

Bobot

1. 2. 3. 4.

Ketebalan mangrove (m) Kerapatan mangrove (100 m2 ) Jenis mangrove Pasang surut (m)

5 4 4 3

5. Obyek biota

3

Kategori Kategori Kategori Kategori Skor Skor Skor Skor S1 S2 S3 N > 500 4 >200-500 3 50-200 2 < 50 1 >15-25 4 >10-15 3 5-10 2 <5 1 >5 4 3-5 3 1-2 2 0 1 0-1 4 >1-2 3 >2-5 2 >5 1 Ikan, udang, kepiting, Ikan, udang, Ikan, Salah satu moluska, 4 kepiting, 3 2 1 moluska biota air reptil, moluska burung

Sumber: Yulianda (2007)

3.4.4. Analisa Potensi Ekonomi Kawasan Secara ekonomis, suatu perencanaan pengembangan ekowisata harus memasukan perhitungan biaya dan manfaat dari pengembangan ekowisata. Dalam perhitungan biaya dan manfaat (benefit cost analysis) tidak hanya menjelaskan keuntungan ekonomis yang akan diterima oleh pihak pengelola, namun juga biaya yang harus ditanggung oleh pengelola seperti biaya konservasi atau presevasi lingkungan (Hidayati et al., 2003). Jangka waktu yang diperhitungkan dalam perhitungan bervariasi sesuai dengan kesepakatan semua stakeholders terkait.

23

Benefit cost analysis menggunakan kriteria nilai yang berlaku sekarang (present value) untuk mengatur atau mengelola biaya dan manfaat ekonomis yang diperoleh dimasa yang akan datang berdasarkan parameter yang dianalisa (groups) dan waktu yang diperlukan (time period) (Edwards, 1987). Untuk menduga potensi ekonomi kawasan dapat ditentukan melalui perhitungan net present value (NPV) di bawah ini:

NPV = Keterangan:

( Bt − C t ) ∑ t t = 0 (1 + d ) t=T

t

= waktu (tahun)

B

= keuntungan atau manfaat yang diperoleh (benefits)

C

= biaya yang dikeluarkan (cost)

d

= laju potongan sosial (social discount rate)

3.4.5. Analisa Strategis Analisa strategis dilakukan untuk melihat hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal dalam rangka menentukan strategi alternatif pengembangan ekowisata di Pulau Kembang. Analisa strategis dilakukan dengan menentukan matriks SWOT dan QSPM. Langkah- langkah dalam merumuskan matriks SWOT yaitu dengan menentukan faktor internal berupa kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta faktor eksternal berupa peluang (opportunity) dan ancaman (threat) (Tabel 6). Tabel 6. Matriks SWOT EFI

Strength (S)

Weakness (W)

Opportunity (O)

Strategi SO

Strategi WO

Threat (T)

Strategi ST

Strategi WT

EFE

Sumber:Umar (2004)

Alternatif strategi yang diperoleh dari matriks adalah: Strategi SO : Menggunakan kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluang Strategi ST : Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk menghindari ancaman. Strategi WO : Berusaha mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang. Strategi WT : Berusaha meminimalkan kelemahan dengan menghindari ancaman.

24

Untuk memperoleh arahan pengembangan ekowisata di Pulau Kembang, analisa dengan matriks SWOT dilanjutkan ke tahapan pengambilan keputusan dengan menggunakan Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix/QSPM) (David, 2004). Matriks ini akan menunjukan strategi alternatif yang sebaiknya diprioritaskan berdasarkan informasi strategi yang diperoleh dari matriks SWOT (Tabel 7). Tabel 7. Matriks perencanaan strategis kuantitatif (QSPM) Faktor -faktor Sukses Kritis

Bobot

Strategi 1 AS TAS

Alternatif Strategi Strategi 2 AS TAS

Strategi n AS TAS

Peluang Ancaman Kekuatan Kelemahan Jumlah Total Nilai Daya Tarik Sumber: David (2004)

Keterangan

:

Nilai Daya Tarik atau AS (Attractiveness score): Amat menarik

:4

Cukup menarik

:3

Agak menarik

:2

Tidak menarik

:1

TAS (Total Attractiveness Score) = Bobot x AS

Jumlah Total Nilai Daya Tarik = ∑ TAS strategi ke - n

IV. PROFIL KAWASAN KONSERVASI DI KALIMANTAN SELATAN

Propinsi Kalimantan Selatan memiliki beberapa kawasan konservasi yang ditetapkan berdasarkan fungsi dan tingkat pemanfaatannya. Kawasan konservasi tersebut dibagi menjadi Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa dan Taman Wisata Alam. Sebagian areal kawasan konservasi tersebut meliputi wilayah pesisir dan berbatasan langsung dengan laut. Pada Lampiran 15 dapat dilihat peta sebaran kawasan konservasi di wilayah Kalimantan Selatan.

4.1. Taman Wisata Alam Pulau Kembang 4.1.1. Sejarah Singkat Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Kembang merupakan pulau dengan ekosistem mangrove seluas 60 hektar yang berada di tengah sungai Barito, kecamatan Alalak, kabupaten Barito Kuala, propinsi Kalimantan Selatan. TWA Pulau Kembang ditunjuk berdasarkan SK Mentan Nomor: 780/Kpts/UM/12/1976 tanggal 27 Desember 1976. Pada tahun 1992 areal seluas ± 6 Ha dikelola oleh CV. Sinar Kencana dengan SK Menhut Nomor: 1568/ Menhut-II/1992 tanggal 3 September 1992. Selanjutnya pada tahun 1995 CV. Sinar Kencana memperoleh hak pengusahaan pariwisata alam di TWA Pulau Kembang dengan jangka waktu 30 tahun berdasarkan KepMenHut Nomor 192/Kpts-II/1995 tanggal 4 April 1995. TWA Pulau Kembang merupakan daerah penyangga bagi lingkungan perairan di sekitar sungai Barito dan memiliki nilai konservasi berupa perlindungan habitat satwa liar diantaranya kera abu-abu (Macaca fascicularis), bekantan (Nasalis larvatus) serta terdapat peninggalan sejarah (keramat) tempat bersembahyang orang-orang keturunan Tionghoa. 4.1.2. Kondisi Fisik Kawasan Secara geografis kawasan TWA Pulau Kembang berada pada posisi 114°33’33’’ BT - 114°33’49’’ BT dan 3°12’20’’ LS - 3°12’25’’ LS. Kawasan ini

26

memiliki tofografi relatif datar dengan ketinggian 0 – 1,6 meter di atas permukaan laut (mdpl) serta dipengaruhi oleh pasang surut sungai Barito. Kondisi tanah di TWA Pulau Kembang sebagian besar berawa dan selalu berlumpur, tersusun dari batuan sedimen jenis aluvium undak dan terumbu koral berupa pasir dan kerikil. Memiliki iklim tipe B (Tipe iklim Schmidt dan Ferguson), dengan curah hujan 1.200 – 3.260 mm/tahun, kelembaban rata-rata 81 % dan kisaran suhu rata-rata 25 - 27° C (BKSDA KALSEL, 2004). 4.1.3. Potensi Kawasan TWA Pulau Kembang memiliki ekosistem hutan rawa mangrove yang kaya akan potensi flora, potensi fauna dan potensi wisata. Potensi flora yang dimiliki terdiri dari 18 jenis diantaranya rambai atau pedada (Sonneratia caseolaris), api-api (Avicennia marina), jingah (Gluta rengas), panggang (Ficus retusa), pulantan (Alstonia pnematophora), nipah (Nypa fruticans), pandan (Pandanus tectoricus), jeruju (Acanthus ilicifolius), piai (Acrostichum aureum), dan lain- lain. Potensi fauna yang dimiliki terdiri dari 6 jenis mamalia diantaranya kera abu-abu (Macaca fascicularis), bekantan (Nasalis larvatus), hirangan atau lutung (Presbytis cristata), bajing tanah (Lariscus insignis), dan lain- lain. Terdapat juga 11 jenis aves diantaranya raja udang biru (Halycon chloris), elang bondol (Haliastur indus), sikatan atau kipasan (Rhipidura javanica), raja udang (Alcedo meniting), dan lain- lain. Beberapa jenis reptilia diantaranya ular sanca (Phyton reticulatus), ular air (Homolopsus buccata), kadal (Mabouya multifasciata), biawak (Varanus salvator), dan lain- lain. Adapun potensi wisata yang dimiliki TWA Pulau Kembang adalah wisata alam hutan mangrove, wisata alam sungai (air), pasar terapung, peninggalan sejara (keramat) tempat bersembahyang (pemujaan) orang-orang keturunan Tionghoa (BKSDA KALSEL, 2004). 4.1.4. Aksesibilitas TWA Pulau Kembang berada sekitar 2 km dari kota Banjarmasin. Untuk mencapai kawasan tersebut, hanya dapat melalui jalur perairan yaitu dengan naik klotok (boat) selama 1 ½ jam atau ± 1 jam naik speedboat.

27

4.2. Taman Wisata Alam Pulau Bakut 4.2.1. Sejarah Singkat Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut merupakan pulau seluas 18,70 hektar yang terletak di tengah sungai Barito, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, propinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 2002 TWA Pulau Bakut diusulkan oleh Bupati Barito Kuala untuk menjadi Kawasan Hutan Wisata Pula u Bakut dengan surat No.522/018/Hutbun tanggal 25 Januari 2002. Dukungan Gubernur Kalimantan Selatan terhadap usulan Bupati Barito Kuala diwujudkan melalui Surat Gubernur Kalsel No.660/107A.Sekr/Bapedalda tanggal 11 Maret 2002 perihal usul penunjukan kawasan Hutan Wisata Pulau Bakut. Pada tahun 2003, ditunjuk dengan SK. Menhut No. 140/Kpts-II/2003 tanggal 21 April 2003 seluas 18,70 ha. Di TWA Pulau Bakut juga terdapat perlindungan satwa liar diantaranya bekantan (Nasalis Larvatus) dan perwakilan tipe ekosistem mangrove. 4.2.2. Kondisi Fisik Kawasan Kawasan TW A Pulau Bakut memiliki tofografi datar dengan ketinggian minimum 0 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan tinggi maksimum 0 mdpl serta dipengaruhi oleh pasang surut sungai Barito. Kondisi tanah di TWA Pulau Bakut sebagian besar berawa dan selalu berlumpur, tersusun dari batuan sedimen jenis aluvium undak dan terumbu koral berupa pasir dan kerikil. Memiliki iklim tipe B (Tipe iklim Schmidt dan Ferguson), dengan curah hujan rata-rata 2.500 mm/tahun, kelembaban rata-rata 80 % dan kisaran suhu rata-rata 27° C (BKSDA KALSEL, 2004). 4.2.3. Potensi Kawasan TWA Pulau Bakut memiliki tipe ekosistem hutan rawa mangrove dengan potensi flora, potensi fauna dan potensi wisata yang menarik. Potensi flora yang dimiliki terdiri dari rambai atau pedada (Sonneratia caseolaris), api-api (Avicennia marina), jingah (Gluta rengas), panggang (Ficus retusa), pulantan (Alstonia pnematophora), nipah (Nypa fruticans), pandan

28

(Pandanus tectoricus), jeruju (Acanthus ilicifolius), piai (Acrostichum aureum), dan lain- lain. Potensi fauna yang dimiliki diantaranya jenis ma malia yaitu bekantan (Nasalis larvatus), bajing tanah (Lariscus insignis), dan lain- lain. Terdapat beberapa jenis aves diantaranya raja udang biru (Halycon chloris), elang bondol (Haliastur indus), sikatan atau kipasan (Rhipidura javanica), raja udang (Alcedo meniting), dan lain- lain, serta beberapa jenis reptilia diantaranya ular sanca (Phyton

reticulatus),

ular

air (Homolopsus

buccata), kadal

(Mabouya

multifasciata), biawak (Varanus salvator), dan lain- lain. Adapun potensi wisata yang dimiliki TWA Pulau Bakut adalah wisata alam hutan mangrove, wisata alam sungai (air), dan yang menjadi daya tarik tersendiri adalah Pulau Bakut terletak tepat di bawah Jembatan Barito yang merupakan jembatan terpanjang si Indonesia (± 1.200 m) (BKSDA KALSEL, 2004). 4.2.4. Aksesibilitas TWA Pulau Bakut terletak sekitar 15 km dari kota Banjarmasin dan dapat ditempuh melalui jalan darat dengan berbagai jenis kendaraan ataupun melalui transportasi air dengan perahu klotok, speedboat, dan lain- lain. Dari pelabuhan kuin ± 45 menit menuju ke arah hulu melintasi ujung Pulau Kembang, Pasar Terapung, Pulau Alalak dan Pulau Muara Anjir.

4.3. Taman Wisata Alam Pleihari Tanah Laut 4.3.1. Sejarah Singkat Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Pleihari Tanah Laut merupakan daerah daratan/pantai seluas 1500 hektar, terletak di kecamatan Panyipatan, kabupaten Tanah laut, propinsi Kalimantan Selatan. TWA Pleihari Tanah Laut ditunjuk berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 64/Kpts/Um/2/1974, tanggal 13 Februari 1974 dengan luas 50.000 ha. Pada tahun 1975 dilakukan penataan batas terhadap kawasan yang ditunjuk, ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian No. 424/Kpts/Um/10/1975 tanggal 23 Oktober 1975. Berdasarkan surat penetapan tersebut, luas suaka margasatwa menjadi 35.000 ha.

29

Dalam perkembangan selanjutnya, berbagai gangguan terhadap kawasan muncul sehingga areal berhutan mulai berkurang dan padang alang-alang semakin luas. Dengan keadaan yang demikian, timbul gangguan terhadap fungsi dan tujuan penunjukannya sebagai suaka margasatwa, sehingga pada tahun 1991 dilakukan evaluasi kondisi sumberdaya alam di kawasan ini. Berdasarkan laporan hasil evaluasi, kemudian dikeluarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 695/Kpts-II/1991 tanggal 11 Oktober 1991 tentang Perubahan Sebagian Kawasan Suaka Margasatwa Pleihari Tanah Laut di Kabupaten Pleihari, Propinsi Kalimantan Selatan seluas 35.000 ha menjadi Hutan Produksi Tetap seluas 27.500 ha, Suaka Margasatwa seluas 6000 ha dan Ta man Wisata Alam seluas 1.500 ha. Pada saat ini areal seluas ± 10 ha (Pantai Batakan) dikelola oleh PT. Batakan Wisata Permai. 4.3.2. Kondisi Fisik Kawasan Secara geografis kawasan TWA Pleihari Tanah Laut berada pada posisi 114°37’ BT - 114°38’30’’ BT dan 4°4’ LS - 4°10’ LS. Kawasan ini memiliki tofografi datar dengan tinggi minimum 2 mdpl dan tinggi maksimum 15 mdpl. Kondisi tanah di kawasan ini sebagian besar aluvial dengan tekstur kasar sampai halus serta fisiografi datar. Kondisi geologinya terbagi dua yaitu daratan berawa air tawar dan daratan berpasir yang tidak tergenang (tanah kering). Memiliki tipe iklim B (tipe iklim Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan rata-rata 2.624 mm/tahun, kelembaban rata-rata 81 % serta suhu rata-rata 27° C (BKSDA KALSEL, 2004). 4.3.3. Potensi Kawasan Tipe ekosistem di TWA Pleihari Tanah Laut terdiri atas hutan rawa air tawar, hutan mangrove dan hutan pantai. Potensi flora yang dimiliki hutan rawa air tawar diantaranya galam (Melaleuca cajuputi), pulai atau pulantan (Alstonia angustiloba), rengas (Gluta renghas),

jambu

burung

(Cryptocarya

tomentosa),

belangiran

(Shorea

belangeran), kapur naga (Callophyllum soulatri), ketiau (Ganua motleyana), jenis rumput rawa dan paku rawa: purun (Lepironia mucronata) dan piai (Acrostichum aureum) dan lain- lain. Potensi flora yang dimiliki hutan ma ngrove diantaranya

30

rambai atau pedada (Sonneratia caseolaris), api-api (Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), langadai (Bruguiera parviflora), nyirih (Xylocarpus granatum), nipah (Nypa fruticans) dan lain- lain. Adapun potensi flora yang dimiliki hutan pantai diantaranya cemara la ut (Casuarina equisetifolia), ketapang (Terminalia catappa), putat (Baringtonia racemosa), bungur (Lagerstroemia speciosa), nyamplung (Callophyllum inophyllum), pandan laut (Pandanus tectorius) dan lain- lain (BKSDA KALSEL, 2004). Potensi fauna yang dimiliki TWA Pleihari Tanah Laut terdiri dari beberapa jenis mamalia diantaranya rusa payau (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus), hiranga n atau lutung (Presbytis cristata), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), bajing tanah (Lariscus insignis), babi hutan (Sus vittatus), kucing hutan (Felis bengalensis) dan lain- lain. Beberapa jenis aves diantaranya pecuk ular (Anhinga melanogaster), kuntul kecil (Egretta garzetta), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), trinil betis merah (Tringa totanus), gajahan (Numenius phaeopus), trinil pantai (Actitis hypoleucos), camar atau dara laut (Sterna sumatrana), elang bondol (Haliastur indus), elang laut (Haliaetus leucogaster), elang tikus (Elanus caeruleus), burung madu (Nectarinia jugularis), raja udang (Pelargopsis capensis), raja udang biru (Halycon chloris), kipasan (Rhipidura javanica) dan lain- lain. Beberapa jenis reptilia diantaranya biawak (Varanus salvator), ular sawah (Phyton reticulatus), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan lain- lain (BKSDA KALSEL, 2004). Potensi wisata yang terdapat di TWA Pleihari Tanah Laut yaitu berupa pantai landai dengan hamparan pasir putih (pasir kwarsa) sepanjang ± 12 km merupakan daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Selain itu, yang menjadi daya tarik lainnya yaitu adanya ”Pesta Pantai” yang biasanya diselenggarakan setiap setahun sekali dan biasannya dihadiri ribuan pengunjung baik dari dalam daerah maupun luar daerah bahkan luar negeri.

4.3.4. Aksesibilitas TWA Pleihari Tanah Laut berjarak ± 105 km dari kota Banjarmasin dengan waktu tempuh selama ± 2 jam dan 40 km dari kota Pleihari (Ibukota

31

Kabupaten Tanah Laut). Perjalanan menuju TWA Pleihari Tanah Laut dapat ditempuh lewat jalur transportasi darat.

4.4. Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut dan Selat Sebuku 4.4.1. Sejarah Singkat Kawasan Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut dan Selat Sebuku terletak di kecamatan Kelumpang Hulu, Kelumpang Selatan, Kelumpang Tengah, Batu Licin, Kusan Hilir, Pulau Laut Utara, Pulau Laut Timur, Pulau Sebuku, kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu, propinsi Kalimantan Selatan. Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut dan Selat Sebuku ditunjuk pada tanggal 24 September 1981 sesuai SK Menteri Pertanian Nomor 827/Kpts/Um/9/1981 dan ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan Nomor 329/Kpts-II/1987 tanggal 14 Oktober 1987 seluas 66.650 ha. Kawasan Cagar Alam ini merupakan tempat perlindungan bagi berbagai satwa liar diantaranya bekantan (Nasalis larvatus), kijang (Muntiacus muntjak), rusa (Cervus unicolor), kancil (Tragulus javanicus), napu (Tragulus napu), buaya muara (Crocodylus porosus), beruang madu (Helarctos malaynus) dan perwakilan tipe ekosistem mangrove. 4.4.2. Kondisi Fisik Kawasan Secara geografis kawasan Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut dan Selat Sebuku berada pada posisi 115°58’ BT - 116°9’ BT dan 2°42’ LS - 3°6’ LS. Kawasan ini memiliki tofografi relatif datar dengan ketinggian antara 0 mdpl – 15 mdpl. Kondisi tanahnya berupa aluvial, podsolik dan sedikit berlumpur, sedangkan kondisi geologinya berupa batuan sedimen aluvium miosen bawah dan batuan sedimen palaeogen. Memiliki tipe iklim B (Tipe iklim Schmidt dan Ferguson), dengan curah hujan rata-rata 2.500 mm/tahun, kelembaban rata-rata 70 % dan suhu rata-rata 26° C (BKSDA KALSEL, 2004). 4.4.3. Potensi Kawasan Kawasan Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut dan Selat Sebuku memiliki tipe ekosistem hutan mangrove. Potensi flora yang dimiliki dia ntaranya

32

bakau (Rhizophora mucronata), langadai (Bruguiera parviflora), api-api (Avicennia marina), nipah (Nypa fruticans), nyirih (Xylocarpus granatum), rambai atau pedada (Sonneratia caseolaris), tengar (Ceriops tagal), tingi (Ceriops sp.), paku rawa (Acrostichum aureum), jeruju (Acanthus ilicifolius) dan lain- lain. Potensi fauna yang dimiliki Cagar Alan ini diantaranya beberapa jenis mamalia, aves dan reptilia. Beberapa jenis mamalia diantaranya adalah bekantan (Nasalis larvatus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kijang (Muntiacus muntjak), hirangan (Presbytis cristata), bajing (Callosciurus notatus), rusa (Cervus unicolor), kancil (Tragulus javanicus), napu (Tragulus napu), landak (Hystrix brachyura), beruang madu (Helarctos malaynus), babi hutan (Sus vitatus) dan lain- lain. Beberapa jenis aves diantaranya bangau tontong (Leptotilus javanicus), kowak merah (Nyticorax caledonicus), elang laut perut putih (Heliactus leucogaster), elang ikan (Pandion haliactus), kuntul (Egretta garzetta), kuntul kerbau (Bulbucus ibis), elang bondol (Haliastur indus), raja udang (Halycon chloris, Pelargopsis capensis, dan Alcedo meniting) dan lain. Beberapa jenis reptilia diantaranya buaya muara (Crocodylus porosus), ular bakau (Boiga dendrophylla), biawak (Varanus salvator), kadal (Mobouya sp.) dan lain- lain (BKSDA KALSEL, 2004). 4.4.4. Aksesibilitas Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut dan Selat Sebuku berjarak ± 250 km dari kota Banjarmasin melalui jalur transportasi darat.

4.5. Cagar Alam Gunung Kentawan 4.5.1. Sejarah Singkat Kawasan Cagar Alam Gunung Kentawan merupakan kawasan daratan seluas 257,90 hektar yang terletak di kecamatan Loksado, kabupaten Hulu Sungai Selatan, propinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 1977 dilakukan peninjauan lapangan terhadap areal Gunung Kentawan yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi sebagai bahan rekomendasi bagi areal tersebut untuk dijadikan kawasan konservasi. Pada tahun 1979 areal tersebut ditunjuk sebagai cagar alam dengan SK Menteri Pertanian Nomor: 109/Kpts/Um/2/1979 tanggal 10 Febuari 1979

33

seluas 245 ha dan areal tersebut ditata batas pada tahun 1981. Pada tahun 1999, Cagar Alam Gunung Kentawan ditetapkan dengan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 336/Kpts-II/99 tanggal 24 Mei 1999 seluas 257,90 hektar. Sebagai kawasan konservasi, Cagar Alam Gunung Kentawan memiliki fungsi hidrologis yaitu sebagai daerah resapan air, perlindungan terhadap kerawanan erosi tanah bagi daerah sekitarnya, habitat satwa liar bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates muelleri), kancil (Tragulus napu), serta habitat berbagai jenis anggrek alam (BKSDA KALSEL, 2004). 4.5.2. Kondisi Fisik Kawasan Secara geografis kawasan Cagar Alam Gunung Kentawan berada pada posisi 115°29’ BT - 115°31’ BT dan 2° LS - 2°41’ LS. Kawasan ini memiliki tofografi yang bervariasi dari bergelombang sampai sangat curam. Tinggi minimum daerah ini 50 mdpl dan tinggi maksimum 480 mdpl pada Gunung Kentawan Laki. Kondisi tanah di kawasan ini merupakan tanah kompleks podsolik merah kuning, latosol dan litosol. Kondisi geologinya berupa pegunungan batuan endapan yang tidak teratur yang terbentuk dari batuan endapan kasar berupa batuan pasir, konglomerat dan lanau. Memiliki iklim tipe A (Tipe iklim Schmidt dan Ferguson), dengan curah hujan rata-rata 2.621 mm/tahun dan suhu antara 26° C - 29° C (BKSDA KALSEL, 2004). 4.5.3. Potensi Kawasan Cagar Alam gunung Kentawan memiliki tipe ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah dan hutan hujan tropika pegunungan. Potensi flora di kawasan ini diantaranya kariwaya (Ficus indica), damar batu (Vatica bancana), barui al ki (Hibiscus sp.), lo a (Ficus variegata), kemiri (Aleurites moluccana), damar putih (Hopea ferrugenia), kayu tahun (Shorea sandakanensis), surian (Toona sureni), natu (Palaquium xanthochymum), ulin (Eusideroxylon zwageri), kujajing (Ficus sp.) dan lain- lain. Selain itu juga terdapat berbagai jenis bambu dan 33 anggrek alam diantaranya anggrek lukut batu (Cattleya sp.), anggrek paikat (Eria regida), anggrek tunjuk (Dendrobium sp.), anggrek bawang (Onsidium sp.) dan lain- lain.

34

Potensi fauna yang terdapat di kawasan ini antara lain 16 jenis mamalia diantaranya bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates muelleri), hirangan atau lutung (Presbytis cristata), bangkui (Presbytis rubicunda), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), landak (Hystrix brachyura), kijang (Muntiacus muntjak), tringgiling (Manis javanica), pelanduk (Tragulus javanicus) dan lainlain. Selain itu juga terdapat 53 jenis aves diantaranya rangkong (Bhuceros rhinoceros), raja udang (Halycon chloris), kasumba (Harpactres kasumba), sikatan atau kipasan (Rhipidura javanica) dan lain- lain, serta 7 jenis reptilia diantaranya ular sanca (Phyton reticulatus), ular cobra (Naja sp.), ular daun (Trimorosorus), kadal (Varanus salvator), bidawang (Amyda amboinensis) dan lain- lain (BKSDA KALSEL, 2004). 4.5.4. Aksesibilitas Cagar Alam Gunung Kentawan berjarak sekitar 130 km dari kota Banjarbaru atau 25 km dari kota Kandangan Ibu Kota Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

4.6. Suaka Margasatwa Pulau Kaget 4.6.1. Sejarah Singkat Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Kaget secara administrasi terletak di Kecamatan Tabunganen, Kabupaten Barito Kuala, Propinsi Kalimantan Selatan. Sebagian Pulau Kaget ditunjuk berdasarkan SK No. 701/Kpts/UM/II/1976 tanggal 6 Nopember 1976 seluas 85 hektar dan ditetapkan seluas 63,60 hektar sesuai SK Menhutbun No. 337/Kpts-II/1999 dengan fungsi Cagar Alam. Empat bulan setelah penetapannya kawasan konservasi ini diubah fungsinya sebagai Suaka Margasatwa berdasarkan Perubahan Fungsi SK Menhutbun No. 772/Kpts-II/1999 tanggal 27 September 1999 (BKSDA KALSEL, 2004). 4.6.2. Kondisi Fisik Kawasan Secara geografis kawasan Suaka Margasatwa Pulau Kaget berada pada posisi 114°33’56’’ BT - 114°34’25’’ BT dan 3°25’3’’ LS - 3°26’5’’ LS. Kawasan ini memiliki tofografi datar dengan ketinggian 0 mdpl dan sangat dipengaruhi

35

oleh pasang surut air laut. Kondisi tanahnya berlumpur dan secara umum deskripsi geologinya adalah berupa tanah aluvial yang terbentuk dari pengendapan lumpur yang terbawa arus Sungai Barito. Memiliki tipe iklim C (Tipe Iklim Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan 2.185 mm/tahun, kelembaban rata-rata 83 % dan suhu rata-rata 27° C (BKSDA KALSEL, 2004). 4.6.3. Potensi Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Kaget memiliki tipe ekosistem hutan rawa mangrove. Potensi flora yang dimiliki kawasan ini diantaranya bakau (Rhizophora sp.), rambai (Sonneratia alba), panggang (Ficus sp.), jambu (Eugenia sp.), tancang (Bruguiera sp.), rengas (Gluta renghas), nipah (Nypa fruticans), pandan (Pandanus sp.), bakung (Crinum asiaticum), jeruju (Acanthus ilicifolius), dungun (Heretiera littoralis) dan lain- lain. Potensi fauna di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Kaget antara lain beberapa jenis mamalia diantaranya bekantan (Nasalis larvatus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), hirangan atau lutung (Prebystis cristata) dan lainlain. Beberapa jenis aves diantaranya bangau tontong (Leptotilos javanicus), elang laut (Heliaetus leucogaster), elang bondol (Haliastur indus), elang hitam (Ictinaetus malayensis), elang tikus (Elanus caeruleus), elang (Spilornis sheela), raja udang biru (Halycon chloris), belibis (Dendrocygna arquata), langir (Merops viridis), betet (Psittacula alexandri), bubut (Centropus bengalensis), layanglayang (Hirundo tahitica), sepah (Pericrocotus flammeus), tinjau (Copsycus saularis), hawat (Orthotomus sericeus), prenjak (Prina flaviventris), burung madu (Anthereptes malaccensis), burung madu (Nectarinia jugularis), pipit (Lonchura malacca), gelatik abu-abu (Parus major) dan lain- lain. Beberapa jenis reptilia diantaranya biawak (Varanus salvator), kadal (Mabouya multifasciata) dan lainlain (BKSDA KALSEL, 2004).

4.6.4. Aksesibilitas Kawasan Suaka Margasatwa Pulau Kaget dapat ditempuh melalui Banjarmasin selama ± 15 menit dengan menggunakan speed boat atau sekitar ± 1 jam 30 menit dengan menggunakan klotok.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Letak Geografis, Luas dan Kondisi Fisik Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Kembang memiliki luas wilayah 60 Ha. Secara geografis lokasi Pulau Kembang di antara 3°12’20” - 3°12’25” LS dan 114°33’33” - 114°33’49” BT. TWA Pulau Kembang secara administrasi termasuk dalam wilayah Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, Propinsi Kalimantan Selatan. Lokasi TWA Pulau Kembang berjarak 2 km dari Kota Banjarmasin. TWA Pulau Kembang memiliki tofografi datar yang dipengaruhi oleh pasang surut air sungai Barito dengan ketinggian 0 mdpl. Kondisi tanahnya sebagian besar berawa, sehingga keadaan tanahnya selalu berlumpur. Kondisi geologi sebagian besar tersusun dari batuan sedimen jenis aluvium undak dan terumbu koral berupa pasir dan kerikil. Curah hujan 2554 mm/tahun, kelembaban 81% dan suhu rata-rata 27,2o C (BKSDA Kalsel, 2004). 5.1.2. Kependudukan Berdasarkan data BPS kabupaten Barito Kuala tahun 2005, Kecamatan Alalak memiliki jumlah populasi penduduk sebesar 35877 jiwa dan terdiri dari 7885 KK yang tersebar di lima desa penyangga kawasan konservasi (Tabel 8). Tabel 8. Jumlah penduduk kecamatan Alalak tahun 2005 No.

Desa

Jumlah Keluarga (KK)

Jumlah Penduduk Laki-laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

1.

Alak-alak

2250

4872

4920

2.

Suangi

1758

3629

3628

3.

Sugara

1052

2073

2286

4.

Tinggiran II

1283

3249

3581

Jelapat I

1542

3785

3854

7885

17608

18269

5.

Jumlah

Sumber : BPS Kabupaten Barito Kuala (2005)

37

Umur dan Jenis Kelamin Secara rinci keadaan penduduk di Kecamatan Alalak berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah penduduk kecamatan Alalak menurut umur dan jenis kelamin Jenis Kelamin

Jumlah Total

No.

Struktur Umur (tahun)

Laki-laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jiwa

%

1

0–1

943

768

1711

4.72

2

1–4

1054

1473

2527

6.97

3

5–6

1598

1785

3383

9.34

4

7 – 12

2520

2408

4928

13.60

5

13 – 20

1857

1823

3680

10.16

6

21 – 25

2243

1789

4032

11.13

7

26 – 30

1291

1672

2963

8.18

8

31 – 35

1212

1621

2833

7.82

9

36 – 40

1240

1602

2842

7.84

10

41 – 45

984

954

1938

5.35

11

46 – 50

923

949

1872

5.17

12

51 – 55

945

950

1895

5.23

13

>55 Jumlah

798

835

1633

4.51

17608

18629

36237

100

Sumber : BPS Kabupaten Barito Kuala (2005)

Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk desa di Kecamatan Alalak, sebagian besar adalah nelayan, sektor pertanian di desa ini sebagian besar oleh penduduk dijadikan mata pencaharian sampingan. Komposisi pendud uk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah penduduk kecamatan Alalak berdasarkan mata pencaharian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Mata Pencaharian Pegawai Negeri Sipil ABRI Karyawan Swasta Nelayan Petani Pedagang Wiraswasta Jumlah

Jumlah

Persentase (%)

872 5.31 90 0.55 2750 16.74 3945 24.02 3580 21.30 1470 8.95 3718 22.64 16425 100 Sumber : BPS Kabupaten Barito Kuala (2005)

38

Tingkat Pendidikan Penduduk yang terdapat di Kecamatan Alalak sebagian besar memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama, pendud uk yang memilih melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi sangat sedikit sekali bila dibandingkan dengan angkatan sekolah yang ada. Dari jumlah penduduk berusia sekolah 7-20 tahun sebanyak 8608 jiwa, yang bersekolah sebanyak 4180 jiwa saja, sedangkan sisanya sebesar 51 % tidak me lanjutkan pendidikannya (Tabel 11). Tabel 11. Jumlah penduduk kecamatan Alalak menurut tingkat pendidikan No. 1. 2. 3. 4. 5.

Tingkat Pendidikan

Jumlah Penduduk

Persentase (%)

Sekolah Dasar 220 5.26 Sekolah Menengah Pertama 2580 61.72 Sekolah Menengah Umum 1040 24.88 Sarjana Muda/ Diploma 160 3.83 Sarjana 180 4.31 Jumlah 4180 100 Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Batola (2005)

5.1.3. Pemanfaatan Laha n Lahan di Kecamatan Alalak yang telah dimanfaatkan + 41706 ha baik untuk tempat tinggal, usaha tani, tambak dan lain- lain. Rincian mengenai pemanfaatan lahan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Luas wilayah kecamatan Alalak berdasarkan pemanfaatan lahan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Jenis Pemanfaatan Lahan Kampung Sawah Kebun Rawa Hutan Perairan Tanah Kering Tambak Jumlah

Luas (ha)

Persentase (%)

53 0.12 430 0.31 140 0.34 864 2.07 37100 88.96 3232 7.75 57 0.14 130 0.31 41706 100 Sumber : Kantor Kecamatan Alalak (2005)

39

5.1.4. Sarana dan Prasarana Sarana Angkutan Sarana angkutan utama di daerah penelitian adalah perahu atau klotok yang dikelola oleh penduduk setempat. Sarana angkutan air lainnya yaitu long boat, speed boat, dompeng, motor tempel dan kapal merupakan sarana angkutan yang biasa digunakan untuk menunjang usaha penangkapan ikan dan angkutan untuk transportasi (Tabel 13). Tabel 13. Jumlah dan jenis angkutan yang terdapat di kecamatan Alalak No.

Jenis Angkutan

1. Perahu atau klotok 2. Long Boat 3. Speed Boat 3. Kapal 4. Dompeng 5. Motor Tempel Sumber: Kantor Kecamatan Alalak (2005)

Jumlah (buah) 5 3 2 2 50 30

Sarana komunikasi dan informasi Sarana komunikasi dan informasi yang dimiliki masyarakat terdiri dari perangkat elektronik antara lain yaitu radio, tape, televisi, telepon dan VCD player. Media cetak yang masuk ke daerah Kecamatan Alalak adalah harian Banjarmasin Post, Serambi Umat, dan lain- lain. Sarana dan prasarana ekonomi Jarak desa yang cukup jauh dari kecamatan maupun Kota Banjarmasin terlebih lagi dari Kabupaten memberikan dampak terhadap harga sembilan bahan pokok. Perbedaan harga sembilan bahan pokok berkisar antara Rp. 200,00 - Rp. 2000,00 lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga di kecamatan Alalak maupun di Kota Banjarmasin. Letak desa yang jauh dari pusat kota menyebabkan kegiatan ekonomi masih belum begitu lancar sehingga mengganggu kegiatan distribusi barang kebutuhan masyarakat, yang pada akhirnya mempengaruhi proses pasar (supply demand).

40

Sarana dan prasarana sosial Sarana dan prasarana sosial yang terdapat pada di kecamatan Alalak dapat dilihat pada Tabel 14. Selain itu terdapat Lembaga Kemasyarakatan antara lain yaitu LKMD, PKK, Kelompok Tani, Karang Taruna dan Bina Remaja. Tabel 14. Sarana sosial yang terdapat di kecamatan Alalak No.

Sarana Sosial

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Sumber :

Jumlah (buah)

Gedung Sekolah Dasar Gedung Sekolah Menengah Pertama Balai Pertemuan Desa Puskesmas Pembantu Masjid Musholla Lapangan Sepak Bola Kantor Kecamatan Alalak (2005)

1 1 5 3 5 7 1

5.2. Potensi, Kondisi dan Permasalahan Sumberdaya TWA Pulau Kembang 5.2.1. Kondisi Ekosistem Mangrove Komposisi Mangove Vegetasi mangrove yang ditemukan di lokasi penelitian adalah jenis rambai atau pedada (Sonneratia caseolaris) dan api-api (Avicennia marina). Kedua jenis tersebut ditemukan dalam berbagai ukuran baik dalam bentuk pohon, anakan dan semai. Komposisi pohon Sonneratia caseolaris sebesar 64% dan Avicennia marina sebesar 36%. Komposisi anakan Sonneratia caseolaris sebesar 28% dan Avicennia marina sebesar 72%, sedangkan komposisi semai terdiri atas Sonneratia caseolaris sebesar 57% dan Avicennia marina sebesar 43%. Komposisi Pohon Mangrove

Komposisi Anakan Mangrove

Komposisi Semai Mangrove

28% 36% 43% 57%

64% 72% Sonneratia caseolaris

Avicennia marina

Sonneratia caseolaris

Avicennia marina

Sonneratia caseolaris

Gambar 4. Komposisi mangrove di TWA Pulau Kembang

Avicennia marina

41

Kerapatan mangrove Pada ekosistem mangrove di TWA Pulau Kembang terdapat dua jenis mangrove, yaitu Sonneratia caseolaris dan Avicennia marina. Luasan ma ngrove di kawasan ini semakin berkurang disebabkan karena adanya abrasi, pencemaran perairan, penebangan liar dan pengambilan kayu berdiameter kecil serta penambatan kapal atau tongkang di pesisir TWA Pulau Kembang. Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui jenis dan jumlah vegetasi di setiap stasiun pada Tabel 15. Tabel 15. Jenis dan jumlah vegetasi mangrove di setiap stasiun Stasiun 1

2

3

Pohon (ind/ha)

Anakan (ind/ha)

Sonneratia caseolaris

Jenis Mangrove

1400

0

20000

Avicennia marina Jumlah

700

0

130000

2100

0

150000

Avicennia marina

1400

2000

30000

Sonneratia caseolaris Jumlah

600

0

50000

2000

2000

80000

Sonneratia caseolaris

2800

2800

140000

Avicennia marina Jumlah

600

5200

0

3400

8000

140000

7500

10000

370000

Total

Semai (ind/ha)

Kerapatan pohon mangrove tertinggi terdapat di stasiun 3 yaitu sebanyak 3400 ind/ha atau 34 ind/100 m2 . Tingginya kerapatan pohon disebabkan daerah ini sering mendapatkan masukan air laut ketika pasang dan me miliki jenis substrat berlumpur. Kerapatan poho n terendah terdapat di stasiun 2 yaitu sebanyak 2000 ind/ha atau 20 ind/100 m2 . Rendahnya kerapatan pohon di stasiun ini disebabkan karena pendangkalan pantai akibat abrasi dan diperparah oleh banyaknya timbunan sampah plastik sehingga mengganggu sistem pernapasan mangrove dan membuat lahan mangrove semakin berkurang. Kerapatan anakan mangrove tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu sebanyak 8000 ind/ha atau 20 ind/25 m2 . Hal ini kemungkinan disebabkan karena semai mulai tumbuh menjadi anakan. Kerapatan anakan paling rendah terdapat pada stasiun 2 yaitu sebesar 2000 ind/ha atau 5 ind/25 m2 . Hal ini disebabkan sering terjadinya abrasi sehingga menghambat pertumbuhan anakan mangrove. Kerapatan semai mangrove yang paling tinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu sebanyak 150000 ind/ha atau 15 ind/m2 . Hal ini disebabkan karena makin

42

berkurangnya vegetasi mangrove di lokasi ini sehingga diadakan reboisasi. Kerapatan sema i terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu sebesar 80000 ind/ha atau 8 ind/m2 . Hal ini mungkin disebabkan tidak adanya ruang yang cukup untuk tumbuh bagi semai dan akar-akar pohon cukup rapat mengikat substrat. Importance Value (IV) atau Indeks Nilai Penting (INP) Indeks Nilai Penting (INP) berfungsi untuk memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove (Bengen, 2001). INP dihitung berdasarkan jumlah nilai kerapatan relatif jenis, frekuensi relatif jenis dan penutupan relatif jenis. Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 - 300 (Tabel 16). Tabel 16. Indeks nilai penting vegetasi mangrove di TWA Pulau Kembang INP (%)

No.

Jenis Vegetasi

Pohon

Anakan

Semai

1

Sonneratia caseolaris

190.42

111.33

106.76

2

Avicennia marina

109.58

188.67

93.24

300

300

200

Total

Dari tabel 16 diketahui bahwa Sonneratia caseolaris merupakan vegetasi yang dominan dengan INP pohon sebesar 190,42%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis ini memberikan pengaruh dan memiliki peranan yang cukup besar terhadap komunitas ekosistem mangrove yang ada di kawasan TWA Pulau Kembang. Jenis Avicennia marina memiliki INP pohon sebesar 109,58% dan banyak ditemukan di daerah yang memiliki tekstur substrat liat dan berlumpur. Hal ini sesuai dengan sifatnya yang dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki kondisi substrat bertekstur liat dan berlumpur. Nilai INP untuk anakan yang paling besar terdapat pada jenis Avicennia marina sebesar Anakan 188,67% diikuti jenis Sonneratia caseolaris sebesar 111,33%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis tersebut memiliki

tingkat

regenerasi yang baik. Nilai INP pada semai terbesar terdapat pada jenis Sonneratia caseolaris sebesar 106,76% dan diikuti oleh jenis Avicennia marina sebesar 93,24%. Hal ini

43

menunjukkan bahwa tingkat regenerasi yang akan datang pada kawasan ini akan didominasi oleh kedua jenis tersebut. Dari data keseluruhan jenis vegetasi mangrove pada kawasan ini pada umumnya jenis-jenis yang ditemukan di setiap stasiun hampir sama. Hal ini dikarenakan bahwa lokasi pengamatan masih merupakan satu daerah yang berdekatan dan membentuk vegetasi yang menyusun ekosistem TWA Pulau Kembang. Dari hasil analisia dapat disimpulkan bahwa kondisi ekosistem mangrove di TWA Pulau Kembang masih cukup baik. Berdasarkan nilai INP dari masing- masing jenis dapat diketahui bahwa vegetasi yang dominan adalah pada stadia pohon dan pada stadia anakan maupun semai masing- masing jenis memiliki tingkat regenerasi yang baik. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan pesatnya pembangunan di wilayah pesisir bagi berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan, perindustrian), maka tekanan ekologis terhadap ekosistem mangrove semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini dapat mengancam kelestarian ekosistem mangrove baik secara

langsung melalui kegiatan

penebangan atau konversi lahan maupun secara tidak langsung melalui pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan. Dengan demikian, perlu dilakukan koordinasi antara pihak pengelola (BKSDA Kalsel dan CV. Sinar Kencana) dan pemerintah setempat dengan melibatkan masyarakat setempat untuk aktif dalam pengelolaan dan perlindungan hutan mangrove. Fauna Mangrove Disamping memiliki fungsi fisik sebagai pelindung pantai dari abrasi, mangrove juga berfungsi sebagai tempat berlindung, mencari makan dan berkembang biak bagi berbagai jenis fauna. Komunitas fauna di hutan mangrove membentuk percampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna daratan atau terestrial (ular, primata dan burung) dan kelompok fauna perairan atau akuatik. Fauna akuatik ini menempati dua tipe habitat yang berbeda, yaitu hidup di kolom air (berbagai jenis ikan dan udang) dan menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya (Bengen, 2001). Berbagai jenis

44

fauna yang dapat dijumpai di TWA Pulau Kembang dapat dilihat pada Tabel 17 berikut. Tabel 17. Jenis fauna ekosistem mangrove di TWA Pulau Kembang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.

Nama Umum Keong gondang Kepiting bakau (Mud crab) Udang windu (Giant tiger prawn) Udang putih/jerbung (Banana prawn) Timpakul/blodog Jelawat Patin Pipih atau belida Baung Sebelah/terompa (Indian halibut) Kakap merah/bambangan (Red snapper) Gulamah/ tigawaja (Croacker/drum) Belanak Kera abu-abu Bekantan Hirangan/lutung Bajing tanah Raja udang biru Elang bondol Sikatan/kipasan Raja udang meninting Merbah cerukcuk Punai bakau Pipit Ular sanca Ular air Kadal Biawak

Kelas Gastropoda Malacostraca Malacostraca Malacostraca Pisces Pisces Pisces Pisces Pisces Pisces Pisces Pisces Pisces Mamalia Mamalia Mamalia Mamalia Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Reptil Reptil Reptil Reptil

Nama Latin Pila ampullacea Scylla serrata Penaeus monodon Penaeus merguiensis Periopthalmus sp. Leptobarbus hoevenii Pangasius pangasius Notopetrus chitala Mystus nemurus Psettodes erumei Lutjanus malabaricus Nibea albiflora Mugil sp. Macaca fascicularis Nasalis larvatus Prebytis cristata Lariscus insignis Halycon chloris Haliastur Indus Rhipidura javanica Alcedo meninting Pycnonotus goiavier Treron fulvicollis Lonchura Malacca Phyton reticulates Homolopsus buccata Mabouya multifasciata Varanus salvator

Sumber : CV. Sinar Kencana (1997), BKSDA Kalsel( 2004 ), Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Kalsel( 2004), Survei Lapangan (2005), Google (2007)

Berdasarkan Tabel 17 di atas dapat diketahui fauna yang tedapat pada ekosistem mangrove adalah dari kelompok biota akuatik antara lain bebagai jenis ikan, udang, kepiting dan keong serta dari kelompok fauna terestrial dari golongan mamalia, aves dan reptil. Jenis biota akuatik yang ditemukan beberapa diantaranya termasuk dalam golongan ekonomis penting seperti ikan gulamah atau tigawaja, udang windu, udang putih atau jerbung dan kepiting. Ikan- ikan yang ditemukan tersebut tidak semuanya merupakan penghuni ekosistem mangrove. Ada beberapa jenis yang datang ke kawasan mangrove hanya untuk mencari makan atau untuk bertelur, seperti udang Penaeid (Aksornkoae, 1993).

45

Pada kawasan ini terdapat beberapa jenis fauna terestrial yang dilindungi yaitu bekantan, elang bondol, raja udang biru dan raja udang meninting. Dikaitkan dengan ekowisata mangrove, burung-burung biasanya menjadi objek wisata birdwatching, karena bulunya yang indah atau suaranya yang merdu, apalagi jika terdapat jenis yang langka dan dilindungi. Keberadaanya dalam jumlah banyak pada kanopi pohon mangrove merupakan pemandangan menarik. 5.2.2. Kualitas Perairan di Sekitar Kawasan Pulau Kembang Kondisi perairan Pulau Kembang dapat diketahui dengan melihat hasil kontrol terhadap 7 parameter kualitas air, yaitu kekeruhan, suhu TSS, salinitas, DO dan pH. Lokasi pengambilan sampel air terbagi menjadi 6 titik sampling antara lain Sungai Alalak, Sungai Miai Luar, Sungai Martapura, persimpangan Sungai Barito dan Sungai Nagara, Sungai Barito depan Pasar Wangkang dan Sungai Barito dekat Tempat Pelelangan Ikan. Kondisi perairan Pulau Kembang dan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil analisa kualitas air di kawasan TWA Pulau Kembang Parameter

Parameter Fisika – Kimia Titik Sampling

S. Alalak, Jl. H. Hasan Basri Kab. B.masin Sungai Miai Luar RT. 3 No. 48 Kab. Banjarmasin S. Martapura, Jl. Seberang Mesjid RT. 5 Kab. B.masin Persimpangan S. Barito dan S. Nagara Kab. Barito Kuala S. Barito depan Pasar Wangkang Kab. Batola S. Barito dekat Pelelangan Ikan, Kab. Barito Kuala Baku Mutu Wisata Bahari *

Biologi

Kekeruhan

Suhu

TSS

Salinitas

DO

(NTU)

(°C)

(mg/l)

(‰)

(mg/l)

35

29

98

1

2.89

5

26000

32

28

84

1

3.81

5

1100

24

29

9

<1

2.89

5.5

26000

28

29

73

3

1.92

5

13000

54

28

122

5

3.47

5

110000

55

28

157

5

4.44

5

23000

5

alami

20

Alami

>5

pH

Coliform (MPN/100 ml)

7 – 8.5 1000 MPN/ 100 ml

Sumber: Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Banjarbaru, September 2005 * Beradasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004

Berdasarkan hasil analisa kualitas air yang diperoleh dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Banjarbaru pada bulan September 2005 dapat diketahui bahwa kondisi perairan di Pulau Kembang mengalami tingkat

46

pencemaran yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena padatnya pemukiman penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di sekitar kawasan TWA seperti adanya konversi lahan untuk pemukiman, kegiatan perikanan tambak intensif, pelabuhan, berbagai macam kegiatan industri serta masukan limbah rumah tangga, maka tekanan ekologis terhadap sumberdaya pesisir serta lingkungan perairan semakin meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan mengancam

keberadaan

dan

kelangsungan

sumberdaya

pesisir

beserta

ekosistemnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Nilai kekeruha n menunjukkan intensitas cahaya matahari yang masuk ke kolom perairan. Pada tabel dapat dilihat kisaran nilai kekeruhan antara 24 - 55 NTU. Tingginya nilai kekeruhan diduga karena banyaknya sungai yang bermuara ke Sungai Barito antara lain Sungai Martapura, Sungai Alalak, Sungai Miai, Sungai Kuin, Sungai Banyur, Sungai Kelayan dan Sungai Nagara yang mengalir sambil membawa bahan organik tersuspensi sehingga memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan nilai kekeruhan. Hal ini didukung oleh Effendi (2003) bahwa padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan. Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel dapat dilihat suhu perairan berkisar antara 28 - 29°C. Secara umum suhu perairan pada setiap titik sampling tidak terlalu berfluktuasi dan masih tergolong dalam kategori aman untuk melakukan kegiatan wisata bahari di sekitar kawasan Pulau Kembang. Kadar TSS (total suspended solid) atau padatan tersuspensi total di perairan Pulau Kembang memiliki kisaran antara 9-157 mg/l. Fluktuasi nilai TSS ini disebabkan karena perbedaan letak titik sampling saat pengambilan sampel air. Kadar TSS yang rendah yaitu 9 mg/l pada titik sampling sungai Martapura diduga karena letak sungai di daerah hulu dan pemukiman di sekitar sungai tersebut masih jarang sehingga sedikit me ndapat masukan bahan organik dari daratan. Pada perairan Sungai Barito dengan kadar TSS yang cukup tinggi yaitu 157 mg/l diduga karena titik sampling berada dekat dengan tempat pelelangan ikan dan pelabuhan sehingga memberikan banyak masukan berupah limbah padat maupun cair yang menyebabkan kadar TSS meningkat. Salinitas perairan di dekitar kawasan TWA berkisar antara < 1-5 ‰. Nilai salinitas ini tergolong rendah karena titik sampling terletak pada daerah perairan

47

tawar dan estuari yang bermuara ke laut Jawa. Nilai salinitas sebesar 5‰ disebabkan karena kawasan ini mendapat pengaruh dari pasang air laut. Kadar oksigen terlarut atau DO (demand oxygen) di perairan berkisar antara 1,92-4,44 mg/l. Nilai kadar DO tertinggi terdapat pada daerah perairan Sungai Barito, yaitu sebesar 4,44 mg/l. Hal ini disebabkan karena daerah ini dipengaruhi pergerakan arus dari laut sehingga massa air yang masuk akan meningkatkan oksigen terlarut. Menurut Effendi (2003), kadar oksigen terlarut tergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke perairan. Nilai pH pada setiap titik sampling relatif seraga m, yaitu berkisar antara 55,5. Rendahnya nilai pH ini menunjukkan kadar asam di perairan tinggi. Kondisi asam tersebut bisa berasal dari masukan air hujan atau bisa juga disebabkan kondisi tanah yang bersifat asam di Kalimantan Selatan karena sebagian besar berupa lahan gambut. Dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. Rendahnya kadar karbondioksida bisa berarti tingginya kadar oksigen di perairan tersebut, demikian juga sebaliknya. Pada perairan Pulau Kembang dilakukan pengamatan terhadap parameter biologi yaitu penguk uran terhadap Total Coliform (TCf). Kisaran nilai TCf yang diperoleh antara 1100-110000 MPN/100 ml. Sumber utama Escherichia coli adalah feses dan keberadaan Escherichia coli yang cukup tinggi di perairan disebabkan karena sebagian besar masyarakat yang bermukim di tepi sungai masih belum memiliki sistem sanitasi yang baik. Dari hasil analisa dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan di sekitar Pulau Kembang tidak sesuai dengan nilai baku mutu air laut untuk wisata bahari berdasarkan Keputusan Menteri Nega ra Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 dan tidak disarankan untuk melakukan aktivitas wisata seperti diving dan snorkeling di kawasan ini. Untuk alternatif kegiatan wisata dapat dikembangkan kegiatan wisata lainnya seperti memancing (fishing ground), berperahu (boating along river ways) sambil menikmati keindahan alam dan mengamati kehidupan masyarakat pesisir dari dekat serta melakukan berbagai aktivitas wisata di TWA Pulau Kembang.

48

5.2.3. Daya Dukung Lingkungan untuk Kegiatan Ekowisata Daya dukung lingkungan adalah kemampuan suatu kawasan untuk menerima sejumlah ekowisatawan dengan intensitas penggunaan yang maksimum terhadap sumberdaya alam dan berlangsung secara terus menerus tanpa merusak lingkungan. Hal yang menjadi faktor pembatas dalam daya dukung lingkungan adalah daya dukung ekologis (ecological carrying capacity) yaitu terkait dengan kemampuan sumberdaya alam dalam mendukung kegiatan ekowisata, daya dukung fisik (physical carrying capacity) berkaitan dengan jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung suatu kawasan berdasarkan fasilitas fisik yang tersedia dan daya dukung budaya (culture carrying capacity) berkaitan dengan perubahan budaya/adat istiadat yang terjadi di masyarakat selama kegiatan ekowisata berlangsung (Caccomo dan Promchanya, 2007). Dalam penelitian ini mengkaji daya dukung lingkungan ditinjau dari aspek ekologis suatu kawasan meliputi komponen sumberdaya alam berupa ekosistem mangrove dan fauna yang hidup di kawasan tersebut. Selain itu juga dikaji daya dukung fisik dari fasilitas tersedia (existing) berkaitan dengan tipe, jumlah, akomodasi, jenis kegiatan yang ditawarkan dan karakteristik dari ekowisatawan. Daya dukung ekologis untuk wisata mangrove ditentukan oleh jenis dan kondisi vegetasi mangrove serta panjang dari track/boardwalks. Untuk kegiatan wisata mangrove diasumsikan setiap orang membutuhkan ruang sepanjang 50 m dari panjang total track/boardwalks sebesar 1000 m, karena ekowisatawan akan melakukan berbagai aktivitas seperti mengamati satwa/burung (birdwatcing), memandang alam, jalan-jalan dan photo hunting. Dari hasil analisa diperoleh daya dukung kawasan (DKK) sebesar 800 orang/hari untuk kegiatan wisata mangrove. Dengan batas daya dukung pemanfaatan (DDP) maksimal sebesar 10% dari 800 orang, maka diperoleh jumlah maksimum ekowisatawan yang dapat ditampung oleh kawasan sebesar 80 orang/hari. Lama kunjungan rata-rata 2 jam/hari (Tabel 4 pada Lampiran 6) dari total rata-rata waktu yang disediakan sekitar 8 jam/hari. Berdasarkan matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori mangrove (Tabel 5), diperoleh indeks kesesuaian wisata (IKW) sebesar 72,37%. Dapat disimpulkan kawasan tersebut sesuai untuk kegiatan wisata mangrove dengan kisaran nilai sebesar 60 - < 80% atau termasuk dalam kategori S2 (Lampiran 12).

49

Kebutuhan akan ruang menentukan berapa ukuran fasilitas ya ng perlu dibangun untuk menampung ekowisatawan. Untuk pengembangan ekowisata di Pulau Kembang secara berkelanjutan dan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem, perlu diketahui daya dukung ruang terhadap kegiatan tersebut secara proporsional. Analisis daya dukung ruang untuk kegiatan ekowisata di Pulau Kembang berdasarkan survei lapangan sangat ditentukan oleh: •

Luas lahan untuk akomodasi Dengan luas total TWA Pulau Kembang sekitar 60 ha dan luas areal yang

dikelola CV. Sinar Kencana seluas 6 ha, maka pembangunan dan penempatan sarana dan prasarana perlu dipertimbangkan dengan baik dan disesuaikan dengan kondisi bentang alam TWA Pulau Kembang. Hal ini bertujuan untuk menjaga keaslian alam, mencegah kerusakan lingkungan dan ekowisatawan merasa nyaman saat berkunjung ke lokasi ekowisata. •

Ketersediaan air bersih (air tawar) Ketersediaan air bersih (air tawar) merupakan faktor penting dalam usaha

pengembangan sektor wisata. Terbatasnya ketersediaan air tawar di Pulau Kembang memungkinkan ekowisatawan tidak dapat tinggal lama di pulau tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan mendatangkan air tawar dari daerah terdekat seperti kota Banjarmasin.

Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah

mengembangkan ekowisata sehari (one day ecotourism). Dengan mempertimbangkan faktor-faktor pembatas diatas maka daya dukung ruang/fisik yang tesedia (existing) di kawasan ekowisata Pulau Kembang berdasarkan pada standar kenyamanan ekowisatawan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Daya dukung ruang untuk kegiatan ekowisata di TWA Pulau Kembang Sarana 1. Pondok pandang

Kegiatan

Birdwatching, memandang alam, photo hunting 2. Stopan/shelter birdwatching 3. Shelter 4 m x 6 m birdwatching 4. Jalan papan/board walks jalan-jalan, photo hunting 5. Jalan setapak/foot path jalan-jalan, photo hunting 6. Anjungan Banjar photo hunting 7. Taman photo hunting Jumlah ekowisatawan Air tawar 200 liter/hari/orang

Standar kenyamanan Jumlah pengunjung untuk ekowisatawan (orang) 2 10 m /orang 4 10 m2/orang 10 m2/orang 10 m2/orang 10 m2/orang 10 m2/orang 10 m2/orang

8 3 200 30 3 10 258 orang/weekdays 51.600 l/weekdays

50

Kegiatan mengamati burung (birdwatching) pada Tabel 19 diatas memperlihatkan bahwa kegiatan tersebut dapat dilakukan di tiga sarana, yaitu di pondok pandang dengan menggunakan teropong/binokuler, di stopan area jalan papan dan di shelter 4 m x 6 m. Pengamatan burung dapat dilakukan 2 orang di setiap pondok pandang yang berukuran 4 m x 4 m. Jumlah pondok pandang yang ditempatkan di lokasi ekowisata ada 2 bua h, sehingga pengamatan burung dapat dilakukan oleh 4 orang sekaligus. Pengamatan burung di jalan papan menggunakan papan pengintai/intip yang dipasang di shelter. Papan intip ini gunanya selain untuk mengintai burung dapat juga digunakan untuk mengintai kepiting bakau di sela-sela mangrove. Pengamatan burung dapat dilakukan 2 orang di setiap shelter seluas 12 m2 . Jumlah shelter yang ditempatkan di lokasi wisata ada 4 buah, sehingga pengamatan burung dapat dilakukan oleh 8 orang sekaligus. Pengamatan burung di shelter seluas 4 m x 6 m dapat dilakukan oleh 3 orang sekaligus dengan menggunakan teropong atau binokuler. Untuk kegiatan memandang alam sebaiknya dilakukan di atas pondok pandang yang puncaknya harus lebih tinggi dari kanopi mangrove, sehingga dapat lebih leluasa melihat bentang alam kanopi mangrove yang hijau serta burungburung yang bertengger di atasnya. Memandang alam ini dapat dilakukan oleh 4 orang di dua pondok pandang. Kegiatan jalan-jalan dapat dilakukan di sepanjang jalan papan (board walks) yang panjangnya diperkirakan 1000 meter dan dapat mengakomodasi sekitar 200 orang ekowisatawan serta dapat dilakukan di jalan setapak (foot path) sepanjang 200 meter yang diperkirakan dapat mengakomodasi 30 orang. Obyek yang dapat dilihat ketika jalan-jalan adalah vegetasi mangrove dan organisme yang berasosiasi dengan mangrove. Papan jalan ini dilengkapi dengan shelter yang dapat digunakan untuk istirahat jika pengunjung merasa lelah berjalan-jalan. Kegiatan pemotretan (photo hunting) dapat menggunakan sarana pondok pandang bersama dengan kegiatan pengamatan burung (birdwatching). Kegiatan pemotretan dapat dilakukan jika pada saat pengamatan mendapatkan obyek yang menarik untuk difoto dan sepanjang tidak mengganggu satwa liar atau merusak ekosistem mangrove. Kegiatan pemotretan juga dapat dilakukan saat berjalanjalan di papan jalan (board walks) sambil mengamati vegetasi mangrove, di jalan

51

setapak (foot path), di anjungan khas rumah Banjar serta di taman kecil yang ada di kawasan TWA Pulau Kembang. Kegiatan pemotretan di pondok pandang dapat mengakomodasi sekitar 4 orang, di papan jalan/boardwalks dapat mengakomodasi sebanyak 200 orang, di jalan setapak/foot path dapat mengakomodasi sebanyak 30 orang, di anjungan banjar dapat mengakomodasi sekitar 3 orang dan di taman dapat mengakomodasi sekitar 10 orang. Perkiraan daya dukung ini sifatnya relatif karena berbagai macam kegiatan ekowisata tersebut dapat dilakukan oleh orang yang sama seperti saat melakukan kegiatan pengamatan burung dapat juga melakukan kegiatan memandang alam sambil melakukan pemotretan atau sambil jalan-jalan di papan jalan/boardwalks dan di jalan setapak/foot path sekaligus melakukan pemotretan jika menemukan obyek (moment) yang menarik. Berdasarkan hasil analisa daya dukung ruang untuk kegiatan ekowisata dapat diketahui bahwa masing- masing sarana yang terdapat di TWA Pulau Kembang dapat menampung ekowisatawan sebesar 258 orang/weekdays atau ± 40 orang/hari. Untuk memenuhi kebutuhan air tawar ekowisatawan dapat dihitung berdasarkan perkiraan kebutuhan air tawar yang ditetapkan WTO (1999) yaitu 200 liter/hari/orang. Adapun banyaknya air tawar yang dibutuhkan sesuai dengan banyaknya ekowisatawan yang dapat ditampung yaitu sebanyak 258 orang adalah 51.600 liter/weekdays atau 8000 liter/hari (Tabel 19). Dapat disimpulkan bahwa daya dukung fisik yang terdapat di TWA Pulau Kembang masih belum melampaui daya dukung ekologisnya, sehingga untuk perencanaan selanjutnya pengelolaan dan pengembangan kawasan harus lebih optimal agar dapat memberikan manfaat yang signifikan terhadap pengelola dan masyarakat lokal. 5.2.4. Potensi Ekonomi Kawasan Suatu proyek dinyatakan feasible (layak) bila berdasarkan pada kriteria investasi. Tujuan dari perhitungan kriteria investasi adalah untuk mengetahui sejauh mana gagasan/ usaha yang direncanakan dapat memberikan manfaat (benefit) baik dilihat dari financial benefit maupun social benefit (Ibrahim, 2003). Hasil perhitungan kriteria investasi merupakan indikator dari modal yang diinvestasikan, yaitu perbandingan ant ara total benefit yang diterima dengan total cost yang dikeluarkan dalam bentuk present value selama umur ekonomis proyek (Tabel 20).

52

Tabel 20. Profil finansial proyek pembangunan resort wisata di TWA Pulau Kembang Tahun Kategori Pendapatan: • Penjualan karcis (dalam juta) • Hotel (dalam Milyar) • Restoran (dalam juta) • Kapal rekreasi (dalam juta) • Jasa lain -lain (dalam juta) Gross Benefit (dalam Milyar) Investasi awal (dalam Milyar)

2006

2007

2008

2009

2010

2011

(t = 0)

(t = 1)

(t = 2)

(t = 3)

(t= 4)

(t= 5)

-

120 1.286 180 180 50 1.816

120 1.286 180 180 50 1.816

120 1.286 180 180 50 1.816

120 1.286 180 180 50 1.816

120 1.286 180 180 50 1.816

4.150

-

-

-

-

-

-

100

100

100

100

100

- 4.150

1.716

1.716

1.716

1.716

1.716

Operating cost (dalam juta) Benefit (dalam Milyar) Pajak 10% (dalam juta)

-

171,6

171,6

171,6

171,6

171,6

Net Benefit (dalam Milyar)

- 4.150

1.544,4

1.544,4

1.544,4

1.544,4

1.544,4

Discount factor 15%

1,0000

1,1500

1,3225

1,5209

1,7490

2,0113

Present Value

-4.150 1.342.956.522 1.167.788.280 1.015.451.377 883.018.867,8 767.861.582,1

NPV = Total PV

1.027.076.629,00

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan social discount rate sebesar 15% diperoleh NPV sebesar Rp.1.027.076.629,00 dengan asumsi proyek tersebut berjalan selama 5 tahun. Dari perhitungan diperoleh NPV > 0, hal ini berarti gagasan proyek pembangunan resort wisata di TWA Pulau Kembang layak (feasible) untuk diusahakan. 5.3. Sumberdaya Manusia 5.3.1. Masyarakat Lokal Karakteristik Masyarakat Lokal Masyarakat lokal yang menjadi respoden dalam penelitian ini berjumlah 50 orang yang terdiri dari 26 orang laki- laki (52%) dan 24 orang perempuan (48%). Sebagian besar responden termasuk ke dalam golongan usia produktif (Gambar 4). Masyarakat atau penduduk lokal yang menjadi responden berasal dari 5 desa di sekitar kawasan Pulau Kembang, yaitu Desa Pulau Alak-alak, Desa Pulau Suwangi, Desa Pulau Sugara, Desa Tinggiran II dan Desa Jelapat I. Dari hasil dapat dilihat bahwa pada dasarnya masih tersedia sumberdaya manusia untuk menjadi tenaga kerja dalam upaya pengembangan Pulau Kembang sebagai daerah tujuan ekowisata.

53

Gambar 5. Karakteristik umur masyarakat Kualitas dan tingkat pendidikan merupakan faktor pendukung dalam keberhasilan usaha pengelolaan dan pengembangan ekowisata yang berkelanjutan. Hal ini terkait dengan besarnya tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat lokal mengenai kelestarian lingkungan dan perlindungan terhadap kawasan yang menjadi daerah ekowisata berbasis konservasi. Tingkat pendidikan masyarakat lokal sebagian besar adalah lulusan SMP sebanyak 19 orang (38%) dan selebihnya adalah lulusan akademi/ PT sebanyak 11 orang (22%), lulusan SMA sebanyak 16 orang (32%) serta lulusan SD sebanyak 4 orang (8%). Umumnya penduduk yang menempuh jenjang perguruan tinggi cukup banyak, namun penduduk lokal yang bemukim dekat kawasan ekowisata masih beranggapan bahwa sekolah tinggi tidak terlalu penting dan terbentur dengan biaya pendidikan.

Gambar 6. Karakteristik pendidikan masyarakat Masyarakat lokal disekitar kawasan Pulau Kembang sebagian besar memilih mata pencaharian berwiraswasta yaitu sebanyak 14 orang (28%) hal ini dapat dimaklumi karena wilayah Kalimantan Selatan khususnya daerah Banjarmasin dan sekitarnya terkenal dengan kota perdagangan dimana akses yang sangat mudah dengan pelabuhan Trisakti Banjarmasin. Selain itu, jenis pekerjaan lain yang banyak digeluti adalah dari sektor swasta sebanyak 11 orang (22%)

54

sebagai karyawan, pegawai negeri sipil sebanyak 3 orang (6%) dan sebagai petani/nelayan sebanyak 2 orang (4%). Seiring dengan dikembangkanya kawasan Pulau Kembang sebagai daerah tujuan ekowisata yang mengikutsertakan masyarakat lokal sebagai sumber tenaga kerja, maka diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan mayarakat sekitar Pulau Kembang.

Gambar 7. Karakteristik pekerjaan masyarakat Persepsi Masyarakat Lokal Kondisi lingkungan yang baik dan pengelolaan yang tepat akan mendukung terlaksananya kegiatan ekowisata yang berkelanjutan. Masyarakat lokal yang berada disekitar kawasan Pulau Kembang sebagian besar yaitu sebanyak 15 orang (30%) memiliki anggapan yang baik terhadap kondisi lingkungan di kawasan ekowisata tersebut, selebihnya 13 orang (26%) beranggapan bahwa kondisi Pulau Kembang cukup baik, 2 orang (4%) mengatakan sedikit mengetahui tentang kondisi lingkungan di Pulau Kembang, sedangkan sebanyak 20 orang (40%) mengatakan tidak tahu tentang kondisi lingkungan di Pulau Kembang. Masyarakat yang tidak mengetahui tentang kondisi lingkungan tersebut rata-rata tidak pernah berkunjung atau sudah lama tidak berkunjung kembali ke Pulau Kembang.

Gambar 8. Persepsi masyarakat terhadap kondisi lingkungan Pulau Kembang

55

Berdasarkan hasil survei dilapangan dapat diketahui persepsi masyrakat terhadap kondisi sarana dan prasarana yang tersedia di TWA Pulau Kembang. Pada sarana fisik seperti shelter atau tempat peristirahatan, seluruh responden sebanyak 50 orang (100%) mengatakan bahwa kondisinya kurang baik dan tidak dirawat dengan baik oleh pihak pengelola sehingga jumlah shelter yang layak pakai menjadi berkurang. Menurut keterangan dari masyarakat sekitar, yaitu sebanyak 34 orang mengatakan ketersediaan air bersih di Pulau Kembang sampai saat ini dirasakan masih kurang mencukupi untuk menunjang kegiatan wisata dan sebanyak 16 orang mengatakan kondisinya cukup baik. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dapat dikatakan ketersedian air bersih masih sangat kurang dan hal ini dapat diketahui bahwa suplai air minum diperoleh dari pedagang yang menjual air minum atau air mineral, sedangkan untuk kebutuhan MCK diperoleh dari bak penampungan air yang dibangun oleh pihak pengelola. Kondisi sarana transportasi di sekitar kawasan Pulau Kembang menurut penilaian masyarakat sebagian besar yaitu sebanyak 26 orang mengatakan sudah baik, sebanyak 2 orang mengatakan sangat baik, sebanyak 20 orang mengatakan cukup baik dan sebanyak 2 orang mengatakan kurang baik. Hal yang mendasari munculnya perbedaan pendapat tentang kondisi sarana transportasi adalah ketersediaan angkutan perahu atau klotok yang tidak selalu ada setiap saat. Sarana transportasi dapat diperoleh pada hari minggu atau hari libur dengan menyewa dari masyarakat sekitar yang berprofesi sebagai penyedia jasa persewaan klotok atau perahu motor, sedangkan pada hari-hari biasa jasa persewaan jarang ditemui atau bahkan tidak ada sama sekali. Dari pihak pengelola sendiri tidak menyediakan sarana transportasi yang memadai untuk mengangkut masyarakat menuju ke kawasan ekowisata Pulau Kembang. Perhatian pengelola terhadap kebersihan di TWA Pulau Kembang me nurut masyarakat masih sangat kurang, hal ini dapat dilihat dari pengadaan tempat sampah yang sangat sedikit. Sebagian besar dari masyarakat yaitu sebanyak 34 orang mengatakan bahwa pengadaan tempat sampah di kawasan ekowisata sangat kurang, sebanyak 16 orang mengatakan kondisi tempat sampah sudah cukup baik.

56

Keberadaan fasilitas kios makanan dan minuman di kawasan ekowisata Pulau Kembang sebagian besar yaitu sebanyak 41 orang mengatakan kondisinya kurang baik, sebanyak 7 orang mengatakan kondisinya cukup baik, hanya 1 orang yang mengatakan kondisi kios sudah baik dan 1 orang mengatakan tidak mengetahui tentang kondisi kios di Pulau Kembang. Dari 10 buah kios makanan dan minuman yang dibangun oleh masyarakat hanya 5 buah kios yang berfungsi, sedangkan 5 buah kios lagi sudah tidak ada atau hancur. Kondisi jalan setapak dan jembatan atau titian kayu yang ada di kawasan ekowisata Pulau Kembang menurut masyarakat sebanyak 26 orang mengatakan kondisinya kurang baik dan sebanyak 24 orang mengatakan kondisinya cukup baik. Pada umumnya kondisi jalan setapak dan jembatan atau titian kayu di kawasan tersebut masih berfungsi dengan baik tetapi kurang pemeliharaan. 120

Persentase

100 80 60

Sangat Baik

40

Baik Cukup

20

Kurang Tidak Tahu

0 Shelter

Air Bersih

Transportasi

Tempat Sampah

Kios Makanan & minuman

Jalan Setapak/jembatan

Gambar 9. Persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana di Pulau Kembang Keterlibatan Masyarakat Lokal Untuk mengukur sejauh mana keterlibatan masyarakat lokal terhadap kegiatan ekowisata bahari di Pulau Kembang dapat dilihat dari beberapa parameter acuan. Sebanyak 37 orang (74%) warga masyarakat di sekitar kawasan Pulau Kembang menyatakan tidak terlibat dalam kegiatan ekowisata dan hanya sebanyak 13 orang (26%) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata. Dari 13 orang (26%) yang terlibat dalam kegiatan ekowisata, sebanyak 9 orang (69%) mengalokasikan

sebagian

besar

waktunya,

sebanyak

3

orang

(23%)

mengalokasikan sebagian kecil waktunya dan hanya 1 orang (8%) yang bekerja penuh di kawasan ekowisata Pulau Kembang.

57

Masyarakat yang terlibat dan mengalokasikan waktunya secara penuh, sebagian besar ataupun sebagian kecil disebabkan karena adanya peluang untuk menambah penghasilan dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan masyarakat yang tidak ikut terlibat dalam kegiatan ekowisata biasanya disebabkan karena tidak memiliki modal atau peluang untuk memulai usaha dan kebanyakan masyarakat lebih tertarik dalam bidang perdagangan di wilayah Banjarmasin. Adapun jenis usaha yang dilakukan masyarakat dalam rangka mencari tambahan penghasilan atau untuk memenuhi kebutuhan keluarga antara lain bekerja sebagai pemandu wisata (tourist guide) sebanyak 4 orang (32%), persewaan klotok/perahu sebanyak 3 orang (23%), masing- masing sebanyak 2 orang (15%) bekerja sebagai penjual snack keliling, fotografer serta membuka kios makanan dan minuman di kawasan ekowisata tersebut. (b)

(a)

8%

23%

26%

Penuh Terlibat

Sebagian besar

Tdk terlibat Sebagian Kecil 74% 69%

(c)

(d) 23% 31%

69%

Memenuhi kebutuhan keluarga Mencari tambahan penghasilan

15%

Kios Makanan dan minuman Jual snack keliling

15%

32%

15%

Fotografer keliling Pemandu/ guide Persewaan klotok/ perahu

Gambar 10. Keterlibatan (a), Alokasi waktu (b), Alasan keterlibatan (c) dan Jenis usaha (d) masyarakat dalam kegiatan ekowisata di Pulau Kembang Keberadaan Pulau Kembang sebagai salah satu daerah tujuan ekowisata yang sering dikunjungi menjadikan pulau tersebut dikenal dimasyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei yang menunjukan bahwa sebanyak 48 orang (96%) mengetahui tentang TWA Pulau Kembang dan hanya 2 orang (4%) yang tidak mengetahui tentang keberadaan TWA Pulau Kembang tersebut. Dari 48 orang (96%) ini, sebanyak 2 orang (4%) mengetahui dari BKSDA, 4 orang (8%)

58

mengetahui dari BKSDA dan Dinas Pariwisata, 10 orang (21%) mengetahui dari pemerintahan desa setempat, 14 orang (29%) mengetahui dari media massa baik cetak maupun elektronik dan 18 orang (38%) mengetahui dari masyarakat sekitar kawasan Pulau Kembang. (a)

(b)

4%

Tidak tahu

4%

8%

BKSDA BKSDA, Dinas pariwisata

38% 21%

Pemerintah desa

Tahu Media Masyarakat sekitar

29%

96%

Gambar 11. Tingkat pengetahuan masyarakat lokal (a) dan Sumber informasi (b) tentang TWA Pulau Kembang 5.3.2. Ekowisatawan (pengunjung) Karakteristik ekowisatawan Ekowisatawan Pulau Kembang yang dijadikan responden berjumlah 50 orang yaitu terdiri dari 28 orang laki- laki dan 22 orang perempuan. Parameter yang mendasari penentuan karakteristik ekowisatawan adalah jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, daerah asal dan pendapatan per bulan. Ekowisatawan yang berkunjung ke Pulau Kembang sebanyak 21 orang (42%) masuk dalam kelas umur 20 - 25 tahun, sebanyak 15 orang (30%) berumur < 20 tahun, masing- masing 5 orang (10%) masuk dalam kelas umur 26 - 30 tahun dan berumur > 40 tahun, sebanyak 3 orang (6%) masuk dalam kelas umur 31 - 35 tahun dan 1 orang (2%) masuk dalam kelas umur 36 - 40 tahun. 10% 2% 6%

30% < 20 20 – 25

10%

26 – 30 31 – 35 36 – 40 > 40 42%

Gambar 12. Karakteristik umur ekowisatawan

59

Ekowisatawan yang datang berkunjung ke Pulau Kembang sebanyak 16 orang (32%) adalah karyawan perusahaan swasta, sebanyak 14 orang (28%) merupakan pelajar sekolah, sebanyak 10 orang (20%) merupakan mahasiswa, sebanyak 6 orang (12%) bekerja dibidang lainnya, sebanyak 3 orang (6%) merupakan pengusaha atau wiraswasta dan 1 orang (2%) merupakan tenaga ahli. 12% 2%

28%

6%

Pelajar Mahasiswa Karyawan Wiraswasta Tenaga Ahli

32%

20%

Lainnya

Gambar 13. Jenis pekerjaan ekowisatawan Pulau Kembang Pada umumnya ekowisatawan Pulau Kembang berasal dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Sejumlah 33 orang (66%) ekowisatawan berasal dari kota Banjarmasin, 9 orang (18%) berasal dari kota Banjarbaru, masing- masing 2 orang (4%) berasal dari daerah Anjir Pasar dan Balikpapan, serta masing- masing 1 orang (2%) berasal dari Kota Baru, Martapura, Samarinda dan Tanjung.

Besarnya jumlah

ekowisatawan yang berasal dari kota Banjarmasin disebabkan karena jarak Pulau Kembang yang tidak terlalu jauh yaitu sekitar 2 km dari kota Banjarmasin.

2% 4%

2%

2%

2% 4%

Anjir Pasar Banjarmasin Banjarbaru Balikpapan

18%

Kota Baru Martapura Samarinda Tanjung 66%

Gambar 14. Karakteristik daerah asal ekowisatawan Pulau Kembang Tingkat pendapatan ekowisatawan yang berkunjung ke Pulau Kembang dapat dilihat dari hasil survei yang menyatakan bahwa sebanyak 25 orang (50%) belum atau tidak mempunyai pendapatan, keadaan ini berkorelasi dengan jenis

60

pekerjaan ekowisatawan yang dapat dilihat pada gambar 12 yaitu sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa. Selanjutnya sebanyak 15 orang (30%) mempunyai pendapatan sebesar Rp.500.000,00-Rp.1000.000,00 dan sebanyak 7 (14%) orang mempunyai pendapatan sebesar Rp.300.000,00-Rp.500.000,00 dan hanya 3 orang (6%) yang mempunyai pendapatan > Rp.1.000.000,00.

Gambar 15. Tingkat pendapatan ekowisatawan Pulau Kembang Persepsi Ekowisatawan Sebagai daerah yang termasuk dalam kawasan konservasi dan memiliki fungsi sebagai Taman Wisata Alam, faktor lingkungan serta fasilitas penunjang kegiatan ekowisata harus terus dipertahankan dan ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas demi mewujudkan pengembangan ekowisata yang berkelanjutan. Secara umum persepsi ekowisatawan terhadap kondsi lingkungan di kawasan Pulau Kembang sebagian besar mengatakan sudah cukup baik. Parameter untuk mengukur faktor lingkungan dalam survei ini adalah mangrove (flora), satwa (fauna) dan pemandangan (point of view). Berdasarkan hasil survei, sebanyak 19 orang (38%) ekowisatawan mengatakan kondisi mangrove masih baik, sebanyak 17 orang (34%) mengatakan kondisi mangrove cukup baik, sebanyak 4 orang (8%) mengatakan kondisi mangrove kurang baik, sebanyak 1 orang (2%) mengatakan kondisi mangrove sangat kurang baik dan sebanyak 9 orang (18%) mengatakan tidak mengetahui tentang kondisi mangrove di kawasan tersebut. Fauna atau satwa di kawasan Pulau Kembang yang menjadi parameter pengamatan adalah fauna aquatik dan fauna terestrial seperti ikan, burung, bekantan, monyet, reptilia. Menurut ekowisatawan yaitu sebanyak 28 orang (56%)

61

mengatakan kondisi fauna sangat baik, sebanyak 16 orang (32%) mengatakan kondisi fauna cukup baik dan sebanyak 6 orang (12%) mengatakan tidak mengetahui kondisi fauna terutama tentang keberadaan reptil di kawasan tersebut. Pemandangan alam di kawasan Pulau Kembang menurut pendapat ekowisatawan yang datang berkunjung yaitu sebesar 18 orang (36%) mengatakan kondisinya sangat baik, sebanyak 16 orang (32%) mengatakan kondisinya cukup baik, sebanyak 6 orang (12%) mengatakan kondisinya sangat kurang, dan masingmasing sebanyak 5 orang (10%) mengatakan kondisinya kurang baik dan tidak banyak mengetahui tentang kondisi di kawasan tersebut. Keberadaan tempat peristirahatan sangat penting bagi ekowisatawan saat melakukan kegiatan di kawasan ekowisata. Fasilitas tempat peristirahatan yang dapat ditemui di Pulau Kembang antara lain anjungan Banjar, shelter ukuran 4 m x 6 m dan shelter ukuran 4 m x 3 m. Menurut responden yaitu sebanyak 23 orang (46%) mengatakan kondisinya kurang baik, sebanyak 12 orang (24%) mengatakan kondisinya sangat kurang baik, sebanyak 8 orang (16%) mengatakan tidak mengetahui kondisi fasilitas tersebut, sebanyak 6 orang (12%) mengatakan kondisinya cukup baik dan hanya 1 orang (2%) yang mengatakan kondisinya masih dapat berfungsi dengan baik. Parameter dalam penilaian shelter atau tempat peristirahatan ini adalah dilihat dari kondisi, jumlah dan masih dapat berfungsi atau tidak untuk menunjang kegiatan ekowisata. Kebersihan lokasi ekowisata merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi daya tarik bagi ekowisatawan, sehingga tersedianya fasilitas tempat sampah dan pengelolaan sampah yang baik merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh pihak pengelola kawasan TWA Pulau Kembang. Menurut ekowisatawan yang datang berkunjung, sebanyak 20 orang (40%) mengatakan ketersedian tempat sampah dirasakan kurang, sebanyak 17 orang (34%) mengatakan ketersediaannya sangat kurang, sebanyak 7 orang (14%) mengatakan tidak tahu tentang hal tersebut serta masing- masing 3 orang (6%) mengatakan kondisinya sudah baik dan cukup baik. Upaya penangggulangan sampah sudah dilaksanakan oleh pihak pengelola kawasan akan tetapi belum dilakukan secara maksimal serta tidak ada peraturan untuk ekowisatawan agar tidak membuang

62

sampah sembarangan, sehingga sebagian kawasan terlihat banyak sampah berserakan. Sarana transportasi air untuk mencapai kawasan TWA Pulau Kembang menurut ekowisatawan yaitu sebanyak 16 orang (32%) mengatakan sangat baik, sebanyak 19 orang (38%) mengatakan cukup baik, sebanyak 6 orang (12%) mengatakan kurang baik, sebanyak 2 orang (4%) mengatakan sangat kurang baik dan sebanyak 7 orang (14%) mengatakan tidak tahu. Ekowisatawan yang berasal dari kota Banjarmasin sangat mudah untuk mencapai kawasan karena jaraknya yang relatif dekat yaitu sekitar 2 km, sedangkan ekowisatawan yang berasal dari luar kota Banjarmasin atau propinsi Kalimantan Selatan harus melakukan perjalanan yang cukup panjang untuk mencapai kawasan ini. Pihak pengelola sendiri tidak menyediakan fasilitas angkutan yang khusus untuk mengangkut ekowisatawan yang ingin berkunjung ke kawasan Pulau Kembang. Persepsi ekowisatawan terhadap kondisi jalan setapak dan jembatan di kawasan Pulau Kembang berdasarkan hasil survei menunjukan bahwa sebanyak 18 orang (36%) mengatakan kondisinya cukup baik, sebanyak 17 orang (34%) mengatakan kondisinya kurang baik, sebanyak 7 orang (14%) mengatakan tidak mengetahui kondisinya, sebanyak 6 orang (12%) mengatakan kondisinya sangat kurang baik dan hanya 2 orang (4%) yang mengatakan kondisinya baik. Fasilitas jalan setapak yang ada di kawasan ini memiliki panjang 200 meter dan jembatan atau titian kayu memiliki panjang 1000 meter. Kondisi fasilitas yang dibangun oleh pihak pengelola kawasan yaitu CV. Sinar Kencana ini masih dapat berfungsi dengan baik akan tetapi kurang pemeliharaan sehingga kayu pada jembatan atau titian banyak yang rusak. Keberadaan WC umum atau toilet yang memadai sebagai fasilitas pendukung kenyamanan ekowisatawan saat berkunjung merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pihak pengelola kawasan TWA Pulau Kembang. Sebagian besar ekowisatawan yaitu sebanyak 25 orang (50%) mengatakan kondisinya kurang baik, sebanyak 10 orang (20%) mengatakan kondisinya sangat kurang baik, masing- masing sebanyak 7 orang (14%) mengatakan kondisinya cukup baik dan tidak mengetahui kondisinya, sisanya hanya 1 orang (2%) yang mengatakan kondisinya masih baik.

63

Menurut ekowisatawan keberadaan kios makanan dan minuman di kawasan Pulau Kembang menunjukan bahwa sebanyak 15 orang (30%) mengatakan kondisinya cukup baik, 14 orang (28%) mengatakan kondisinya kurang baik, 8 orang (16%) mengatakan kond isinya baik, 7 orang (14%) mengatakan kondisinya sangat kurang baik dan 6 orang (12%) mengatakan tidak tahu. Sebagian besar ekowisatawan membeli makanan, snack dan minuman ringan di kios tersebut. Dilihat dari segi pelayanan yang diberikan pihak pengelola kawasan terhadap ekowisatawan yang datang pada umumnya sangat kurang. Sebanyak 16 orang (32%) mengatakan pelayanan sangat kurang, sebanyak 11 orang (22%) mengatakan pelayanan cukup baik, sebanyak 10 orang (20%) mengatakan pelayanan sudah baik, sebanyak 7 orang (14%) mengatakan tidak megetahui tentang pelayanan yang ada dan sebanyak 6 orang (12%) mengatakan pelayanan kurang baik. Parameter yang menjadi acuan dalam menilai aspek pelayanan antara lain mencakup keramahan pihak pengelola kepada ekowisatawan, penyediaan jasa pemandu atau guide, serta pengaturan keamanan dan keselamatan bagi ekowisatawan. 60

Persentase

50 40 Baik

30

Cukup

20

Kurang Sangat Kurang

10

Tidak Tahu

Pelayanan

Kios

WC Umum

Jalan Setapak dan Jembatan

Transportasi Air

Tempat Sampah

Shelter

Pemandangan

Satwa

Mangrove

0

Gambar 16. Persepsi ekowisatawan terhadap lingkungan, sarana dan prasarana di Pulau Kembang Keterlibatan Ekowisatawan Keterlibatan ekowisatawan terhadap kegia tan ekowisata di Pulau Kembang dapat dilihat dari beberapa parameter salah satunya adalah pengalaman dan frekuensi mengunjungi TWA Pulau Kembang.

64

(a)

(b)

24%

24%

24% Sekali

Pernah

2 kali

Tidak Pernah

3-4 kali 22%

76%

5 kali atau lebih

30%

Gambar 17. Pengalaman (a) dan Frekuensi berkunjung (b) ke TWA Pulau Kembang Pada gambar 16 dapat dilihat sebanyak 38 orang (76%) pernah berkunjung ke TWA Pulau Kembang sebelumnya. Dari 38 orang yang berkunjung, sebanyak 15 orang pernah berkunjung 3 - 4 kali, masing- masing sebanyak 12 orang pernah berkunjung sekali dan 5 kali atau lebih, sebanyak 11 orang pernah berkunjung sebanyak 2 kali. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh ekowisatawan saat berkunjung ke TWA Pulau Kembang adalah jalan-jalan (walking), memandang alam, penelitian atau riset, memotret (photo hunting), pengamatan burung (birdwatching). Kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh ekowisatawan adalah kegiatan jalanjalan yaitu sebanyak 25 orang (50%), disusul kegiatan memandang atau interpretasi alam sebanyak 18 orang (36%), selebihnya adalah kegiatan riset atau penelitian, photo hunting dan birdwatching. 2%

4%

8%

Jalan-jalan Memandang alam

50%

36%

Penelitian/riset Photo Hunting Birdwatching

Gambar 18. Jenis kegiatan yang dilakukan oleh ekowisatawan Ekowisatawan yang datang berkunjung ke kawasan TWA Pulau Kembang sebagian besar yaitu sebanyak 30 orang (60%) pergi bersama dengan rombongan atau teman dalam rangka study tour, sebanyak 19 orang (38%) pergi bersama dengan keluarga untuk tujuan berlibur dan hanya 1 orang (2%) yang pergi sendiri.

65

Pada saat berkunjung ke kawasan TWA Pulau Kembang, ekowisatawan biasanya menghabiskan waktu selama 1 - 2 jam yaitu sebanyak 26 orang (52%), sebanyak 20 orang menghabiskan waktu < 1 jam dan sebanyak 4 orang menghabiskan waktu 3 - 4 jam. (a)

(b)

2%

38%

8%

Sendiri

40%

< 1 jam

Keluarga 1-2 jam 60%

Teman/ Rombongan

3-4 jam

52%

Gambar 19. Pendamping (a) dan Lama berkunjung (b) ke TWA Pulau Kembang Pada saat mengunjungi kawasan TWA Pulau Kembang, ekowisatawan harus menempuh perjalanan dengan menyewa jasa persewaan perahu atau klotok, membayar karcis masuk kawasan ekowisata, menyewa jasa pemandu wisata, membayar ongkos cuci cetak foto Polaroid atau foto landscape bagi yang ingin berfoto saat berada di kawasan ekowisata serta menyediakan dana lebih bagi yang ingin berbelanja makana n atau minuman di kios yang tersedia. Agar kegiatan ekowisata berjalan dengan lancar, setiap ekowisatawan sebaiknya me rencanakan perkiraan biaya yang akan dikeluarkan untuk mengunjungi suatu kawasan wisata. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa sebanyak 19 orang (38%) menyisihkan dananya sebesar Rp.10.000,00 - Rp.50.000,00 per orang, sebanyak 15 orang (30%) menyisihkan dananya sebesar Rp.= 10.000,00 per orang, sebanyak 8

orang

(16%)

menyisihkan

dananya

sebesar

Rp.50.000,00-

Rp.100.000,00 per orang, sebanyak 6 orang (12%) tidak menyisihkan dananya dan sebanyak 2 orang (4%) menyisihkan dananya = Rp.100.000,00 per orang. 4%

12%

16%

Rp. 0 ,= Rp. 10.000,Rp. 10.000,- s.d 50. 000,30% Rp. 50.000,- s.d 100.000,= Rp. 100.000,-

38%

Gambar 20. Pengeluaran ekowisatawan saat berkunjung ke Pulau Kembang

66

5.4. Kebijakan dan Kelembagaan Pengembangan Ekowisata Dalam GBHN 1999-2004, arah kebijakan pembangunan pariwisata di Indonesia adalah mengembangkan pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis, ergonomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan ala m dan tidak merusak lingkungan. Daya tarik yang dimiliki oleh TWA Pulau Kembang adalah aksesibilitas yang sangat mudah dijangkau yaitu sekitar 2 km dari kota Banjarmasin serta habitat bagi primata endemik Bekantan (Nasalis larvatus) yang dikategorikan rentan dalam IUCN Red Data Book dan dimasukkan ke dalam Appendix I CITES. Letak pulau yang unik yaitu berada di tengah alur sungai Barito serta dapat melihat langsung kegiatan sehari- hari masyarakat tradisional Kalimantan Selatan yaitu pasar terapung (floating market) dan rumah lanting merupakan potensi yang bagus untuk dikelola menjadi alternatif tujuan wisata berwawasan lingkungan. TWA Pulau Kembang merupakan kawasan konservasi yang berada dalam wilayah kerja pengelo laan BKSDA Kalimantan Selatan dan dibawah unit kerja Sub Seksi Wilayah Konservasi Barito Kuala. Di kawasan seluas 60 ha ini terdapat areal seluas 6 ha yang dimanfaatkan oleh CV. Sinar Kencana untuk kegiatan pariwisata alam. Perusahaan ini memperoleh ijin pengusahaan pariwisata alam berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 192/Kpts-II/1995 dengan jangka waktu 30 tahun terhitung dari tanggal 4 april 1995 - 4 April 2025. Sebagai konsekuensi dari ijin pengusahaan yang diperoleh, CV. Sinar Kencana berhak untuk mengelola kegiatan usaha pariwisata alam dan memungut biaya atas jasa yang diselenggarakannya serta melaksanakan kewajibannya sebagai pemegang hak pengusahaan pariwisata alam untuk mengelola kawasan Pulau Kembang secara terpadu dan berkelanjutan. 35000 30000 Jumlah Pengunjung

32633

32741 33324

24904 31259

25000 20000

19559

15000 10000 5000 0 2000

2001

2002

2003

2004

2005

Tahun

Sumber: BKSDA Kalsel, sampai dengan Agustus 2005

Gambar 21. Jumlah ekowisatawan TWA Pulau Kembang periode 2000 - 2005

67

Berdasarkan data yang diperoleh dari BKSDA Kalimantan Selatan dapat dilihat fluktuasi jumlah ekowisatawan TWA Pulau Kembang dari tahun 2000 sampai bulan Agustus 2005. Jumlah ekowisatawan TWA Pulau Kembang didasarkan atas laporan bulanan pengunjung oleh CV. Sinar Kencana yang secara rutin disampaikan ke Kantor Wilayah Departemen Kehutana n dan BKSDA Kalimantan Selatan. Laporan bulanan pengunjung tersebut didasarkan atas jumlah karcis masuk yang terjual selama periode satu bulan. Dari hasil laporan diketahui bahwa ekowisatawan yang berkunjung ke TWA Pulau Kembang terdiri dari pengunjung dalam dan luar negeri. Berdasarkan sumber data yang diperoleh tidak disebutkan secara rinci selisih antara jumlah total pengunjung dalam dan luar negeri. Kenaikan jumlah ekowisatawan terjadi pada tahun 2000, namun secara perlahan terjadi penurunan jumlah ekowisatawan pada tahun 2001 dan 2002 serta terjadi penurunan yang sangat tajam pada tahun 2003. Penurunan jumlah ekowisatawan disebabkan karena TWA Pulau Kembang tidak dikelola dan dikembangkan secara optimal oleh pihak pengelola, sehingga ekowisatawan kurang tertarik untuk berkunjung kembali ke kawasan tersebut. Hal ini diperparah dengan adanya kebakaran hutan yang terjadi 5 tahun terakhir hamper di seluruh areal pulau Kalimantan sehingga menimbulkan kabut asap yang sangat mengganggu kegiatan ekowisata dan mengurangi kenyamanan ekowisatawan saat berkunjung serta mengurangi jarak pandang saat melakukan perjalanan baik melewati jalur transportasi darat, air maupun udara. Selain itu, kondisi keamanan dan situasi politik dalam negeri yang tidak menentu menyebabkan beberapa negara mengeluarkan travel warning bagi warga negaranya yang akan melakukan perjalanan ke beberapa daerah tujuan wisata di Indonesia.

5.5.

Dampak Pengelolaan Ekowisata di Pulau Kembang Dalam pengelolaan suatu kawasan ekowisata dibutuhkan tenaga ahli yang

terampil dan profesional di bidangnya agar dapat melaksanakan program kerja yang telah direncanakan dengan baik, mengawasi jalannya kegiatan ekowisata dan mengatasi masalah- masalah yang terjadi di lapangan dengan efektif dan efisien.

68

Dari hasil pengamatan di lapangan serta berdasarkan wawancara dengan masyarakat sekitar dan instansi terkait dapat diprediksi dampak-dampak yang akan muncul dari kegiatan pengelolaan dan pengembangan di TWA Pulau Kembang. Adapun dampak yang akan muncul terhadap kawasan terbagi dua, yakni dampak positif dampak dampak negatif. Berikut dampak positif yang diperkirakan muncul seiring dengan diselenggarakannya kegiatan ekowisata di TWA Pulau Kembang : 1. Menjaga kelestarian sumberdaya alam beserta ekosistemnya dengan mengimplementasikan rencana pengelolaan dan pengembangan melalui konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). 2. Mengoptimalkan fungsi taman wisata alam dengan memanfaatkannya menjadi kawasan pelestarian alam berbasis lingkungan dan masyarakat serta menjadi tempat pengembangan kegiatan pendidikan, penelitian dan ekowisata. 3. Tersedianya peluang berusaha yang dapat menjadi sumber pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal yang hidup disekitar kawasan melalui pengembangan wilayahnya menjadi kawasan ekowisata. 4. Tersedianya berbagai atraksi dan fasilitas wisata yang berpeluang dalam meningkatkan kepuasan ekowisatawan yang datang berkunjung ke kawasan wisata. Disamping dampak positif, diperkirakan juga akan muncul dampak negatif yang dapat mempengaruhi kawasan taman wisata alam secara signifikan, seperti : 1. Terjadi degradasi lingkungan berupa rusak dan berkurangnya vegetasi mangrove, rusaknya habitat utama sehingga menyebabkan penurunan keanekaragaman dan jumlah beberapa biota yang terdapat dikawasan tersebut, pencemaran air akibat limbah dari kegiatan ekowisata dan lain- lain. 2. Adanya kesenjangan sosial antara masyarakat lokal dengan ekowisatawan akibat tingkah laku dan gaya hidup yang dibawa oleh ekowisatawan yang datang berkunjung ke kawasan wisata. 3. Potensial menciptakan konflik akibat kesalahpahaman dan ketidaktahuan penduduk lokal terhadap pihak pengelola kawasan baik pemerintah maupun pengusaha. Hal ini terjadi apabila masyarakat setempat tidak ikut dilibatkan secara aktif dalam usaha pengembangan ekowisata.

69

4. Terjadinya kelebihan kapasitas (over capacity) pengunjung yaitu melampaui daya dukung kawasan dalam hal menampung ekowisatawan sehingga mengganggu kenyamanan ekowisatwan saat berkunjung. Hal ini terjadi akibat tidak ada pembatasan jumlah ekowisatawan dan sirkula si pengunjung serta tidak ada peraturan pengaturan pengunjung pada hari minggu atau libur.

5.6. Strategi Pengelolaan Dalam Kegiatan Ekowisata Di Pulau Kembang Strategi pengelolaan atau manajemen strategis didefinisikan sebagai suatu proses untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi serta membuat organisasi mampu mencapai tujuannya. Dalam proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap yaitu perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi (David, 2004). Perumusan strategi termasuk mengembangkan misi kegiatan ekowisata, mengenali peluang dan ancaman eksternal,

menetapkan kekuatan dan kelemahan internal,

menetapkan tujuan jangka panjang, menghasilkan startegi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya yang dimiliki suatu kawasan, maka perlu dilakukan perumusan strategi alternatif ya ng akan memberikan manfaat bagi pengelola maupun masyarakat sekitar kawasan TWA Pulau Kembang. Dalam melakukan perumuskan strategi terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan yaitu tahap 1 merupakan tahap input terdiri dari matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dan matriks Evalua si Faktor Internal (EFI), tahap 2 merupakan tahap pencocokan dengan memadukan faktor-faktor eksternal dan internal melalui matriks Threats-Opportunities-Weaknesses-Strengths (TOWS) atau Ancaman Peluang-Kelemahan-Kekuatan, dan tahap 3 merupakan tahap keputusan dengan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). 5.6.1. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) Tujuan identifikasi faktor eksternal adalah untuk mengembangkan daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan ancaman yang harus dihindari oleh pihak pengelola. Kekuatan eksternal dapat dibagi menjadi lima kategori besar yaitu (1)

70

kekuatan ekonomi; (2) kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan; (3) kekuatan politik, pemerintah dan hukum; (4) kekuatan tekno logi; dan (5) kekuatan pesaing (David, 2004). Faktor- faktor eksternal ya ng diidentifikasi: a. Peluang (Opportinities) 1. Kerjasama dengan berbagai instansi untuk pengembangan kawasan ekowisata. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan kawasan di TWA Pulau Kembang pihak pengelola dapat melakukan kerjasama dengan berbagai instansi terkait seperti Dinas Pariwisata dan biro perjalanan wisata untuk mempromosikan kawasan TWA Pulau Kembang, juga mengadakan kerjasama dengan pihak investor yang beminat dalam upaya pengembangan ekowisata di Pulau Kembang. 2. Jumlah ekowisatawan yang datang berkunjung ke TWA Pulau Kembang relatif banyak dari tahun ke tahun. 3. Promosi wisata. Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi dan perkembangan mass media baik cetak maupun elektronik yang semakin meningkat, pihak pengelola kawasan berkesempatan untuk melakukan kegiatan promosi wisata melalui berbagai media tersebut, terutama melalui internet. Promosi melalui internet ini bertujuan untuk menyediakan informasi secara detail tentang kawasan TWA Pulau Kembang dengan akses mudah, murah dan cepat bagi para pengunjung yang akan melakukan perjalanan wisata. 4. Perkembangan wisata dunia yang berorientasi pada pelestarian lingkungan. Perubahan minat tujua n wisata yang berorientasi pada pelestarian lingkungan diketahui dengan adanya isu global pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan serta pada tahun 2002 ditetapkan oleh WTO sebagai tahun internasional ekowisata (International Year of Ecotourism). 5. Tarif karcis masuk kawasan ekowisata relatif murah dan cukup terjangkau. b. Ancaman (Threats) 1. Polusi udara dan pengendalian polusi Polusi udara yang terjadi akibat adanya kebakaran lahan dan hutan di sebagian besar lahan di Kalimantan sangat menggangu kenyamanan ekowisatawan yang datang berkunjung serta membuat jalur transportasi udara sedikit terganggu.

71

Untuk mencegah terjadinya dampak yang lebih merugikan, aksi cepat tanggap dari pemerintah terhadap upaya pengendalian polusi sangat diperlukan. 2. Ketersediaan kredit yang mendukung usaha ekowisata Tidak adanya prioritas atau ketersediaan kredit dari bank atau lembaga keuangan sejenis yang mendukung upaya pengembangan obyek wisata alam yang berorientasi pada lingkungan seperti kegiatan ekowisata. 3. Dukungan dari pemerintah setempat Peran pemerintah daerah sebagai regulator dan fasilitator dalam upaya pengembangan ekowisata masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari birokrasi yang berbelit-belit dalam hal perijinan pengusahaan pariwisata alam dan kurangnya koordina si antar berbagai instansi terkait dengan bidang pariwisata. 4. Kerentanan masyarakat lokal terhadap pengaruh pengelolaan sumberdaya alam yang menjanjikan nilai ekonomi secara cepat. Hal ini dikhawatirkan akan memberikan dampak yang negatif kepada masyarakat lokal, seperti adanya pergeseran nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat,

perubahan

gaya

hidup

penduduk

lokal

serta

adanya

kecemburuan sosial dan ekonomi terhadap pihak pengelola kawasan yang tidak memberikan kesempatan terhadap masyarakat lokal untuk melakukan usaha. Setelah mengidentifikasi faktor-faktor eksternal yang ada di lapangan, selanjutnya dilakukan penentuan bobot pada setiap faktor untuk menunj ukkan kepentingan relatif dari faktor tersebut agar pengelola kawasan ekowisata dapat berhasil dalam bidang industri wisata (Tabel 21). Tabel 21. Tingkat kepentingan faktor eksternal dalam strategi pengelolaan kawasan ekowisata Pulau Kembang Simbol O1 O2 O3 O4 O5

Peluang (Opportunities) Kerjasama dengan berbagai instansi untuk pengembangan kawasan ekowisata Jumlah pengunjung relatif banyak Promosi wisata Arah pengembangan wisata dunia berorientasi pada pelestarian lingkungan Tarif karcis relatif murah

Simbol

Ancaman (Threats)

T1 T2 T3

Polusi udara dan pengendalian polusi Ketersediaan kredit yang mendukung usaha ekowisata Dukungan dari pemerintah setempat Kerentanan masyarakat lokal terhadap pengaruh pengelolaan sumber daya alam yang menjanjikan nilai ekonomi secara cepat

T4

Tingkat Kepentingan Sangat penting Penting Penting Cukup penting Cukup p enting Tingkat Kepentingan Sangat penting Penting Penting Cukup Penting

72

Setelah memperoleh tingkat kepentingan dari setiap faktor- faktor eksternal, dilakukan pembobotan dengan metode Paired Comparison (Tabel 22). Tabel 22. Penentuan bobot faktor eksternal dalam strategi pengelolaan kawasan ekowisata Pulau Kembang Faktor Eksternal

O1

O2

O3

O4

O5

T1

T2

T3

T4

Total

Bobot

O1

0

3

3

4

4

2

3

3

4

26

0.1757

O2

1

0

2

3

3

1

2

2

3

17

0.1149

O3

1

2

0

3

3

1

2

2

3

17

0.1149

O4

1

1

1

0

2

1

1

1

2

10

0.0676

O5

1

1

1

2

0

1

1

1

2

10

0.0676

T1

2

3

3

3

3

0

3

3

4

24

0.1622

T2

1

2

2

3

3

1

0

2

3

17

0.1149

T3

1

2

2

3

3

1

2

0

3

17

0.1149

T4

1

1

1

2

2

1

1

1

0

10

0.0676

148

1

Total

Setiap faktor-faktor eksternal yang telah dibobot kemudian ditentukan rating dengan skala 1 sampai 4 untuk menunjukkan seberapa efektif strategi yang dilaksanakan oleh perusahaan dalam mengelola kawasan. Selanjutnya setiap bobot faktor dikalikan dengan rating untuk menentukan skor, kemudian skor untuk setiap variabel dijumlahkan untuk menentukan nilai bobot total (Tabel 23). Tabel 23. Matriks evaluasi faktor eksternal (EFE) FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL KUNCI BOBOT RATING SKOR PELUANG (OPPORTUNITIES) O1 Kerjasama dengan berbagai instansi untuk pengembangan kawasan 0.1757 1 0.1757 ekowisata O2 Jumlah pengunjung relatif banyak 0.1149 3 0.3446 O3 Promosi wisata 0.1149 2 0.2297 O4 Arah pengembangan wisata dunia berorientasi pada pelestarian lingkungan 0.0676 2 0.1351 O5 Tarif karcis relatif murah 0.0676 4 0.2703 ANCAMAN (THREATS) T1 Polusi udara dan pengendalian polusi T2 Ketersediaan kredit yang mendukung usaha ekowisata T3 Dukungan dari pemerintah setempat T4 Kerentanan masyarakat lokal terhadap pengelolaan sumber daya alam yang menjanjikan nilai ekonomi secara cepat JUMLAH

0.1622 0.1149 0.1149 0.0676

2 1 2 2

1

0.3243 0.1149 0.2297 0.1351 1.9595

Pada matriks EFE diatas diketahui total skor yang dibobot sebesar 1.9595. Hal ini menunjukkan bahwa pihak pengelola kawasan dibawah rata-rata dalam upaya pengelolaan dan pengembangan ekowisata yang memanfaatkan peluang eksternal secara maksimal dan menghindari ancaman seminimal mungkin.

73

5.6.2. Matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) Tujuan

perumusan

faktor

internal

adalah

mengidentifikasi

dan

mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama yang terdapat pada berbagai bidang fungsional dalam organisasi pengelolaan TWA Pulau Kembang. Faktor-faktor internal yang telah diidentifikasi adalah: a. Kekuatan (Strengths) 1. Potensi sumberdaya alam dan budaya lokal Potensi flora dan fauna serta potensi budaya dengan adanya kegiatan khas penduduk lokal seperti pasar terapung (floating market) dan rumah lanting. 2. Kemudahan mengakses kawasan ekowisata Kawasan TWA Pulau Kembang berjarak sekitar 2 km dari kota Banjarmasin dan menghabiskan waktu selama 15 - 45 menit dengan perahu atau speed boat. 3. Pengembangan produk wisata Melakukan pengembangan produk/atraksi wisata air dalam kemasan yang menarik dan membuat paket-paket promosi seperti berperahu menyusuri alur Sungai Barito, Pulau Kembang, Pulau Kaget, pasar terapung, jembatan Barito dengan Pulau Bakut yang tepat terdapat berada dibawahnya. 4. Merupakan satu-satunya kawasan ekowisata yang mempunyai IPPA (Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam) di wilayah Kalimantan Selatan. b. Kelemahan (Weaknesses) 1. Degradasi sumberdaya alam dan lingkungan Degradasi lingkungan dan sumberdaya alam di TWA Pulau Kembang merupakan akibat lambatnya penanganan dari pihak pengelola terhadap dampak kegiatan pengusahaan pariwisata alam yang terjadi di kawasan tersebut, sehingga daya dukung kawasan harus menjadi pedoman dalam rencana pengelolaan dan pengembangan ekowisata di Pulau Kembang. 2. Pelaksanaan konsep manjemen strategis CV. Sinar Kencana selaku pengelola yang memperoleh Hak Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (HPPA) tidak melaksanakan konsep manajemen strategis dengan baik dalam mengelola kawasan ekowisata Pulau Kembang, hal ini dapat dilihat dengan tidak adanya unit organisasi yang secara khusus bertanggung jawab untuk mengelola areal usaha di TWA Pulau Kembang.

74

3. Pembukuan khusus kegiatan ekowisata Pihak pengelola tidak mempunyai sistem pembukuan khusus untuk kegiatan pengusahaan ekowisata. Semua pembukuan keuangan mengenai usaha pariwisata di TWA Pulau Kembang dibuat menjadi satu dengan seluruh bidang usaha yang dijalankan CV. Sinar Kencana. 4. Pengetahuan masyarakat, pelaku wisata dan pemerintah setempat terhadap lingkungan dan konservasi masih rendah. Hal ini disebabkan kualitas pendidikan yang masih rendah dan kurangnya informasi serta sosialisasi tentang pelestarian lingkungan dan konservasi dari BKSDA kepada masyarakat lokal, pelaku wisata dan pemerintah setempat. 5. Sarana, prasarana dan pelayanan Sarana dan prasarana yang dapat mengakomodasi pengunjung di kawasan TWA Pulau Kembang kurang memadai dan tidak terawat dengan baik serta kurangnya pelayanan dari pihak pengelola tehadap ekowisatawan yang datang berkunjung ke TWA Pulau Kembang. 6. Strategi promosi, periklanan dan publisitas kawasan wisata yang dilakukan pengelola relatif lambat dan kurang efektif. 7. Ketersediaan tenaga ahli, terlatih dan terampil Pengelola kawasan belum memiliki tenaga ahli yang terlatih dan terampil untuk melaksanakan dan mengawasi kegiatan ekowisata di Pulau Kembang. 8. Penegakkan hukum dan peraturan Pengawasan dan penegakkan hukum dan peraturan masih lemah, hal ini dapat dilihat dari masih adanya pengambilan kayu berdiameter kecil, daun nipah dan penambatan kapal di pesisir TWA Pulau Kembang. 9. Komunikasi antara pihak pengelola dan masyarakat lokal Dari hasil wawancara dengan pihak pengelola dan penduduk sekitar kawasan Pulau Kembang, diperoleh beberapa informasi mengenai hubungan yang kurang harmonis antara kedua belah pihak. Hal ini disebabkan karena kurangnya komunikasi dan pendekatan dari pihak pengelola kawasan kepada masyarakat terkait dengan kegiatan pengusahaan ekowisata yang kurang melibatkan masyarakat setempat.

75

Setelah mengiidentifikasi faktor- faktor internal yang terdapat di dalam organisasi, selanjutnya dilakukan penentuan bobot pada setiap faktor untuk menunjukkan kepentingan relatif dari faktor tersebut agar pengelola kawasan ekowisata dapat berhasil dalam bidang industri pariwisata (Tabel 24). Tabel 24. Tingkat kepentingan faktor internal dalam strategi pengelolaan kawasan ekowisata Pulau Kembang Simbol S1 S2 S3 S4

Faktor Kekuatan (Strengths) Potensi sumberdaya alam dan budaya local Kemudahan mengakses kawasan ekowisata Pengembangan produk wisata Merupakan satu-satunya kawasan yang mempunyai hak IPPA

Simbol W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8 W9

Faktor Kelemahan (Weaknesses) Degradasi sumberdaya alam dan lingkungan Pelaksanaan konsep manajemen strategis Pembukuan khusus kegiatan ekowisata Pengetahuan masyarakat, pelaku wisata dan pemerintah terhadap lingkungan Sarana, prasarana dan pelayanan dari pengelola Promosi, periklanan dan publisitas Ketersediaan tenaga ahli, terlatih dan terampil Penegakkan hukum dan peraturan Komunikasi antara pihak pengelola dengan masyarakat local

Tingkat Kepentingan Sangat penting Penting Penting Cukup Penting Tingkat Kepentingan Sangat Penting Sangat penting Penting Penting Penting Penting Penting Cukup Penting Cukup penting

Setelah memperoleh tingkat kepentingan dari setiap faktor- faktor internal, dilakukan pembobotan dengan metode Paired Comparison (Tabel 25). Tabel 25. Penentuan bobot faktor internal dalam strategi pengelolaan kawasan ekowisata Pulau Kembang Faktor Internal

S1

S2

S3

S4

W1 W2 W3 W4 W5 W6 W7 W8 W9

Total

Bobot

S1

0

3

3

3

2

3

3

3

3

3

4

4

4

38

0.1162

S2

1

0

2

3

1

2

2

2

2

2

3

S3

1

2

0

3

1

2

2

2

2

2

3

3

3

26

0.0795

3

3

26

0.0795

S4

1

1

1

0

1

1

1

1

1

1

2

2

2

15

0.0459

W1

2

3

3

4

0

2

3

3

3

3

3

4

4

37

0.1131

W2

2

3

3

4

2

0

3

3

3

3

3

4

4

37

0.1131

W3

1

2

2

3

1

1

0

2

2

2

2

3

3

24

0.0734

W4

1

2

2

3

1

1

2

0

2

2

2

3

3

24

0.0734

W5

1

2

2

3

1

1

2

2

0

2

2

3

3

24

0.0734

W6

1

2

2

3

1

1

2

2

2

0

2

3

3

24

0.0734

W7

1

2

2

3

1

1

2

2

2

2

0

3

3

24

0.0734

W8

1

1

1

2

1

1

1

1

1

1

1

0

2

14

0.0428

W9

1

1

1

2

1

1

1

1

1

1

1

2

0

14

0.0428

327

1.0000

Total

76

Setelah faktor- faktor internal dibobot kemudian ditentukan rating dengan skala 1 sampai 4 untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili kelemahan atau kekuatan perusahaan dalam hal ini pihak pengelola TWA Pulau Kembang. Selanjutnya setiap bobot faktor dikalikan dengan rating untuk menentukan skor bagi setiap variabel, kemudian skor setiap variabel dijumlahkan untuk menentukan total nilai yang bobot (Tabel 26). Tabel 26. Matriks evaluasi faktor internal (EFI) FAKTOR-FAKTOR INTERNAL KUNCI KEKUATAN (STRENGHTS) S1 Potensi sumberdaya alam dan budaya lokal S2 Kemudahan mengakses kawasan ekowisata S3 Pengembangan produk wisata S4 Merupakan satu-satunya kawasan yang mempunyai IPPA

BOBOT RATING SKOR

KELEMAHAN (WEAKNESS) W1 Degradasi sumberdaya alam dan lingkungan W1 Pelaksanaan konsep manajemen strategis W2 Pembukuan khusus kegiatan ekowisata W3 Pengetahuan masyarakat, pelaku wisata dan pemerintah terhadap lingkungan dan konservasi W4 Sarana, prasarana dan pelayanan W5 Promosi, periklanan dan publisitas W6 Ketersediaan tenaga ahli, terlatih dan terampil W7 Penegakkan hukum dan peraturan W8 Komunikasi antara pihak pengelola dengan masyarakat local JUMLAH

0.1162 0.0795 0.0795 0.0459

4 4 3 3

0.4648 0.3180 0.2385 0.1376

0.1131 0.1131 0.0734 0.0734

1 1 2 2

0.1131 0.1131 0.1468 0.1468

0.0734 0.0734 0.0734 0.0428 0.0428 1

1 1 1 2 2

0.0734 0.0734 0.0734 0.0856 0.0856 2.0703

Pada matriks EFI diatas diketahui total skor yang dibobot sebesar 2.0703. Nilai tersebut menunjukkan bahwa pihak pengelola kawasan lemah secara intenal keseluruhannya dalam mengelola kawasan ekowisata Pulau Kembang. 5.6.3. Matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT) Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu pengelola dalam mengembangkan empat tipe strategi, yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT. Pada tahap ini merupakan bagian sulit terbesar dengan mencocokkan

faktor- faktor

eksternal

dan

internal

kunci

untuk

mengembangkan matriks SWOT serta memerlukan penilaian yang baik dan objektif. Skema yang mewakili matriks SWOT disajikan pada Tabel 27.

77

Tabel 27. Matriks SWOT KEKUATAN (STRENGHTS)

EFI

S1 Potensi sumberdaya alam dan budaya lokal S2 Kemudahan mengakses kawasan ekowisata S3 Pengembangan produk wisata S4 Merupakan satu-satunya kawasan yang mempunyai IPPA

EFE

PELUANG (OPPORTUNITIES)

STRATEGI S-O

KELEMAHAN (WEAKNESSES) W1 Degradasi sumberdaya alam dan lingkungan W2 Pelaksanaan konsep manajemen strategis W3 Pembukuan khusus kegiatan ekowisata W4 Pengetahuan masyarakat, pelaku wisata dan pemerintah setempat terhadap lingkungan dan konservasi W5 Sarana, prasarana dan pelayanan W6 Promosi, periklanan dan publisitas W7 Ketersediaan tenaga ahli, terlatih dan terampil W8 Penegakkan hukum dan peraturan W9 Komunikasi antara pihak pengelola dengan masyarakat lokal STRATEGI W -O

O1 Kerjasama dengan berbagai instansi SO1 Promosi wisata berwawasan WO1 Penerapan konsep manajemen untuk pengembangan kawasan lingkungan melalui berbagai media, strategis dalam mengelola TWA pengunjung yang datang dan kawasan ekowisata (W1, W2, O2 Jumlah pengunjung relatif banyak kerjasama dengan berbagai instansi O1, O3, O4) O3 Promosi wisata (S1, S2, S4, O1, O2, O3, O4, O5) WO2 Peningkatan kualitas sumberdaya O4 Arah pengembangan wisata dunia SO2 Pengembangan paket wisata air manusia (W4, W7, W8, O1, O2) berorientasi pada pelestarian sebagai daya tarik penunjang WO3 Pembangunan sarana dan lingkungan ekowisata (S3, O1, O3) prasarana ekowisata (W5, W7, O5 Tarif karcis relatif murah O1, O2, O3, O4) ANCAMAN (THREATS) STRATEGI S-T STRATEGI W -T T1 Polusi udara dan pengendalian ST1 Mengoptimalkan fungsi TWA WT1 Peningkatan pengawasan dan polusi melalui pihak pengelola, masyarakat penegakkan hukum untuk T2 Ketersediaan kredit yang lokal dan investor dengan mengurangi degradasi dan mendukung usaha ekowisata mengajukan kredit untuk pencemaran lingkungan (W7, T3 Dukungan dari pemerintah setempat pengembangan kawasan ekowisata W8, T1, T3, T4) T4 Kerentanan masy arakat lokal WT2 Penyelenggaraan forum (S 1, S2, S3, S4, T1, T2, T3, T4) terhadap pengelolaan sumber daya ST2 Melibatkan masyarakat dalam komunikasi secara berkala antara alam yang menjanjikan nilai pengelolaan kawasan ekowisata (S1, pengelola dan masyarakat terkait ekonomi secara cepat dengan kegiatan pengelo laan S3, T1, T4) ST3 Memperkuat nilai budaya dan sosial kawasan ekowisata (W4, W9, (S2, T4) T3, T4 )

Tujuan dari tahap pencocokkan di atas adalah untuk menghasilkan strategi alternatif yang layak, bukan untuk memilih atau menetapkan strategi mana yang terbaik. Oleh karena itu, tidak semua strategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT dipilih untuk diimplementasikan. 5.6.4. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Matriks

Quantitative

Strategic

Planning

(QSPM)

atau

Matriks

Perencanaan Strategis Kuantitatif merupakan suatu teknik yang dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak dengan membuat peringkat strategi untuk memperoleh daftar prioritas. Teknik ini secara sasaran menunjukkan strategi alternatif mana yang terbaik dan layak diimplementasikan.

78

QSPM menggunakan input dari analisis tahap 1 berupa Matriks EFE dan Matriks EFI serta hasil mencocokkan dari analisis tahap 2 berupa Matriks SWOT untuk memutuskan secara sasaran diantara alternatif strategi. Pada Lampiran 15 dapat dilihat QSPM untuk pengelolaan dan pengembangan kawasan Pulau Kembang. Dari hasil analisis QSPM diperoleh alternatif strategi yang layak diimplementasikan dalam strategi pengelolaan kawasan TWA Pulau Kembang. Strategi yang diimplelementasikan dipilih berdasarkan skala prioritas yang menempati urutan lima besar dengan melihat jumlah total nilai daya tarik yang dimiliki oleh setiap alternatif strategi. Alternatif strategi terbaik yang akan diimplementasikan dalam pengelolaan kawasan TWA Pulau Kembang adalah sebagai berikut. 1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia Dalam rangka untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan sumberdaya manusia mencakup masyarakat lokal dan pihak pengelola kawasan, upaya yang perlu dilakukan adalah membuat program pelatihan untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka. Program

peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dapat diterapkan antara lain dengan mengadakan pendidikan dan pelatihan serta kursus-kursus bagi karyawan, praktisi dan pengelola kawasan. Selain itu, masyarakat lokal juga perlu dibekali keterampilan untuk mengisi lapangan kerja yang tersedia agar mereka tidak tersisih dari pendatang yang telah memiliki kualifikasi pendidikan dan keterampilan yang dibutuhkan. Beberapa pelatihan yang diperlukan antara lain pengelolaan homestay, pemandu ekowisata, olahraga memancing, membuat kerajinan tangan (handycraft) untuk dijadikan souvenir, cara membakar ikan dan mengemudikan perahu ke pulau-pulau yang akan dikunjungi ekowisatawan. Program ini dapat terlaksana apabila diadakan sosia lisasi program ekowisata di kawasan Pulau Kembang kepada masyarakat lokal dan instansi terkait serta menjaring tenaga-tenaga ahli dan terampil untuk menjalankan program tersebut.

79

2. Promosi wisata berwawasan lingkungan melalui berbagai media, pengunjung yang datang dan kerjasama dengan berbagai instansi Strategi ini perlu dipertimbangkan unt uk dijadikan kebijakkan, karena dapat memberikan pengaruh yang signifikan dalam pengembangan kawasan ekowisata di Pulau Kembang apabila diimplementasikan dengan baik. Saat ini, informasi yang dapat diakses mengenai keberadaan Pulau Kembang sebagai kawasan ekowisata dengan status Taman Wisata Alam sangat sedikit dan sulit diperoleh baik melalui berbagai media yang ada seperti internet, brosur, dan lain- lain maupun melalui instans i terkait seperti BKSDA, Dinas Pariwisata, pihak pengelola CV. Sinar Kencana, dan lain- lain. Langkah- langkah yang perlu dilakukan dalam rangka mempromosikan kawasan ekowisata Pulau Kembang adalah dengan mempemudah akses informasi yaitu dengan membuat website mengenai kawasan-kawasan ekowisata di propinsi Kalimantan Selatan dengan memasukan TWA Pulau Kembang sebagai salah satu alternatif tujuan wisata, membuat brosur dan leaflet yang menarik sebagai informasi bagi para pengunjung yang datang ke Pulau Kembang dan bekerjasama menyebarkannya melalui berbagai instansi terkait seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan propinsi Kalimantan Selatan, BKSDA Kalimantan Selatan dan biro-biro jasa perjalanan wisata baik di dalam maupun di luar propinsi Kalimantan Selatan. 3. Pembangunan sara na dan prasarana ekowisata Melihat kondisi sarana dan prasarana yang terdapat di Pulau Kembang saat ini sudah tidak dapat lagi mengakomodasi setiap pengunjung yang datang dan jumlahnya sangat kurang karena sebagian besar sarana prasarana tersebut banyak yang rusak dan tidak terawat, maka pembanguna n sarana dan prasarana

penunjang

kegiatan

ekowisata

sangat

penting

untuk

diimplementasikan. Pembangunan sarana dan prasarana baik tipe maupun jumlahnya harus mengacu pada daya dukung kawasan dan disesuaikan kondisi bentang alam kawasan tersebut agar keaslian dan kelestarian sumberdaya alam dapat tetap terjaga dan laju degradasi lingkungan dapat diminimalkan. Upaya yang perlu dilaksanakan antara lain membuat sampan ekowisata, pengadaan alat komunikasi, pengadaan boat, pembuatan tracking tour hutan mangrove,

80

pembangunan

gazebo,

pembangunan

pondok

pandang,

pembangunan

cottage/resort wisata, pembangunan food court khusus untuk makanan khas daerah, memperbaiki jalan papan/board walks dan jalan setapak. 4. Mengoptimalkan fungsi TWA melalui pihak pengelola, masyarakat lokal dan investor dengan mengajukan kredit untuk pengembangan kawasan ekowisata Alternatif strategi ini dapat diimplementasikan apabila semua pihak yang terkait dengan pengelolaan kawasan Pulau Kembang saling berkomitmen untuk bersama-sama mengembangkan kawasan ekowisata Pulau Kembang sebagai salah satu daerah tujuan wisata. Hal ini dapat ditempuh dengan melakukan patroli rutin dan pengamanan kawasan dari kegiatan eksplorasi yang berpotensi menyebabkan degradasi lingkungan oleh pihak BKSDA, melakukan pengelolaan kawasan ekowisata Pulau Kembang dengan baik dan profesional sesuai dengan hak ijin pengusahaan pariwisata alam yang dipegang oleh CV. Sinar Kencana berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan, mengajukan kredit kepada bank atau pihak investor yang berminat untuk pengembangan

kawasan

ekowisata

Pulau

Kembang

serta

mengajak

masyarakat lokal untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan konservasi yang diselenggarakan di Pulau Kembang sehingga tercipta kawasan ekowisata yang berbasis masyarakat dan berkelanjutan. 5. Penerapan konsep manajemen strategis dalam mengelola kawasan ekowisata Pulau Kembang Perumusan strategi yang baik tidak menjamin penerapan konsep manejemen strategi yang sukses. Kenyataan dilapangan selalu lebih sulit melakukan sesuatu (implementasi strategi) dibandingkan mengatakan akan melakukan sesuatu (perumusan strategi). Dalam penerapan konsep manajemen strategi pihak pengelola perlu mengambil tindakan-tindakan yang efektif dan efisien seperti membangun sarana prasarana, mengubah strategi pemasaran, menerima karyawan baru, mengubah strategi penetapan harga, menyusun anggaran keuangan, mengembangkan tunjangan karyawan, menetapkan prosedur pengendalian biaya, mengubah strategi promosi, memberikan pelatihan kepada karyawan dan menyusun sistem informasi komputer yang lebih baik.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan: 1. Berdasarkan hasil analisa data meliputi aspek sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya ekonomi, dapat diketahui: •

Potensi dan kondisi sumberdaya alam di TWA Pulau Kembang secara umum masih cukup baik untuk diselenggarakannya kegiatan ekowisata.

Pengembangan kawasan ekowisata Pulau Kembang layak (feasible) untuk diusahakan melalui kerjasama antara pihak pengelola dengan pihak pemerintah, investor dan masyarakat lokal.

Persepsi masyarakat sekitar kawasan terhadap kondisi lingkungan termasuk dalam kategori baik, sedangkan untuk sarana dan prasarana secara umum dalam kategori cukup dan kurang.

Persepsi pengunjung terhadap kondisi lingkungan termasuk dalam kategori baik, sedangkan untuk sarana dan prasarana secara umum termasuk dalam kategori cukup, kurang dan sangat kurang.

Dalam pengembangan kawasan ekowisata Pulau Kembang perlu koordinasi yang jelas antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak pengelola, investor dan masyarakat sekitar kawasan.

2. Dari hasil analisis strategis dengan matriks SWOT dan QSPM diperoleh lima alternatif strategi yang layak untuk diimplementasikan dalam rangka pengembangan kawasan Pulau Kembang, yaitu: •

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia.

Promosi

wisata

berwawasan

lingkungan

melalui

berbagai

media,

pengunjung yang datang dan kerjasama dengan berbagai instansi terkait. •

Pembangunan sarana dan prasarana ekowisata.

Mengoptimalkan fungsi TWA melalui pihak pengelola, masyarakat lokal dan investor dengan mengajukan kredit untuk pengembangan kawasan ekowisata.

82

Penerapan konsep manajemen strategis dalam mengelola kawasan ekowisata Pulau Kembang.

6.2. Saran Untuk pengelolaan dan pengembangan kegiatan ekowisata di kawasan Pulau Kembang, saran yang dapat diberikan: 1. Membangun pusat sumber informasi terpadu tentang kondisi lingkungan dan sosialisasi program ekowisata untuk masyarakat sekitar Pulau Kembang. 2. Pengembangan paket-paket wisata sebagai daya tarik penunjang ekowisata, seperti berperahu menyusuri sungai/boating along riverways, memancing, homestay untuk melihat berbagai kegiatan dan budaya masyarakat pesisir serta mengikutsertakan ekowisatawan dalam pembuatan kerajinan/handycraft. 3. Percepatan pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekowisata, seperti sarana transportasi, komunikasi, akomodasi dan pengadaan air bersih. 4. Mengadakan penelitian lanjutan tentang rencana pengelolaan kawasan ekowisata Pulau Kembang untuk periode selanjutnya terutama mengenai kajian daya dukung lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Agenda 21. 1992. The Travel Tourism Industry: Towards Environmentaly Sustainable Development. WTTC. WTO. The Earth Council. Aksornkoae, S. 1993. Ecology and management of mangroves. IUCN. Bangkok. Thailand. Anonymous. 2002. Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/INFPROP/INF-KSEL.pdf. Anonymous. 2005. Asyiknya Berwisata Alam. Reader’s Digest Indonesia Vol. 3 No. 07. Sarana Media Internasional. Jakarta. Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Tesis. Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Bengen, D. G. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pedoman Teknis. PKSPL. IPB. Bogor. Bengen, D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem Dan Sumberdaya Alam Pesisir Dan Laut.Cetakan Kedua. PKSPL. IPB. Bogor. Bengen, D. G. 2002. Pengembangan Konsep Daya Dukung dalam Pengelolaan Lingkungan Pulau-pulau Kecil (Laporan Akhir). Kantor Meneg LH dan FPIK. IPB. Bogor. BKSDA Kalsel. 2004. Kawasan Konservasi Di Kalimantan Selatan Tahun 2004. Departemen Kehutanan. Banjarbaru. Kalimantan Selatan. Brower, J. E dan J. H. Zar. 1977. Field and laboratory methods for general ecology. W. M. Brown Comp Pub. Dubuque. Iowa. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Kabupaten Barito Kuala Dalam Angka. BAPPEDA Kabupaten Barito Kuala. Kalimantan Selatan. Caccomo, J. L. and Promchanya, A. 2007. Ecotourism and Environmental Education: Opportunities and Constrains for Sustainability. Case study in Phuket Island. Thailand. Choy, D. L. C. and Heilbronn, K. 1996. Ecotourism: An Annotated Bibliography, Research Report South ROC and Commenwealth Departement of Tourism.

84

Colijn, E. 2001. Pulau Kaget Nature Reserve. http://www.nature-conservation.or.id/kaget.html. Dahuri, R. 1998. Pendekatan Ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-pulau Kecil Berkelanjutan in Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-pulau Kecil di Indonesia. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan-TPSA BPPT-Coastal Resources Management Project (CRMP) USAID. Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S. P., Sitepu, M. J. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Dan La utan Secara Terpadu. Cetakan Ketiga. Pradnya Paramita. Jakarta. David, F. R. 2004. Manajemen Strategis: Konsep. PT. INDEKS. Jakarta. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Barito Kuala. 2005. Laporan Tahunan Pertumbuhan Penduduk. BAPPEDA Kabupaten Barito Kuala. Kalimantan Selatan. Edwards, S. F. 1987. An Introduction to Coastal Zone Economics: Concepts, Methods, and Case Studies. Taylor and Francis Publishing. New York. United States of America. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Hidayati, D., Mujiyani, Rachmawati, L., Zaelani, A. 2003. Ekowisata: Pembelajaran dari Kalimantan Timur. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Ibrahim, M. Y. Studi Kelayakan Bisnis (Edisi Revisi). Cetakan Kedua. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Kantor Kecamatan Alalak. 2005. Luas Pemanfaatan Lahan. Kecamatan Alalak. Kabupaten Barito Kuala. Kalimantan Selatan. Kusmaryadi dan Sugiarto, E. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Silvius, M. J. dan Djuharsa, E. 2005. Pulau Kembang. http://www.arcbc.org.ph/wetlands/indonesia/idn_pul_kembang.htm. Soendjoto, M. A. 2002. Persebaran Bekantan (Nasalis larvatus) Di Kalimantan Selatan dan Masalah Pelestariannya. Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Program Pasca Sarjana/S3. IPB. Bogor. http://rudyct.tripod.com/sem2_012/m_a_soendjoto.htm. Umar, Husein. 2004. Strategic Management in Action. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

85

Yahya, R. P. 1999. Zonasi Pengembangan Ekoturisme Kawasan Mangrove yang Berkelanjutan di Laguna Segara Anakan Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah. Tesis. Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Yulianda, F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah. Departemen MSP. FPIK. IPB Yoety, O. A. 1997. Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Angkasa Bandung. Bandung.

LAMPIRAN

87

Lampiran 1. Daftar jenis flora yang terdapat di TWA Pulau Kembang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13 14. 15.

Nama Umum Jingah Rambai/ Pedada Panggang Pulantan Api-api Nipah Pandan Jeruju Piai Merah Manggis Hutan Bakung Kait-kait Waru Laut

Nama Latin Gluta rengas Soneratia caseolaris Ficus retusa Alstonia pnematophora Avicenia marina Nypa fruticans Pandanus tectoricus Acanthus iliciofolius Acrostichum aureum Eugenea sp. Garcinia sp. Crinum asiaticum Uncaria cordata Bambusa spiralis Hibiscus tiliaceus

Sumber: CV. Sinar Kencana (1997), BKSDA Kalsel (2004), Survei Lapangan (2005), Silvius dan Djuharsa (2005)

88

Lampiran 2. Daftar jenis fauna yang terdapat di TWA Pulau Kembang No. Nama Umum 1. Keong Gondang 2. Kepiting Bakau (Mud Crabs) 3. Udang Windu (Giant Tiger Prawn ) 4. Udang Putih/ Jerbung (Banana Prawn ) 5. Timpakul/ Blodog 6. Jelawat 7. Patin 8. Pipih atau Belida 9. Baung 10. Sebelah/ Terompa (Indian halibut) 11. Kakap Merah/Bambangan (Red Snappers) 12. Gulamah/ Tigawaja (Croackers/Drums) 13. Belanak 14. Kera Abu-abu 15. Bekantan 16. Hirangan/ Lutung 17. Bajing Tanah 18. Raja Udang Biru 19. Elang Bondol 20. Sikatan/ Kipasan 21. Raja Udang Meninting 22. Merbah cerukcuk 23. Punai bakau 24. Pipit 25. Ular sanca 26. Ular air 27. Kadal 28. Biawak

Kelas Gastropoda Malacostraca Malacostraca Malacostraca Pisces Pisces Pisces Pisces Pisces Pisces Pisces Pisces Pisces Mamalia Mamalia Mamalia Mamalia Aves Aves Aves Aves Aves Aves Aves Reptil Reptil Reptil Reptil

Nama Latin Pila ampullaceal Scylla serrata Penaeus monodon Penaeus merguiensis Periopthalmus sp. Leptobarbus hoevenii Pangasius pangasius Notopetrus chitala Mystus nemurus Psettodes erumei Lutjanus malabaricus Nibea albiflora Mugil sp. Macaca fascicularis Nasalis larvatus Prebytis cristata Lariscus insignis Halycon chloris Haliastur Indus Rhipidura javanica Alcedo meninting Pycnonotus goiavier Treron fulvicollis Taeniopygia guttata Phyton reticulates Homolopsus buccata Mabouya multifasciata Varanus salvator

Sumber : CV. Sinar Kencana (1997), BKSDA Kalsel (2004), Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Kalsel (2004), Survei Lapangan(2005)

89

Lampiran 3. Hasil pengamatan vegetasi mangrove di kawasan TWA Pulau Kembang Propinsi

: Kalimantan Selatan

Kabupaten

: Barito Kuala

Kecamatan

: Alalak

Bulan/Tahun

: November 2005 Pohon

Stasiun Substasiun

Anakan

Semai

SP

IND

DB

SP

IND

DB

SP

IND

Sonneratia

4

94

-

-

-

Sonneratia

2

caseolaris 1

Avicennia

Tipe

Dampak

Substrat

(0 – 4)

Berlumpur

3

Berlumpur

2

Berlumpur

2

Berlumpur

3

caseolaris 2

59

-

-

-

-

-

7

89

-

-

-

Avicennia

8

marina I.

2

Sonneratia caseolaris Sonneratia

marina 3

54

-

-

-

caseolaris

Avicennia

5

marina

3 Avicennia

5

57

-

-

-

-

Avicennia

-

marina Jumlah

-

21 Avicennia

15

9

41

-

-

-

4

87

-

-

-

5

42 Avicennia

2

70

-

48

-

marina 1

Sonneratia

marina -

-

Sonneratia

5

Berlumpur

3

Berlumpur

2

Berlumpur

2

Berlumpur

2

Berlumpur

2

caseolaris

II. 2

Avicennia marina Sonneratia

3

1

marina

20 Sonneratia 17

caseolaris -

-

-

-

-

Sonneratia

14

5 -

8

caseolaris

caseolaris

Sonneratia 11 2

5

caseolaris

Jumlah

III.

3

40 Sonneratia

caseolaris Avicennia

7

-

-

caseolaris 2

28

-

4

27 Avicennia

-

-

-

-

13

-

-

-

marina Avicennia 3

marina

Jumlah

marina 34

20

Sumber: Data Primer (2005)

Keterangan: SP

: Kode jenis tumbuhan mangrove

IND

: Jumlah tegakan tumbuhan mangrove

DB

: Diameter batang tumbuhan mangrove

14

90

Pohon

: Diameter > 4 cm

Anakan : Diameter < 4 cm, Tinggi > 1 m Semai

: Tinggi < 1 m

Dampak : 0 = tidak ada dampak 1 = dampak ringan 2 = dampak sedang 3 = dampak berat 4 = dampak sangat berat

91

Lampiran 4. Hasil analisa kualitas air di sekitar kawasan TWA Pulau Kembang Parameter

Parameter Fisika – Kimia

Titik Sampel

Kekeruhan TDS TSS

NH3

Fe

Mn

NO3

Biologi DO

BOD

pH

Coliform

S. Alalak, Jl. Brigjen H. Hasan Basri RT. 12 Kab.

35

33

98

39.35 3.01 2.82

3.42 2.89

5.76

5

26000

32

33

84

38.40 2.49 1.72

4.31 3.81

3.72

5

1100

24

55

9

22.25 1.78 0.92

2.64 2.89

5.76

5.5

26000

40

53

57

0.70 5.32 0.83

1.41 6.27

0.48

6

33000

70

58

3

5.30 6.56 0.73

1.39 7.62

0.87

5.5

350000

28

32

73

0.75 3.67 2.72

2.47 1.92 13.93

5

13000

54

18

122 81.95 4.13 2.78

3.13 3.47

1.33

5

110000

55

18

157 80.30 4.14 1.90

3.03 4.44

10.6

5

23000

20

0.008 > 5 10 mg/l 7 - 8.5 1000 MPN/

Banjarmasin S. Miai Luar RT. 3 No. 48 Kab. Banjarmasin S. Martapura, Jl. Seberang Mesjid RT. 5 Kab. Banjarmasin S. Martapura (belakang Kantor Lurah Tunggul Irang) Kab. Banjar Pertemuan S. Riam Kanan dan Riam Kiri (depan Mesjid At Taqwa) Kab. Banjar Persimpangan S. Barito dan S. Nagara (depan kantor BRI Batola) Kab. Barito Kuala S. Barito depan Pasar Wangkang Kab. Barito Kuala S. Barito, Jl. P. Wangkang Kab. Barito Kuala Baku Mutu Wisata Bahari *

5 ntu

mg/l

Nihil

mg/l

mg/l

Sumber: Balai Teknik Kesehatan Lingkun gan (BTKL) Banjarbaru, November 2005 * Beradasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004

100 ml

92

Lampiran 5. Kondisi sarana dan prasarana di areal pengusahaan pariwisata alam CV. Sinar Kencana di TWA Pulau Kembang No. I.

Jenis Sarana Prasarana

Fisik Volume Kondisi

Keterangan

Fasilitas Penge lolaan 1. 2.

Pusat informasi Pos jaga

1

20 m2

**

• Dibangun oleh Kanwilhut

1

2

***

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

2

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

4m

3.

Loket karcis

2

12 m

****

4.

Tempat ziarah

1

16 m2

****

-

1

20 m2

****

• Dibangun oleh Disparda

• Diperbaiki tahun 2000

II.

Fasilitas Rekreasi dan Pelayanan 1. Dermaga dan pintu gerbang

• Diperbaiki tahun 2000 2. Jalan setapak/foot path

1

200 m

***

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

3. WC umum

2

4 m2

***

• Dibangun oleh Kanwilhut

4. Anjungan banjar

1

24 m2

***

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

5. Shelter

4

48 m2

***

• Dibangun oleh SBKSDA

6. Shelter 4 x 6 m

1

24 m2

***

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

2

***

• Dibangun oleh masyarakat

7. Kios makanan dan minuman

10

60 m

• Hanya 5 buah yang berfungsi tapi kurang pemeliharaan, sedangkan 5 buah lagi sudah tidak ada/hancur 8. Jalan papan/board walks 9. Taman bermain anak 10. Warung khas banjar 11. Musholla III.

1000 m

***

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

1

1 Set

***

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

**

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

2

1

80 m

1

2

9m

****

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

2

8 m2

***

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

2

Fasilitas Pendukung 1.

IV.

Unit

Bak penampungan air

2.

Rumah genset

1

4m

**

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

3.

Menara air

1

-

*

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

4.

Pondok Pandang

2

32 m2

***

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

5.

Pertamanan

1

100 m2

***

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

6.

Instalasi listrik

1 Unit

-

*

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

Lain-lain 1.

Papan nama

1

-

****

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

2.

Papan larangan

1

-

****

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

3.

Pagar pengamanan/pembatas

Unit

150 m

****

• Dibangun oleh CV. Sinar Kencana

Sumber: BKSDA Kalsel (2002) Keterangan: *

: tidak berfungsi sama sekali (sudah tidak ada/hancur)

**

: tidak berfungsi dan kurang pemeliharaan

***

: berfungsi tapi kurang pemeliharaan

****

: berfungsi dan terpelihara

93

Lampiran 6. Data karakteristik masyarakat dan keterlibatan responden masyarakat dan pengunjung di kawasan TWA Pulau Kembang Tabel 1. Karakteristik masyarakat No. I. 1. 2. II. 1. 2. 3. 4. 5. 6. III. 1. 2. 3. 4. IV. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. V. 1. 2. 3. 4. 5. VI. 1. 2. 3. VII. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Uraian Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Umur < 20 tahun 20 – 25 tahun 26 – 30 tahun 31 – 35 tahun 36 – 40 tahun > 40 tahun Total Pendidi kan SD SMP SMA Akademi/ Perguruan Tinggi Total Pekerjaan Pelajar/ Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Karyawan Swasta Pegawai Negeri Sipil Petani/ Nelayan Wiraswasta Tidak ada Total Pendapatan per Bulan < Rp 100 000,Rp 100 000 s/d Rp 300 000,Rp 300 001 s/d Rp 500 000,Rp 500 001 s/d Rp1000 000, > Rp 1000 000,Total Status dalam Keluarga Kepala Keluarga/ Suami Istri Anak Total Jumlah Tanggungan Tidak Ada 1 2 3 4 5 6 Total

Sumber: Data Primer, November 2005

Jumlah Responden

Persentase (%)

26 24 50

52 48 100

9 19 4 5 5 8 50

18 38 8 10 10 16 100

4 19 16 11 50

8 38 32 22 100

12 6 11 3 2 14 2 50

24 12 22 6 4 28 4 100

50

100

18 10 22 50

36 20 44 100

30 1 6 7 4 1 1 50

60 2 12 14 8 2 2 100

94

Tabel 2. Keterlibatan masyarakat No. I. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. II. 1. 2. III. 1. 2. 3. IV. 1. 2. V. 1. 2. 3. 4. 5. VI. 1.

2.

VII. 1. 2. 3. 4.

Uraian Jumlah Responden Persentase (%) Kegiatan Wisata yang Diketahui Pulau Kembang dan Pasar Terapung 13 26 P. Kembang, Pasar Terapung dan P. Datu 7 14 P. Kembang, Pasar Terapung dan Pulau Kaget 4 8 P. Kembang, Pasar Terapung, Pantai Batakan 5 10 P. Kembang, Pasar Terapung, Pantai Batakan dan 4 8 Pantai Takisung P. Kembang, Pasar Terapung, P. Batakan & Loksado 6 12 P. Kembang, Pantai batakan dan Pantai Takisung 4 8 P. Kembang, Pasar Terapung, Mapanretasi, Pasar 5 10 Wadai Ramadhan dan Jukung Hias Tidak Tahu 2 4 Total 50 100 Keterlibatan terhadap kegiatan wisata di TWAPK Terlibat 13 26 Tidak Terlibat 37 74 Total 50 100 Waktu yang disediakan untuk kegiatan wisata Penuh 1 8 Sebagian besar 9 69 Sebagian kecil 3 23 Total 13 100 Alasan keterlibatan dalam kegiatan wisata Memenuhi kebutuhan keluarga 4 31 Mencari tambahan penghsilan 9 69 Total 13 100 Kegiatan/ Usaha di TWAPK Kios Makanan dan Minuman 2 15 Jual snack keliling 2 15 Fotografer keliling 2 15 Pemandu/ guide 4 32 Persewaan klotok/ perahu 3 23 Total 13 100 Tingkat Pengetahuan terhadap Lingkungan dan Konservasi Lingkungan a. Tidak Tahu 13 26 b. Sedikit 26 52 c. Cukup 8 16 d. Baik 3 6 Total 50 100 Konservasi sebagai Kawasan Perlindungan a. Tidak Tahu 42 84 b. Sedikit 6 12 c. Cukup 2 4 d. Baik 0 0 Total 50 100 Tingkat Pengetahuan Masyarakat tentang TWAPK Tidak Tahu 2 4 Sedikit 23 46 Cukup 7 14 Baik 18 36 Total 50 100

Sumber: Data Primer, November 2005

95

Tabel 2. Keterlibatan masyarakat (Lanjutan) No. VIII. 1. 2. 3. 4. IX. 1.

2.

3.

4.

5.

Uraian Jumlah Responden Persentase (%) Persepsi masyarakat terhadap kondisi lingkungan TWAPK Tidak Tahu 20 40 Sedikit 2 4 Cukup 13 26 Baik 15 30 Total 50 100 Persepsi terhadap sarana dan prasarana umum Tempat istirahat/ shelter a. Buruk 0 0 b. Kurang 50 100 c. Cukup 0 0 d. Baik 0 0 e. Sangat Baik 0 0 f. Tidak tahu 0 0 Total 50 100 Air Bersih a. Buruk 0 0 b. Kurang 34 68 c. Cukup 16 32 d. Baik 0 0 e. Sangat Baik 0 0 f. Tidak tahu 0 0 Total 50 100 Transportasi a. Buruk 0 0 b. Kurang 2 4 c. Cukup 20 40 d. Baik 26 52 e. Sangat Baik 2 4 f. Tidak tahu 0 0 Total 50 100 Tempat Sampah a. Buruk 0 0 b. Kurang 34 68 c. Cukup 16 32 d. Baik 0 0 e. Sangat Baik 0 0 f. Tidak tahu 0 0 Total 50 100 Kios Makanan dan Minuman a. Buruk 0 0 b. Kurang 41 82 c. Cukup 7 14 d. Baik 1 2 e. Sangat Baik 0 0 f. Tidak tahu 1 2 Total 50 100

Sumber: Data Primer, November 2005

96

Tabel 2. Keterlibatan masyarakat (Lanjutan) No. 6.

X. 1. 2. 3.

4. 5.

Uraian Jumlah Jalan Setapak/ Jembatan a. Buruk b. Kurang c. Cukup d. Baik e. Sangat Baik f. Tidak tahu Total Harapan masyarakat terhadap kegiatan wisata bahari Pengelolaan yang lebih baik dari pihak pengelola Ada perhatian dari pihak pemerintah daerah setempat Pihak pengelola bersama dengan pemerintah daerah lebih memperhatikan dan mengelola dengan baik daerah wisata bahari tersebut Lebih berkembang dan ramai pengunjungnya Tidak tahu Total

Sumber: Data Primer, November 2005

Responden Persentase (%) 0 26 24 0 0 0 50

0 52 48 0 0 0 100

23

46

3

6

9

18

14 1 50

28 2 100

97

Tabel 3. Karakteristik pengunjung No. I 1. 2. II. 1. 2. 3. 4. 5. 6. III. 1. 2. 3. 4. IV. 1. 2. 3. 4. 5. 6. V. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. VI. 1. 2. 3. 4. 5.

Uraian Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Umur < 20 tahun 20 – 25 tahun 26 – 30 tahun 31 – 35 tahun 36 – 40 tahun > 40 tahun Total Pendidikan SD SMP SMA Akademi/ Perguruan Tinggi Total Pekerjaan Pelajar Mahasiswa Karyawan Pengusaha/ Wiraswasta Tenaga Ahli Lainnya Total Daerah Asal Anjir Pasar Banjarmasin Banjarbaru Balikpapan Kota Baru Martapura Samarinda Tanjung Total Pendapatan per Bulan Rp 100 000,- s/d Rp 300 000,Rp 300 000,- s/d Rp 500 000,Rp 500 000,- s/d Rp 1000 000,> Rp 1000 000,Tidak Mempunyai Pendapatan Total

Sumber: Data Primer, November 2005

Jumlah Responden

Persentase (%)

28 22 50

56 44 100

15 21 5 3 1 5 50

30 42 10 6 2 10 100

14 3 12 21 50

28 6 24 42 100

14 10 16 3 1 6 50

28 20 32 6 2 12 100

2 33 9 2 1 1 1 1 50

4 66 18 4 2 2 2 2 100

0 7 15 3 25 50

0 14 30 6 50 100

98

Tabel 4. Keterlibatan pengunjung No. I. 1. 2. II. 1. 2. 3. 4. III. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. IV. 1. 2. 3. 4. 5. V. 1. 2. 3. VI. 1. 2. 3. VII. 1.

2.

Uraian Jumlah Responden Pengalaman Berkunjung ke TWAPK Pernah 38 Tidak Pernah 12 Total 50 Frekuensi Berkunjung ke TWAPK Sekali 12 2 Kali 11 3 - 4 kali 15 5 kali atau lebih 12 Total 50 Daerah Wisata Lain yang Diketahui Pasar Terapung 14 Pantai Batakan 5 Pantai Tangkisung 2 Air Terjun Bajuin 1 Cagar Alam Pulau Kaget 1 Loksado 4 Kebun Binatang 3 Tidak Tahu 20 Total 50 Kegiatan yang Dilakukan di TWAPK Jalan-jalan 25 Memandang alam 18 Penelitian/riset 4 Memotret/Photo hunting 1 Pengamatan burung/Birdwatching 2 Total 50 Pendamping saat berkunjung ke TWAPK Sendiri 1 Keluarga 19 Teman/ Rombongan 30 Total 50 Lama Kunjungan ke TWAPK < 1 jam 20 1 – 2 jam 26 3 – 4 jam 4 Total 50 Persepsi terhadap Lingkungan, Sarana dan Prasarana Pohon Mangrove/ Bakau a. Baik 19 b. Cukup 17 c. Kurang 4 d. Sangat Kurang 1 e. Tidak Tahu 9 Total 50 Satwa (Ikan, Burung, Monyet, Reptilia, dll) a. Baik 28 b. Cukup 16 c. Kurang 0 d. Sangat Kurang 0 e. Tidak Tahu 6 Total 50

Sumber: Data Primer, November 2005

Persentase (%) 76 24 100 24 22 30 24 100 28 10 4 2 2 8 6 40 100 50 36 8 2 4 100 2 38 60 100 40 52 8 100

38 34 8 2 18 100 56 32 0 0 12 100

99

Tabel 4. Keterlibatan pengunjung (Lanjutan) No. 3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Uraian Jumlah Pemandangan a. Baik b. Cukup c. Kurang d. Sangat Kurang e. Tidak Tahu Total Shelter/ Anjungan Banjar a. Baik b. Cukup c. Kurang d. Sangat Kurang e. Tidak Tahu Total Tempat Sampah a. Baik b. Cukup c. Kurang d. Sangat Kurang e. Tidak Tahu Total Transportasi Air a. Baik b. Cukup c. Kurang d. Sangat Kurang e. Tidak Tahu Total Jalan Setapak dan Jembatan/ Titian a. Baik b. Cukup c. Kurang d. Sangat Kurang e. Tidak Tahu Total WC Umum a. Baik b. Cukup c. Kurang d. Sangat Kurang e. Tidak Tahu Total Kios (Makanan, Minuman dan Souvenir) a. Baik b. Cukup c. Kurang d. Sangat Kurang e. Tidak Tahu Total

Sumber: Data Primer, November 2005

Responden

Persentase (%)

18 16 5 6 5 50

36 32 10 12 10 100

1 6 23 12 8 50

2 12 46 24 16 100

3 3 20 17 7 50

6 6 40 34 14 100

16 19 6 2 7 50

32 38 12 4 14 100

2 18 17 6 7 50

4 36 34 12 14 100

1 7 25 10 7 50

2 14 50 20 14 100

8 15 14 7 6 50

16 30 28 14 12 100

100

Tabel 4. Keterlibatan pengunjung (Lanjutan) No. 10.

VIII. 1. 2. IX. 1.

2.

3.

4.

X. 1. 2. 3.

4.

Uraian Pelayanan a. Baik b. Cukup c. Kurang d. Sangat Kurang e. Tidak Tahu

Jumlah Responden Persentase (%)

10 11 6 16 7 Total 50 Pengelola perlu memperbaiki dan menambah Sarana dan Prasarana Ya 46 Tidak 4 Total 50 Perkiraan biaya yang dikeluarkan untuk mengunjungi TWAPK Makanan/minuman a. Rp. 0 ,10 b. = Rp. 10.000,26 c. Rp. 10.000,- s.d 50. 000,13 d. Rp. 50.000,- s.d 100.000,0 e. = Rp. 100.000,1 Total 50 Cindearamata/souvenir a. Rp. 0 ,34 b. = Rp. 10.000,9 c. Rp. 10.000,- s.d 50. 000,5 d. Rp. 50.000,- s.d 100.000,2 e. = Rp. 100.000,0 Total 50 Lain-lain a. Rp. 0 ,22 b. = Rp. 10.000,16 c. Rp. 10.000,- s.d 50. 000,8 d. Rp. 50.000,- s.d 100.000,3 e. = Rp. 100.000,1 Total 50 Total Pengeluaran per orang a. Rp. 0 ,6 b. = Rp. 10.000,15 c. Rp. 10.000,- s.d 50. 000,19 d. Rp. 50.000,- s.d 100.000,8 e. = Rp. 100.000,2 Total 50 Hal yang disukai dari TWAPK Binatang (monyet, bekantan, burung, ikan, dll) 24 Tumbuhan (mangrove) dan binatang 6 Pemandangan (pulau yang berada di tengah sungai Barito, kehidupan masyarakat lokal dan 16 binatang) Pemandangan, tumbuhan, binatang, dll. 4 Total 50

Sumber: Data Primer, November 2005

20 22 12 32 14 100 92 8 100

20 52 26 0 2 100 68 18 10 4 0 100 44 32 16 6 2 100 12 30 38 16 4 100 48 12 32 8 100

101

Lampiran 7. Kuesioner untuk masyarakat dan pengunjung kawasan TWA Pulau Kembang 1. Kuesioner Untuk Masyarakat Sekitar Nama

:

Jenis Kelamin

: (L/ P)

Umur

:

1. Karakteristik Masyarakat Pendidikan

:

Pekerjaan

:

Pendapatan

:

Status dalam keluarga

:

Jumlah tanggungan

:

(per hari/bulan)

2. Keterlibatan masyarakat dalam aktivitas ekowisata Kegiatan wisata yang diketahui : Terlibat dalam kegiatan wisata

: (Ya/ Tidak)

Bila ya, waktu yang disediakan : (Penuh/ Sebagian Besar/ Sebagian Kecil) Alasan

:

Cara memperoleh penghasilan

:

Pengetahuan terhadap lingkungan: Pengetahuan tentang konservasi : Pengetahuan tentang TWAPK

:

Harapan dari kegiatan wisata

:

Perilaku pengunjung

:

Pengetahuan tentang mangrove (bakau/rambai/nipah)

:

Pemanfaatan mangrove (batang/daun/bunga/buah)

:

3. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan sarana dan prasarana umum Penginapan

: (Kurang/ Cukup/ Baik/ Sangat Baik)

Air bersih

: (Kurang/ Cukup/ Baik/ Sangat Baik)

Transportasi

: (Kurang/ Cukup/ Baik/ Sangat Baik)

Tempat sampah

: (Kurang/ Cukup/ Baik/ Sangat Baik)

Kios makanan dan minuman

: (Kurang/ Cukup/ Baik/ Sangat Baik)

Jalan

: (Kurang/ Cukup/ Baik/ Sangat Baik)

102

2. Kuesioner Untuk Pengunjung* Nama

:

Umur

:

Jenis Kelamin : (L/ P)

1. Apakah saat ini merupakan kunjungan pertama ke Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Kembang? Ya

Tidak

2. Telah berapa kali anda berkunjung ke TWA ini? Sekali

2 kali

3-4 kali

5 atau lebih

3. Kapan terakhir anda berkunjung ke TWA? 3 bulan yang lalu

6 bulan yang lalu

1 tahun yang lalu

lebih dari 1 tahun

4. Apakah anda pernah berkunjung ke Taman Wisata Alam lain atau objek wisata yang serupa? Jika ya, apa nama obyek wisata tersebut? Ya, sebutkan : ....................................................................................... Tidak 5. Bagaimana keadaan “Taman Wisata Alam Pulau Kembang” dibandingkan dengan keadaan yang pernah anda kunjungi sebelumnya? Sangat Baik

Sangat

Buruk 1

2

3

4

5

6

7

8

9

6. Dengan siapa anda berkunjung saat ini?

10

(Sebutkan) .................................................................................................. .................................................................................................................... 7. Berapa lama anda berkunjung ke sini? sampai 1 jam

1-2 jam

3-4 jam

lebih dari 4 jam

8. Kapan anda memutuskan berkunjung ke sini sekarang? Hari ini .................................................................................................... Minggu lalu.............................................................................................

103

9. Mengapa anda memutuskan untuk berkunjung ke sini sekarang? Untuk tujuan pendidikan

Untuk anak-anak

Untuk hiburan/rekreasi

Lainnya:…………

10. Dengan apakah anda berkunjung ke sini? bejalan kaki

sepeda motor

naik bis

kendaraan pribadi/keluarga

sepeda

angkutan umum

11. Apakah anda berangkat dari? langsung dari rumah dari tempat berlibur lainnya 12. Berapa lama rencana anda untuk berada di sini? .................................................................................................................... 13. Berapa orang berkunjung kemari atas rekomendasi dari teman-teman mereka, dari mana anda mengetahui/mendengar tentang TWA ini? .................................................................................................................... .................................................................................................................... 14. Ketika anda memasuki kawasan wisata ini, apakah anda membayar tiket penuh atau dengan diskon? harga penuh

harga diskon/khusus

16. Bagaimanakah penilaian anda terhadap aspek-aspek berikut ini: Keterangan Pohon Mangrove /Bakau Binatang (Monyet, Reptilia, dll) Kehidupan bawah laut Burung-burung Ikan-ikan Pemandangan Shelter Tempat sampah Transportasi air Jalan Toilet Kantin (makanan, minuman, dll) Toko cinderamata Pelayanan dari staff

Baik

Rata-rata

Kurang

17. Menurut anda, apakah fasilitas yang ada cukup memadai? Ya

Tidak

Sangat kurang

Tidak tahu

104

18. Menurut anda, apakah pengelola perlu menambah fasilitas? Ya

Tidak

19. Berapa banyak biaya yang anda belanjakan selama berada di kawasan wisata? Keterangan

- s.d Rp. 10 ribu

Rp. 10-50 ribu

Rp. 50-100 ribu

Rp. 100 ribu atau lebih

Makanan/minuman Cinderamata Lain-lain Total pengeluaran/orang

20. Apakah anda puas dengan belanjaan/ pembelian yang telah anda keluarkan? Ya

Tidak

Tidak tahu

Tidak tentu

Mengapa demikian? .................................................................................................................... .................................................................................................................... 21. Apa yang anda sukai dari Taman Wisata Alam Pulau Kembang? .................................................................................................................... 22. Kebanyakan orang senang melihat binatang. Binatang apa yang anda sukai di sini? .................................................................................................................... 23. Apa pekerjaan anda saat ini? pengusaha dan profesional

buruh

karyawan dan semi profesional

pelajar/mahasiswa

tenaga ahli

lainnya…………..

*) Kuesioner diadaptasi dari Kusmaryadi dan Sugiarto (2000)

105

Lampiran 8. Profil kawasan wisata di Propinsi Kalimantan Selatan No. 1.

Nama Pasar Terapung dan Rumah Lanting

Lokasi Banjarmasin

Keterangan Sudah dikembangkan

(Floating Market and Life) TWA Pulau Kembang (Kembang 2.

Island Recreation Park)

Sungai Barito, Kabupaten Barito Kuala Sudah dikembangkan

Pulau Kaget (Kaget Island Nature 3.

Reserve)

Banjarmasin

Sudah dikembangkan

Cempaka dan Martapura

Sudah dikembangkan

Tambang Intan Tradisional 4.

(Traditional Digging Diamond)

5.

Waduk Riam Kanan

Banjarbaru

Sudah dikembangkan

6.

Gua Batu Hapu

Rantau, Kabupaten Tapin

Sudah dikembangkan

Loksado (Adventure Jungle 7.

Trekking, Dayak Tribe and Bamboo Rafting)

Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Sudah dikembangkan

8.

Air Terjun Bajuin

Pleihari, Kabupaten Tanah Laut

Sudah dikembangkan

9.

Taman Mina Tirta

Pleihari

Sudah dikembangkan

10.

Pantai Takisung

Desa Talok, Kabupaten Tanah Laut

Sudah dikembangkan

11.

Pantai Batakan

Desa Batakan, Kabupaten Tanah Laut

Sudah dikembangkan

12.

Pantai Jorong

Desa Jurong, Kabupaten Tanah Laut

Belum dikembangkan

13.

Pantai Pagatan

Desa Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu Sudah dikembangkan

14.

Pantai Sarang Tiung

Desa Kedambaan, Kabupaten Kotabaru Sudah dikembangkan

15.

Gua Sogung

Desa Bangkalan Dayak, Kecamatan Cantung, Kabupaten Tanah Bumbu

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propin si Kalimantan Selatan (2005)

Belum dikembangkan

106

Lampiran 9. Profil Wisata Sejarah dan Budaya di propinsi Kalimantan Selatan No.

Nama

Lokasi

1.

Masjid Raya Sabilal Muhtadin

Banjarmasin

2.

Maka m dan Masjid Sultan Suriansyah

Desa Kuin, Banjarmasin

3.

Makam Pangeran Antasari

Banjarmasin

4.

Pasar Wadai Ramadhan (Ramadhan Cakes Fair)

Banjarmasin

5.

Lomba Dayung Perahu dan Lomba Perahu Hias

Banjarmasin

Tradisional 6.

Makam Pahlawan Syuhada Haji

Kotamadya Banjarbaru

7.

Makam Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari

Kelampaian, Kabupaten Banjar

”Datu Kelampaian” 8.

9.

Makam K. H. Muhammad Zaini Abdul Ghoni

Sekumpul, Martapura,

”Guru Sekumpul”

Kabupaten Banjar

Rumah Adat Tradisional Bubungan Tinggi

Kotamadya banjarmasin dan Kabupaten Banjar

10.

Situs Candi Agung

Kabupaten Hulu Sungai Utara

11.

Upacara Aruh Adat Membatur

Desa Awayan, Kabupaten Hulu Sungai Utara

12.

Upacara Adat Aruh Ganal

Kabupaten Hulu Sungai Selatan

13.

Thorned Manau

Kabupaten Tabalong

14.

Makam Datu Sanggul dan Datu Nuraya

Kabupaten Tapin

15.

Upacara Adat Pesta Laut Mapanretasi

Kabupaten Kotabaru

16.

Komplek Raja-Raja Sigam

Kabupaten Kotabaru

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Kalimantan Selatan (2005)

107

Lampiran 10. Jumlah Pengunjung TWA Pulau Kembang Periode 2000 - 2005 Bulan

Tahun 2000

2001

2002

2003

2004

2005

Januari

3514

3382

2738

2729

2738

3103

Februari

2790

3038

3082

2779

2529

2050

Maret

2750

2722

2825

2814

2048

2102

April

2597

2732

2582

2823

1853

2010

Mei

3086

2741

2288

2897

2030

2237

Juni

2537

2737

2734

2998

2285

2865

Juli

2678

2601

2941

2852

3084

3209

Agustus

2681

2612

2737

2737

2056

1983

September

2626

2702

2812

2647

1871

0

Oktober

2706

2693

2886

1999

1041

0

November

2689

1779

1529

1120

1185

0

Desember

2087

3585

3479

2864

2184

0

Total

32741

33324

32633

31259

24904

19559

Rata-rata

2728

2777

2719

2605

2075

1630

Sumber: Laporan Tahunan BKSDA Kalsel (2004), Laporan CV. Sinar Kencana s/d Agustus (2005)

108

Lampiran 11. Kondisi kawasan TWA Pulau Kembang

TWA Pulau Kembang

Papan nama dan selamat datang

Titian kayu/boardwalks

Shelter kurang pemeliharaan

Pesisir datar dan landai

Kera abu-abu ekor panjang

Papan peringatan

Sampah Plastik

109

Akar lutut

Akar cakar ayam

Jeruju (Acanthus ilicifolius)

Vegetasi asosiasi mangrove

Budidaya dengan karamba jaring apung

Bagian dalam kapal motor/klotok

Pedagang pasar terapung

Jenis kue yang dijual di Pasar Terapung

110

Lampiran 12. Perhitungan daya dukung lingkungan berbagai jenis kegiatan ekowisata di TWA Pulau Kembang Rumus daya dukung ekologi yang digunakan menurut Yulianda (2007): •

Perhitungan DKK dalam bentuk rumus: DKK = K x Lp x Wt Lt

Wp

Diperoleh DKK = 1 x 10000 m x 8 = 800 orang/hari 50 m

2

Perhitunga n DPP dalam bentuk rumus: DPP = 0 ,1 x DKK Diperoleh DPP = 0 ,1 x 800 = 80 orang/hari

Perhitungan IKW dalam bentuk rumus:

IKW

=

 Ni    x 100 %  N maks 

Diketahui: Ni = Bobot x Skor N1 = ketebalan mangrove (m) = 50-200 à skor = 2; bobot = 5 à 10 N2 = kerapatan mangrove (100 m2 )= 75/100 m2 à skor = 4; bobot = 4 à 16 N3 = jenis mangrove = 2 jenis mangrove à skor = 2; bobot = 4 à 8 N4 = pasang surut rata-rata (m) = 1-2 m à skor = 3; bobot = 3 à 9 N5 = obyek biota = ikan, udang, kepiting, moluska, reptil, burung à skor = 4; bobot = 3 à 12 N maks = 76 Diperoleh IKW =

 10 + 16 + 8 + 9 + 4    x 100 % = 72,37 % 76  

Rumus daya dukung ruang yang digunakan menurut Boullion (1985) dalam Bengen (2002) : Daya dukung =

Luas kawasan yang digunakan oleh wisatawan Standar kenyamanan individu rata − rata

1. Mengamati burung (birdwatching) Diketahui: Luas pondok pandang

: 4 m x 4 m = 16 m2

Jumlah pondok pandang

: 2 buah

Luas stopan/ shelter

: 12 m2

Jumlah stopan/ shelter

: 4 buah

Luas shelter 4 m x 6 m

: 24 m2

Jumlah shelter 4 m x 6 m

: 1 buah

111

Standar kenyaman individu : 10 m2 /orang a) Mengamati burung di pondok pandang = b) Mengamati burung di stopan/shelter =

16 m2 = 10 m2 / orang

12 m2 10 m2 / orang

c) Mengamati burung di shelter (4m x 6m) =

1,6 ˜ 2 x 2 = 4 orang

= 1,2 ˜ 2 x 4 = 8 orang

24 m2 = 10 m2 / orang

2,4˜ 3 x 1= 3 orang

2. Memandang alam : 4 m x 4 m = 16 m2

Diketahui: Luas pondok pandang Jumlah pondok pandang Daya dukung memandang alam =

: 2 buah

16 m2 = 10 m2 / orang

1,6 ˜ 2 x 2 = 4 orang

3. Jalan-jalan Diketahui: Panjang papan board walks (jembatan/titian) : 1000 m Luas papan board walks (jembatan/titian)

:2m

Panjang jalan setapak

: 200 m

Luas jalan setapak

: 1,5 m

Standar kenyaman individu

: 10 m2 /orang

m2 a) Jalan-jalan di board walks = 10002m x 2 m = 2000 = 200 orang 2 10 m /orang 10 m /orang

300 m2 = 30 orang 10 m / orang 10 m2 / orang

b) Jalan-jalan di foot path = 200 m2 x 1,5 m = 4. Pemotretan (photo hunting) Diketahui: Luas pondok pandang Jumlah pondok pandang

: 4 m x 4 m = 16 m2 : 2 buah

Panjang papan board walks (jembatan/titian) : 1000 m Luas papan board walks (jembatan/titian)

:2m

Panjang jalan setapak

: 200 m

Luas jalan setapak

: 1,5 m

Luas Anjungan Banjar

: 24 m2

Jumlah Anjungan Banjar

: 1 buah

Taman

: 100 m2

Jumlah taman

: 1 buah

Standar kenyaman individu

: 10 m2 /orang

112

a) Pemotretan di pondok pandang = b) Pemotretan di board walks

16 m 2 = 10 m 2 / orang

x 2m 2000 m2 = 1000 m = 2 2 10 m / orang

c) Pemotretan di foot path

1,6 ˜ 2 x 2 = 4 orang

10 m / orang

= 200 m2 x 1,5 m = 10 m / orang

= 200 orang

300 m 2 = 30 orang 10 m 2 / orang

d) Pemotretan di Anjungan banjar =

24 m 2 10 m 2 / orang

= 2,4˜ 3 x 1= 3 orang

e) Pemotretan di taman

100 m2 10 m 2 / orang

= 10 x 1 = 10 orang

=

Catatan: Dalam perhitungan daya dukung lingkungan berdasarkan standar kenyaman individu, kegiatan birdwatching, memandang alam, jalan-jalan dan photo hunting dihitung satu kali karena dapat dilakukan oleh orang yang sama.

113

Lampiran 13. Rencana biaya pembangunan resort wisata alam di TWA Pulau Kembang No.

Jenis Sarana dan prasarana

Jumlah

Biaya (Rp)

1.

Pintu Gerbang

1 unit

Rp.

65.000.000,00

2.

Pendopo

1 unit

Rp.

50.000.000,00

3.

Restoran tertutup

1 unit

Rp.

75.000.000,00

4.

Restoran terbuka

1 unit

Rp.

45.000.000,00

5.

Warung/ kios souvenir

1 unit

Rp.

50.000.000,00

6.

Kantor Pengelola

1 unit

Rp.

75.000.000,00

7.

Pusat informasi

1 unit

Rp.

75.000.000,00

8.

Pondok wisata

30 unit

Rp. 1.500.000.000,00

9.

Loket

2 unit

Rp.

20.000.000,00

10.

Ruang penjaga

2 unit

Rp.

30.000.000,00

11.

Genset + rumah

1 unit

Rp.

25.000.000,00

12.

Pos keamanan

2 unit

Rp.

15.000.000,00

13.

Shelter

40 unit

Rp.

300.000.000,00

14.

Bak pembakaran sampah

2 unit

Rp

.10.000.000,00

15.

Jalan jembatan ulin

2500 m

Rp.

500.000.000,00

16.

Pot-pot bunga

30 unit

Rp.

7.500.000,00

17.

Pagar pengaman

1000 m

Rp.

250.000.000,00

18.

Menara air bersih

1 unit

Rp.

60.000.000,00

19.

Kamar mandi/ WC

4 unit

Rp.

40.000.000,00

20.

Bak sampah

10 unit

Rp.

7.500.000,00

21.

Sarana bermain anak

Ls

Rp.

50.000.000,00

22.

Pragdator air bersih

1 unit

Rp.

100.000.000,00

23.

Mebel restoran, dll

Ls

Rp. 1000.000.000,00

24.

Perahu wisata

Ls

Rp.

150.000.000,00

25.

Perencanaan + desain

Ls

Rp.

100.000.000,00

Jumlah

Rp.4.150.000.000,00

114

Lampiran 14. Perhitungan proyek pembangunan resort wisata di TWA Pulau Kembang Rumus yang digunakan menurut Edward (1987):

(Bt − C t ) t t = 0 (1 + d )

t =T

NPV = ∑ Dimana:

t

= waktu (tahun)

B

= keuntungan atau manfaat yang diperoleh (benefits)

C

= biaya yang dikeluarkan (cost)

d

= laju potongan sosial (social discount rate)

Rencana Pendapatan: 1. Jasa penjualan karcis Rp. 2000,00 x 5000 orang x 12 bulan = Rp.120.000.000,00 2. Penghasilan hotel ringkat hunian ± 60% (minimal) Tarif Rp.200.000,00/malam à 30 kamar x Rp.200.000 x 360 hari x 60% = Rp.1.286.000.000,00 3. Jasa restoran minimal Rp.500.000,00/hari = Rp.180.000.000,00 4. Jasa kapal rekreasi Rp.500.000,00/hari = 180.000.000,00 5. Jasa-jasa lain (room service, dll) = Rp.50.000.000,00 Total Pendapatan (B) : Rp. 1.816.000.000,00 Biaya operasional

: Rp. 100.000.000,00

Investasi awal (C)

: Rp. 4.150.000.000,00

Pajak

: 10%

Discount factor (d)

: 15%

Waktu/lama kegiatan : 5 tahun NPV = Rp.1.027.076.629,00 è NPV > 0 è Usaha layak (feasible)

115

Lampiran 15. Peta Kawasan Konservasi di Propinsi Kalimantan Selatan

Keterangan: 1. TWA Pulau Kembang 2. TWA Pulau Bakut 3. TWA Pleihari Tanah laut 4. CA Teluk Kelumpang Selat Laut dan Selat Sebuku 5. CA Gunung Kentawan 6. SM Pulau Kaget

Lampiran 16. Analisis QSPM Taman Wisata Alam Pulau Kembang SO1

KEY SUCCESS FACTORS

BOBOT

O1

0.1757

O2

0.1149

O3 O4

AS

SO2

TAS

AS

4

0.7

4

0.46

0.1149

4

0.0676

3

O5

0.0676

T1 T2

ST1

TAS

AS

4

0.7

3

0.34

0.46

4

0.2

2

2

0.14

0.1622

3

0.1149

0

T3

0.1149

T4

0.0676

S1 S2

ST2

ST3

TAS

AS

TAS

AS

4

0.7

3

0.53

2

0.23

0

0

0.46

3

0.34

0

0.14

2

0.14

2

3

0.2

0

0

0

0.49

4

0.65

4

0.65

0

0

0

2

0.23

3

0.34

2

0.23

3

2

0.14

2

0.14

3

0.1162

4

0.46

4

0.46

0.0795

3

0.24

3

0.24

S3

0.0795

2

0.16

3

WO1

WO2

TAS

AS

TAS

AS

0

0

3

0.53

3

0.34

3

0.34

0

3

0.34

2

0.14

0

0

3

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0.34

3

0.34

0.2

4

0.27

4

0.46

3

4

0.32

3

0.24

0

0

3

WO3

TAS

AS

4

0.7

4

0.46

0.23

3

0.2

0

0

0

0

4

0

2

2

0.23

4

0.27

0.35

3

0.24

2

0.24

WT1

WT2

TAS

AS

TAS

AS

TAS

4

0.7

3

0.53

3

0.53

4

0.46

4

0.46

0

0

0.34

4

0.46

0

0

0

0

0

4

0.27

3

0.2

2

0.14

0

0

0

0

0

0

0

0

0.65

3

0.49

4

0.65

0

0

0

0

0.23

4

0.46

0

0

4

0.46

0

0

3

0.34

2

0.23

2

0.23

4

0.46

2

0.23

2

0.14

2

0.14

0

0

3

0.2

4

0.27

0.35

2

0.23

3

0.35

4

0.46

3

0.35

2

0.23

0.16

2

0.16

0

0

4

0.32

3

0.24

0

0

0

0

3

0.24

4

0.32

3

0.24

0

0

3

0.24

S4

0.0459

2

0.09

0

0

3

0.14

0

0

0

0

2

0.09

0

0

2

0.09

2

0.09

0

0

W1

0.1131

4

0.45

4

0.45

4

0.45

3

0.34

0

0

4

0.45

4

0.45

4

0.45

4

0.45

3

0.34

W2

0.1131

3

0.34

0

0

3

0.34

2

0.23

0

0

4

0.45

4

0.45

0

0

3

0.34

0

0

W3

0.0734

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

3

0.22

4

0.29

0

0

0

0

0

0

W4

0.0734

4

0.29

3

0.22

4

0.29

4

0.29

2

0.15

4

0.29

4

0.29

4

0.29

4

0.29

4

0.29

W5

0.0734

3

0.22

3

0.22

0

0

2

0.15

0

0

2

0.15

3

0.22

4

0.29

3

0.22

2

0.15

W6

0.0734

4

0.29

4

0.29

2

0.15

0

0

0

0

0

0

3

0.22

3

0.22

0

0

0

0

W7

0.0734

4

0.29

4

0.29

4

0.29

3

0.22

0

0

4

0.29

4

0.29

4

0.29

3

0.22

3

0.22

W8

0.0428

0

0

0

0

3

0.13

2

0.09

2

0.09

3

0.13

3

0.13

0

0

4

0.17

2

0.09

W9

0.0428

2

0.09

0

0

2

0.09

4

0.17

3

0.13

2

0.09

3

0.13

3

0.13

0

0

4

0.17

JUMLAH TOTAL TAS

5.86

5.28

5.5

3.59

2.06

5.46

5.97

5.57

4.69

2.89

SKALA PRIORITAS

2

6

4

8

10

5

1

3

7

9

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Banjarmasin pada tanggal 16 Agustus 1983 dari pasangan Bapak Gusti Tartib dan Ibu Nafsiah. Penulis merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara. Pada tahun 1989-1995 penulis lulus dari SDN 1 Pegatan Hilir Kalimantan Tengah, kemudian pada tahun 1995-1998 penulis lulus dari SLTPN 4 Banjarmasin Kalimantan Selatan dan pada tahun 1998-2001 penulis lulus dari SMUN 2 Banjarmasin Kalimantan Selatan. Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2001 melalui jalur USMI. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten luar biasa mata kuliah Avertebrata Air pada tahun ajaran 2003/2004 dan mata kuliah Biologi Laut tahun ajaran 2004/2005. Penulis juga aktif di kelembagaan mahasiswa, yaitu sebagai pengurus HIMASPER periode 2003/2004, pengurus ASC (Aquares Study Club) periode 2003/2004, tim redaksi buletin OMIZU periode 2003/2004 dan anggota Fisheries Adventure Club AMAZON Corps. Selain itu penulis juga pernah mengikuti magang di Balai Budi Daya Laut DKP Lampung pada tahun 2004 dan program kerja magang Co-op (Cooperative Education Program) KJK IPB di UPP Mina Kahuripan pada tahun 2006. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Pengelolaan Taman Wisata Alam Pulau Kembang, Banjarmasin, Kalimantan Selatan”.