Keteladanan apakah yang dapat kamu ambil dari perjuangan para pahlawan dan pertempuran ambarawa

                                                                                                                                                      BAB I              

                                                                                                                                           PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Perjalanan sejarah Republik Indonesia telah memasuki usia ke-64. Berbagai usaha dalam mengisi kemerdekaan Republik Indonesia telah dilakukan. Salah satu usaha pemerintah yaitu dengan melaksanakan Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025.

Namun disadari atau tidak, pengetahuan generasi muda sekarang, khususnya peserta didik di kabupaten Semarang tentang sejarah perjuangan bangsa sangat terbatas. Kurikulum pendidikan memang berkembang, namun kini  pendidikan lebih didominasi mata pelajaran eksakta dan mengabaikan ilmu sejarah.

Oleh karena itu diperlukan upaya lebih lanjut dalam menyikapi permasalahan ini. Untuk itu kiranya generasi muda juga perlu berpartisipasi aktif dalam menumbuhkan dan menggali kembali semangat nasionalisme dan patriotisme. Salah satunya dengan penulisan kembali peristiwa sejarah dimulai dari dengan mengungkap dan meneliti lebih jauh tentang peristiwa sejarah lokal, secara khusus peristiwa yang terjadi di kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

1.2 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian yang dilakukan penulis sengaja membatasi bidang penelitian pada peristiwa Pertempuran Ambarawa mulai dari Insiden Air hingga tentara Sekutu yang berhasil dihalau mundur keluar kota Ambarawa dan hikmah-hikmah yang dapat diambil.

1. 3 Perumusan Masalah

         Berangkat dari pembatasan masalah dia atas, maka dapat rumuskan permasalahannya sebagai berikut :

         1. Apakah peristiwa Palagan Ambarawa itu?

         2. Bagaimana terjadinya peristiwa Palagan Ambarawa?

         3. Apa hikmah yang diperoleh dengan adanya peristiwa Palagan Ambarawa?

1. 4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini penulis harapkan agar dijadikan salah satu sumbangan bernilai bagi pengetahuan siswa-siswi SMA di kabupaten Semarang, Jawa Tengah khususnya. Penulis juga bermaksud untuk menyampaikan informasi sejarah sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.

BAB II

METODOLOGI PENULISAN

2. 1 Tujuan Penelitian

Agar setiap kegiatan dan penelitian ini dapat terarah pada tujuan penelitian dengan baik dan proses penelitian dapat berjalan secara sistematis, maka perlu dirumuskan suatu kerangka tujuan penelitian. 

Dalam hal ini tujuan penelitian yang penulis targetkan adalah:

“Bagaimana peristiwa Palagan Ambarawa terjadi dan pengaruhnya pada generasi penerus.”

2. 2 Tempat dan Waktu Penelitian

2. 2. 1 Tempat Penelitian

Penelitian ini penulis laksanakan di Monumen Palagan Ambarawa dan beberapa lokasi peristiwa di sekitar Ambarawa dilanjutkan ke kediaman narasumber, Bapak Sarmudji di Kupang Tegal, Ambarawa .

2. 2. 2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian di Ambarawa dimulai Sabtu, 22 Agustus 2009 dan 29 Agustus 2009. Pengumpulan informasi dan data-data terkait dimulai sejak 19 Agustus 2009 hingga 15 September 2009.

2. 3 Metode Penelitian

         Penulisan karya ilmiah ini diawali dengan proses pencarian data dan informasi yang sesuai dengan tema “ Dengan Merajut Sejarah Lokal Kita Tanamkan Jiwa Patriotisme ,” dengan melakukan studi pustaka di surat kabar, jurnal-jurnal, buku-buku sejarah juga pemberitaan di media elektronik.

         Selain  itu informasi juga diperoleh melalui wawancara dengan petugas pemandu Monumen Palagan Ambarawa dan pelaku sejarah Bapak Sarmudji yang ikut serta dalam Pertempuran Ambarawa.

         Penulis juga mengunjungi secara langsung beberapa lokasi penting di sekitar Ambarawa dan mengadakan pengambilan bukti sesuai fakta yang ada di lapangan.           

2. 4. Teknik Pengumpulan Data

         1. Metode studi pustaka

         2. Metode wawancara

         3. Metode observasi

BAB III

PALAGAN AMBARAWA

3. 1 Ambarawa, Cinderamata Berharga dari Jawa Tengah

            Ambarawa terletak di lereng Gunung Ungaran. Termasuk ke dalam kecamatan Ambarawa, kabupaten Semarang, Jawa Tengah menjadi akses utama jalur darat Semarang-Magelang.

            Secara geografis wilayah Ambarawa berbatasan dengan kota Ungaran di sebelah utara dan kecamatan Jambu di sebelah timur. Di sebelah barat dapat ditemui Gunung Ungaran kecamatan Tuntang di sebelah timurnya. Ambarawa memiliki luas wilayah 56,12 km2dengan jumlah penduduk mencapai 82.673 jiwa dan angka kepadatan penduduk sebesar 1.473 jiwa/km2

            Ambarawa berasal dari kata dalam bahasa Jawa ambayang berarti luas dan rawaberarti rawa. Beberapa penduduk juga menyebutnya dengan siti rawi, sitiberarti tanah dan rawi berarti rawa. Juga ada yang menyebut kota ini dengan Mbahrawa, mbahdapat diartikan sesepuh atau orang yang dituakan. Dari beberapa nama tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Ambarawa adalah daerah yang memiliki rawa yang besar.

Dari pengertian tersebut, Ambarawa identik dengan keberadaan rawa yang luas, yaitu Danau Rawa Pening yang merupakan objek wisata terkenal di kabupaten Semarang. Di sekitar Ambarawa terdapat beberapa tempat-tempat menarik yang biasa dikunjungi wisatawan lokal maupun manca negara antara lain Kompleks Agrowisata Candi Gedong Songo, Taman Rekreasi Bandungan, Agrowisata Tlogo, dan terdapat pula beberapa tempat bersejarah yang sangat penting di antaranya Benteng Willem I, Museum Kereta Api Ambarawa, dan Monumen Palagan Ambarawa.

Ambarawa pada waktu pendudukan Jepang dipandang sebagai kota kecil yang strategis untuk dijadikan kamp-kamp interniran bagi wanita-wanita Belanda. Pada waktu itu pemerintah militer Jepang menghitung bahwa kota Ambarawa berada di tengah-tengah pulau Jawa sehingga angkutan bagi para wanita Belanda mudah dijangkau karena terdapat jalur kereta api dari timur ( Semarang, Purwoodadi, Surakarta ) dan dari barat ( Magelang, Yogyakarta, Temanggung, Wonosobo, Purwokerto ). Dengan menempati gereja Katholik dan gedung sekolah akhirnya berhasil ditempatkan empat kamp di Ambarawa dan dua kamp di Banyubiru.

Di Ambarawa tercatat pernah terjadi peristiwa hebat dalam sejarah yaitu meletusnya pertempuran untuk menghalau tentara sekutu mundur dari Ambarawa.  Dalam pertempuran itu kota Ambarawa hancur lebur dibumihangusan oleh tentara sekutu.

3. 2 Palagan Ambarawa dan Semangat Patriotismenya

3. 2.1 Aliran Air Sinyo Membawa Petaka

Pertempuran Ambarawa yang berlanjut dengan sebutan Palagan Ambarawa didahului oleh peristiwa Insiden Air pada sebuah aliran sungai kecil di ujung dusun Ngampon, kelurahan Pajang, kecamatan Ambarawa. Insiden tersebut terjadi pada hari Selasa Legi tanggal 20 November 1945 pukul 13.00 .(Sarmudji. 2001. hal 2)

Sudah menjadi kebiasaan tentara Sekutu yang berada di Ambarawa tiap hari berpatroli ke kamp-kamp interniran yang berada di kota Ambarawa maupun di kota kecamatan Banyubiru. Kamp-kamp tersebut berisi wanita-wanita Belanda dengan sinyo-sinyo mereka.

gambar 1.Gedung SMP Pangudi Luhur (bekas MULO)  (dok.Meika)

Terdapat enam kamp di sana, yaitu kamp nomor 6 Gereja Katholik ( Gereja Jago ), kamp nomor 7 Sekolah MULO (sekarang Pangudi Luhur), kamp nomor 8 bekas Militer Zieken Heis atau sekarang kantor Ramil 09, kamp nomor 9 Tangsi Militer Batalyon KNIL Ambarawa ( sekarang Kesatrian Yon Kavaleri Serbu II Ambarawa ), kamp nomor 10 bekas Tangsi Militer Kavaleri  Banyubiru, pasukan berkuda KNIL yang sekarang menjadi Kesatrian Yon Zipur Banyubiru, dan kamp nomor 11 bekas benteng yang sekarang menjadi Depot Pendidikan Polisi Republik Indonesia.

Enam kamp interniran wanita Belanda itu setiap hari didatangi tentara Ghurga sebanyak tiga kali yaitu pukul 07.00, pukul 13.00, dan pukul 18.00 dengan mengendarai jeep yang di dalamnya terdapat enam orang tentara Ghurga bersenjata lengkap.

gambar 2. gereja Jago                                 (dok. Meika)

Selasa Legi, 20 November 1945 pukul 13.00 patroli tentara Ghurga berhenti di muka pintu gerbang kamp Pastoran Gereja Jago. Ketika keluar dari sana, tentara itu keluar bersama dua orang sinyo berusia 12 tahun yang melaporkan bahwa aliran air yang menuju kamp saat itu tidak mengalir. Hal ini dikarenakan para petani yang menggarap sawah di belakang komplek Sekolah MULO menggunakan aliran air sungai kecil ini untuk dilairkan ke lokasi sawah yang digarap. Untuk sementar waktu, simpangan air ke kamp interniran disumbat dan setelah selesai sore hari sumbatan itu dibuka kembali.

Menurut tentara Ghurga hal ini adalah perbuatan yang kurang ajar. Maka mereka bersama dua orang sinyo tadi berjalan ke utara untuk membuka sumbatan itu. Kira-kira 100 meter tentara Ghurga melihat sekelompok petani. Tentara Ghurga pun membubarkan mereka dengan meletuskan tiga kali tembakan ke udara.

Ternyata dari kamp para pemuda anggota TKR / BKR yang berada di gedung Sekolah MULO juga meletus balasan tiga kali tembakan. Tembakan tersebut berasal dari Karaben laras pendek Komandan Letnan II Sariman yang saat itu menjabat Komandan Seksi Keamanan kota Ambarawa.

gambar 3.  Yon Kavaleri Tank II Ambarawa (bekas Kampemen Sekutu) (dok.Meika)

Tentara Gurgha pun bertolak menuju markas Kampemen melewati jalan Panjang Kidul. Sepuluh menit kemudian dari markas Sekutu di Kampemen Militer Ambarawa meluncur sebuah tank Steward menuju jalan Tirto Nilo (sekarang jalan Pemuda) menuju gedung Among Dharmo yang saat itu dipakai sebagai                            markas AMRI ( Angkatan Muda Republik Indonesia ). Terjadi serangan hebat di sana dan seorang pemuda gugur.  

Kemudian tank bergerak menuju markas TKR MULO, kemudian dari pertiga kantor Polisi ke timur menuju jalan Margo Agung sampai pertiga jalan Kawedanan menuju markas TKR / BKR (sekarang Gereja Kristen Indonesia dan SMP Masehi). Namun ternyata tembakan senapan mesin itu tidak mendapat hasil apa-apa karena telah kosong. Akhirnya tank kembali ke markas yang berada di selatan lapangan Turonggo Ceto.

            Tidak lama setelah tank masuk ke markas tentara Sekutu di komplek Kampemen, para pemuda segera menempatkan diri sepanjang rel kereta api pada sisi utara. Komplek stasiun diisi para anggota BPI (Barisan Pemuda Indonesia) Ambarawa pimpinan Sukoto dan di sebelah timur stasiun pemuda TKR dan AMRI berjaga memanjang hingga kampung Bugisan. Mereka tiarap dengan senjata seadanya seperti karaben, kelewang, dan bambu runcing.

            3. 2. 2 Gugurnya Pemuda : Surat dan Suwito

21 November  1945 sekitar pukul 05.30 pertahanan BPI dan TKR terjadi keributan karena tepat dari arah belakang pertahanan, terjadi penyusupan tentara Jepang yang menembak mati dua orang pemuda, Surat anggota BKR TKR Ambarawa dan Suwito anggota BPI Ambarawa.

gambar 4. salah satu kompleks benteng Willem I yang sekarang dijadikan LAPAS Ambarawa. (dok. Meika)

            Ternyata tentara Jepang yang ditawan di benteng Willem I  telah dibebaskan tentara Sekutu pada pertengahan Oktober 1945 untuk memperkuat pertahanan Sekutu di Ambarawa.

3. 2. 3 Penyerangan Kamp Inteniran Nomor 6

           Dengan gugurnya TKR Surat dan BPI Suwito pertahanan dari komplek stasiun diundur ke timur Kali Panjang.

gambar 5. komplek gereja jago (bekas kamp interniran no 6
(dok.Meika)

            Siang harinya Ngaridjo pemuda mantan militer Belanda, mantan Heiho dengan pangkat Gucho (sersan II) dari TKR dan Soehardi menghendaki anggota-anggota TKR dan AMRI agar berkumpul di                                                gedung Bruderan Kerep. Pukul 14.00 Ngaridjo memerintahkan para pemuda menyerang Kamp Interniran nomor 6 karena terdapat tentara Gurgha di sana.

            Kemudian 12 orang TKR dan 4 orang angkatan muda yang membawa senjata laras panjang menyerbu Kamp gereja Jago. Seluruh interniran yang ada di sana diperintahkan keluar dan dikumpulkan. Terdapat wanita-wanita Belanda dan sinyo-sinyonya berkumpul ketakutan. Beberapa pemuda lantas menembaki mereka hingga rubuh satu persatu. Ketika salah seorang pemuda melemparkan granat ke arah para interniran, katup pengunci granat ternyata belum dibuka sehingga tidak meledak. Dengan sigap salah seorang wanita Belanda membukanya dan melempar kembali ke arah para pemuda. Dengan itu granat meledak dan para pemuda berlari melompati pagar kembali ke markas. Ternyata mereka telah salah mendapat informasi karena pada kenyataannya tidak ditemui tentara Ghurga di sana. Hal ini terjadi karena keterbatasan pengetahuan pemuda saat itu tentang hukum perang.

            Peristiwa ini pernah diliput NHK EDUCATIONAL CORPORATION (JapanBroadcasting Corporation) dengan Komiyata sebagai chief producer. Menurut keterangan kru NHK ada 13 orang tewas seketika dan 10 orang luka-luka.

3. 2. 4 Tentara Sekutu Mundur dari Magelang

gambar 6. (dari kiri ke kanan) mortar, senapan
                koleksi museum Isdiman (dok.Meika)

            Sekitar pukul 16.00 dari arah barat yaitu gugusan perbukitan Bedono tentara Sekut yang ada di Magelang tengah mundur ke Ambarawa. Menjelang malam, pemuda-pemuda berkumpul di Kawedanan Ambarawa (sekarang kantor kecamatan) bersama TKR dari Surakarta di bawah komando Kolonel                                                                Jatikusumo. Kekuatan TKR Surakarta sudah cukup lengkap, di antaranya terdapat water mantel3,sepucuk mortar dan beberapa buah pelempar granat. Sekitar pukul 18.30 tentara Sekutu dikabarkan telah memasuki Ambarawa yang terdiri dari infantri, kendaraan tank, traktor dan mobil berlapis baja dengan membawa amunisi dalam jumlah yang sangat besar.

            Menjelang pagi, 22 November 1945 TKR yang dipimpin komandan water mantelmeluncurkan tembakan ke tentara Sekutu yang berada di kantor polisi dan bioskop Rex Ambarawa (sekarang Monumen Palagan) dari Pandean, seberang kali Panjang dan juga dari kelenteng Ambarawa.                                                                                 

            Seketika itu tentara Sekutu balik menyerang dengan lemparan-lemparan granat dan menghujani perkampungan Patoman, Kranggan, Pandean ,dan Kupang dengan mortir. Para pemuda mundur ke Kawedanan. Hari itu tentara Sekutu telah mendapat tambahan kekuatan dengan mundurnya tentara Sekutu dari Magelang ke Ambarawa.

            3. 2. 5 Situasi Tragis pada Masa Revolusi

           Sesaat sebelum pertempuran terjadi, Kepala Polisi Ambarawa Pratikno telah memerintahkan agar Kantor Polisi Ambarawa pindah tempat. Warga meminta bantuan TKR Sarmudji dan Kasnan untuk mendobrak dan mengambil barang-barang dan bahan makanan untuk dibawa ke dapur umum Kedunggupit. Di sana ditemukan dua senapan berburu dan beberapa pelurunya (patroom). Dari TKR Sarmudji, senapan itu diserahkan kepada seorang mantan KNIL bernama Pak Kartowikromo dan yang satu lagi diserahkan kepada Pak Kartokemis. Kemudian hari, para TKR menangkap Pak Kartowikromo yang mantan KNIL dan Pak Kartokemis karena diduga mata-mata Belanda. Walaupun telah dijelaskan bawa senjata itu mereka peroleh dari TKR Sarmudji, mereka tetap ditahan.

            Untungnya saat itu TKR Sarmudji masih sempat menemui TKR dari Magelang itu dan akhirnya Pak Kartowikromo dan Pak Kartokemis dibebaskan. Mengingat betapa mengerikan hukuman bagi mata-mata saat itu adalah hukuman penggal leher.

            Pada masa revolusi saat itu, hukum memang tidak lagi berlaku. Opini umum dan ucapan-ucapan tak mendasar lebih dipercaya sehingga timbul banyak korban tak berdosa.(Sarmudji.2001 hal 17)

            3. 2. 6 Serangan Udara dan Gugurnya Letnan Kolonel Isdiman

gambar 7.patung Panglima Besar Sudirman di Lapangan Turonggo Ceta (dok.Meika)

           Hari Minggu Legi, 25 November 1945 pukul 09.00 Seksi Soengkono yang beranggotakan 48 orang baru saja masuk ke gedung tua di deusun Baran Dukuh setelah tiga hari tiga malam bertugas di sektor utara.

            Tiba-tiba terlihat dua pesawat Dakota dan tiga pesawat Mustang melintas berputar di kota Ambarawa. Dua pesawat Dakota terbang merendah menerjukan payung parasut di lapangan militer Turonggo Ceta membawa keperluan logistik.

            Ternyata setelah berputar dua tiga kali tiga pesawat mustang membagi daerah serangan. Satu mustang terbang ke utara menuju Bandungan,memberondongkan senapan mesin kemudian terbang ke barat, terus ke selatan dan ke timur dan menjatuhkan bom di rumpun bambu yang hingga kini berbekas lubang selebar 8 meter dengan kedalaman 2,5 meter. Serangan ini terjadi sekitar pukul 11.00 di desa Bandungan, Ambarawa.

            Pesawat mustang yang ke dua melaju ke sektor barat ke arah kecamatan Jambu. Inilah awal tragedi gugurnya Letnan Kolonel Isdiman.

            Hari itu pukul 05.30 telah datang di desa Klurahan, kecamatan Jambu Beliau Letkol Isdiman, seorang Dan Res I Divisi V Purwokerto. Beliau adalah orang kepercayaan Kolonel Soedirman yang bertugas mengatur siasat dalam Petempuran Ambarawa. Beliau akan bertemu dengan Mayor Imam Androngi, Dan Yon TKR Banyumas yang ikut menggiring tentara sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa. Kolonel Soedirman berkehendak agar Mayor Imam Androngi tidak memikul tugas ganda yaitu sebagai Dan Yon tempur sekaligus perwira siasat. Untuk itu sedianya dilakukan serah terima di SD Klurahan, kecamatan Jambu.        

            Namun belum sempat serah terima dilaksanakan, sebuah pesawat mustang melayang di atas desa Klurahan. Letkol Isdiman dan Mayor Imam Androngi berlari ke belakang sekolah dan berlindung pada rumpun pisang dan pohon waru yang tumbuh di gundukan parit. Semua TKR berhamburan keluar untuk mencari perlindungan. Rupanya pilot mustang mengetahui gerak TKR dan mobil yang diparkir tanpa kamuflase yang cukup. Dari arah utara pesawat terbang merendah disertai berondongan peluru miltraliyur. Kemudian karena bangunan sekolah terletak di perbukitan maka pesawat dapat terbang sejajar hampir rata dengan tanah bangunan sekolah dengan berondongan ke duanya. Setelah itu serangan dilanjutkan ke desa Ngampin dan menjatuhkan bom di jalan raya Semarang Magelang yang berakibat terbentuknya lubang selebar 7 meter dengan kedalaman 2,5 meter.

gambar 8. Monumen Isdiman tahun 1974 (dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jateng)

            Pada berondongan ke dua Letkol Isdiman tertembus peluru senapan mesin 12, 7 mm yang menyebabkan pahanya hancur. Kemudian Mayor Imam Androngi memerintahkan pengawal dan sopirnya untuk melarikan Letkol Isdiman ke RS Magelang. Komando pertempuran diambil alih oleh Letkol Gatot Subroto. Namun pada subuh 26 November 1945 Letkol Isdiman telah menghadap ke hadirat Illahi sebagai kusuma bangsa.

                                                                                                Letkol Isdiman dimakamkan di Yogyakarta. Untuk mengenang jasanya, didirikanlah Museum Isdiman. Selain itu di Klurahan Juga terdapat Monumen dan Masjid Isdiman.

            Pesawat mustang ke tiga menyerang sektor timur dan memberondong dan menjatuhkan bom di kecamatan Tuntang. Sasaran berikutnya adalah desa Kesongo dan Lopait.       Ketika pesawat terbang rendah ternyata sudah disiapkan sebuah truk yang memuat sebuah senjata anti serangan udara Batalyon TKR dari Jebres, Surakarta yang diatur enam orang Heiho. Pesawat itu pun disergap dengan tembakan tepat menembus pesawat mustang ini. Akhirnya pesawat ini jatuh dengan posisi kepala menghujam rumpun enceng gondok di rawa.      Warga dusun Sumurup, desa Ngasinan yang siaga segera menuju ke lokasi jatuhnya pesawat dan bersama-sama membantai pilot itu dan membuangnya ke rawa. Masyarakat tidak tahu masalah hukum perang internasional dan apa Konvensi Jenewa itu.Semboyan “bunuhlah musuhmu, sebelum kamu dibunuh oleh musuhmu.” berlaku.(Sarmudji.2001. hal 24)

            Menurut penuturan seorang mantan Heiho dan TKR Jebres, almarhum Bapak Djapar dan kesaksian warga desa Kesongo, dua mustang yang mengetahui jatuhnya mustang di sektor timur langsung menyerang desa Kesongo. Enam heiho bersama truk yang mengangkut senjata tertembak dan terbakar.

            3. 2. 7 Bantuan Tentara Sekutu dari kota Semarang Masuk ke Ambarawa

            Dengan masuknya tentara Sekutu dari Magelang ke Ambarawa ditambah bantuan dari Semarang, maka tentara Sekutu menjadi semakin kuat. Didukung dengan adanya kendaraan mesin perang dan bantuan dari udara tentara Sekutu tidak lagi hanya bertindak defensif, namun juga berlanjut pada tindakan yang ofensif. Dari segi defensif, mereka membuat perkubuan di luar kota Ambarawa. Salah satu yang paling kuat adalah kerkop Ambarawa yang berada di perbatasan barat kota Ambarawa. Di luar perkubuan dipasang benang-benang halus yang digantungi kaleng-kaleng sebagai penanda orang asing masuk.

            Sektor utara bertempat pada langgar mushola batas kota Ambarawa dengan penjagaan sangat sedikit dibanding sektor barat. Di timur Ambarawa terdapat meriam, senapan mesin, dan mortir di pekuburan Cina (bong Ngrawan) ditambah penjagaan ketat dengan zuklih (lampu sorot) yang menyoroti sawah di daerah Doplang dan Mlilir. Di pekuburan pertigaan desa Kelang juga dibuat perkubuan untuk menghadang TKR Surakarta yang berada di Tlogo, Lopait dan Kesongo yang dilengkapi senapan mesin yang diarahkan ke jembatan kali Tuntang. Di sektor selatan, tepi desa Pojok pada jalur besar Ambarawa Banyubiru disusun karung dan tumpukan pohon pisang sepanjang 50 meter ke barat dan ke timur untuk melindungi Kampemen yang hanya berjarak 200 meter. Ini berarti Jenderal Bethel mengirim hampir sepertiga kekuatannya untuk bertahan di Ambarawa.

            3. 2. 8 Siasat Supit Udang Dilancarkan

           Gugurnya Letkol Isdiman merupakan pukulan berat bagi Kolonel Soedirman. Beliau memutuskan untuk memimpin pertempuran merebut kota Ambarawa. Beberapa hari minggu pertama Desember 1945 Kolonel Soedirman datang dari sektor barat, tepatnya di desa Klurahan, Jambu.

            Beberapa hari beliau menyusuri, menyisir dengan teliti keadaan sektor barat bersama beberapa orang Perwira staf kepercayaannya. Beliau meminta para anggota TKR baik Komandan Regu, Komandan Seksi,dan Komandan Kompi untuk melaporkan keadaan di sektor barat.

             Tiga empat hari sebelum tanggal 11 Desember 1945 disampaikanlah surat perintah melalui kurir yang ditujukan kepada Komandan sektor utara, timur dan selatan untuk berkumpul pada Selasa, 11 Desember 1945 pukul 20.00 di rumah Bapak Soewito, carik desa Klurahan. 

             Menurut kesaksian Mayor Imam Androngi yang saat itu ikut dalam pertemuan malam itu, secara singkat dapat dijelaskan bahwa Kolonel Soedirman telah mengambil ketetapan dan tekad bahwa Ambarawa harus direbut kembali. Sekutu dapat menduduki Jawa Tengah sewaktu-waktu mengingat jarak kota Ambarawa dengan kota Yogyakarta, sebagai kota keberadaaan Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat hanya 95 km, secara strategi militer sangat berbahaya. Selain itu, Sekutu telah mengingkari janji bahwa hanya menduduki Jakarta, Semarang, dan Surabaya.(S.A,Soekanto.1981.hal 95)

            Kolonel Soedirman mempertimbangkan keadaan tenaga manusia yang tersedia dengan persenjataan yang minimum dan sederhana, dituntut secepat mungkin, mendesak, menggebrak mundur tentara Sekutu dari Ambarawa. Mengingat keberadaan kota Ambarawa yang berada pada tanah berkemiringan dan hamparan Rawa Pening yang luas di sebelah selatan maka Kolonel Soedirman menerapkan tata yudha tradisional yaitu siasat Supit Udang atau dalam bahasa Jawa Capit Urang.Siasat ini bertujuan untuk mendorong musuh, menekan sekuatnya, menghimpit kanan kiri dan memberi mereka jalan selubang jarum untuk keluar dari Ambarawa.

            Segera setelah Kolonel Soedirman memerintahkan untuk menyerang pertahanan Sekutu secara bersamaan pukul 04.30 . Tugas sektor barat adalah menggempur musuh pada batas kota Ambarawa tepatnya di pekuburan Kerkop dusun Garung yang dipimpin Mayor Sardjono dan diperkuat Mayor Soeharto, keduanya dari TKR Yogyakarta.Sedangkan Mayor Imam Androngi beserta Mayor Soegeng Tirtosiswoyo mengitari desa Brongkol, ke timur Nrapah, Banyubiru. Dari utara datang bantuan dari kompi Lettu Sarwo Edi yang turun dari desa Pasekan.

            Tepat pukul 04.30 tembakan pertama diluncurkan dan disambut dengan tembakan dari empat penjuru kota Ambarawa. Serangan serentak ini membuat tentara Sekutu tidak berani keluar Kampemen.

            Gerakan ini dilanjutkan sehabis Isya pukul 19.30 dan diteruskan pagi Subuh berikutnya selama empat hari hingga tentara Sekutu mundur meninggalkan kota Ambarawa. Tercatat pula dalam serangan serentak pertama pada sore hari sekitar pukul 16.00 tentara Sekutu berkendaraan truk mulai meninggalkan Ambarawa.

Gambar 9.Sketsa peta siasat Supit Udang Kolonel Sudirman (dok.Meika)

Dan terlihat dari sektor utara Baran Gembyang bahwa pada 15 Desember 1945 pukul 03.00 sederet konvoi tentara Sekutu yang cukup banyak bergerak meninggalkan Ambarawa menuju Semarang. Pagi hari tanggal 15 Desember 1945 hari Sabtu Legi ketika TKR mendekati perkubuan tentara Sekutu yang berada di seluruh sektor Ambarawa telah ditinggalkan.

3. 2. 9 Sersan I ( Purnawirawan ) Sarmudji, Pelaku Sejarah Pertempuran Ambarawa

Sertu (Purn) Sarmudji lahir di Ambarawa pada tanggal 10 April 1925.

Riwayat karir beliau yaitu: bergabung dalam HEIHO pada usia 18 tahun dengan pangkat jotai (1943), sebagai anggota BKR (Badan Keamanan Rakyat, TKR (Tentara Keamanan Rakyat) ketika terjadi Pertempuran Ambarawa, anggota TRI (Tentara Republik Indonesia), anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia) Batalyon III Resimen 23 Divisi IV dengan pangkat terakhir Sersan I, jabatan Komandan Regu Barisan Markas Bat.III/23/Div.IV.

Setelah pensiun beliau menjadi salah seorang veteran yang bertugas sebagai Satpol-PP kecamatan Jambu. Beliau juga pernah bertugas sebagai pemandu Monumen Palagan Ambarawa secara sukarela.Sejak tahun 1970-an beliau telah melayani wawancara dari dalam maupun luar negeri seperti Jepang dan Jerman dan hingga sekarang masih menjalin hubungan komunikasi dengan Warga Negara Jepang. Tahun 2009 ini beliau juga telah menjalani peliputan acara stasiun televisi MetroTV dalam acara Metro’s File yang telah                                                                         ditayangkan Minggu, 23 Agustus 2009.

BAB IV

HIKMAH PERISTIWA PALAGAN AMBARAWA BAGI GENERASI BANGSA

4. 1 Pertempuran Ambarawa, Semangat Juang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

            Dari peristiwa Insiden Air Pertempuran Ambarawa begitu banyak pelajaran berharga yang dapat dipetik. Begitu pentingnya pertempuran ini seperti diungkapkan dalam buku yang diterbitkan oleh Markas Besar Angkatan Darat Republik Indonesia yang berjudul “ Delapan Palagan yang Menentukan” . Ke-delapan palagan tersebut adalah Palagan Medan, Palagan Palembang, Palagan Bandung, Palagan Semarang, Palagan Ambarawa, Palagan Surabaya, Palagan Ujung Pandang, dan Palagan Bali Margarana. Palagan Ambarawa adalah pertempuran satu – satunya yang dimenangkan bangsa Indonesia di antara banyak pertempuran di tanah air pada masa mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945 yang saat itu baru berumur 3 bulan.

            Dengan adanya peristiwa mundurnya tentara Sekutu dari Ambarawa 15 Desember 1945 maka tanggal 15 Desember ditetapkan sebagai Hari Infantri. Kemudian karena saat itu TNI Angkatan Darat belum memiliki hari jadi, maka sejak tanggal 15 Desember 1945 setiap tanggal 15 Desember ditetapkan sebagai Hari Juang Kartika.

gambar 11. tugu Monumen Palagan Ambarawa (dok pusjarah TNI)

Untuk mengenang peristiwa pertempuran Ambarawa tanggal 20 November pada tanggal 20 November 1945 hingga 15 Desember 1945 maka Presiden Soeharto mengeluarkan mandat untuk mendirikan Monumen Palagan Ambarawa. Pembangunan monumen dilaksanakan selama satu tahun terhitung mulai 15 Desember 1973 hingga 15 Desember 1974 dengan kucuran dana sebesar Rp 105.000.000,00 yang berasal dari sumbangan Korp Infantri Indonesia dan Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia

Lahan monumen ini diserahkan oleh Bupati Semarang, Drs. Iswarto. Perencanaan proyek ditangani Kodam VII Diponegoro di bawah bimbingan Mayjend. Yasir Hadibroto dan peletakkan batu pertamanya dilakukan oleh Deput Kasud, Letjend Sayidiman Suryo Hadiprojo pada 15 Desember 1974. Sedangkan pelaksana kerjanya ditangani oleh AIS ( Arsitek Insinyur Seniman ) Indonesia. Tugu monumen setinggi 17 meter dengan sela sepanjang 8 sentimeter dan luas lapangan 45 meter persegi memiliki makna hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Di sana terdapat patung Kolonel Soedirman, Letkol Isdiman, dan Letkol Gatot Subroto, tokoh pelaku sejarah Palagan Ambarawa.( Rusliyanto.2003.hal 6)

 Monumen ini memiliki arti penting dalam perjalanan sejarah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Setelah begitu banyak momentum yang dilewati selama perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia tentunya monumen ini dapat membangkitkan semangat generasi penerus ABRI dalam mengemban amanat mempertahankan dan menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia.

4. 2 Apa yang Harus Generasi Penerus Perjuangkan

            Dalam setiap kejadian demi kejadian meletusnya pertempuran Ambarawa selalu kita dapati betapa besarnya semangat patriotisme para pemuda dan masyarakat Ambarawa dalam membela tanah air. Dengan segala kesederhanaan dan keterbatasan persenjataan yang dimiliki para pejuang, mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya hanya demi mempertahankan kemerdekaan bumi pertiwi. Mereka berani mengambil resiko bahkan yang mengancam keselamatannya demi melindungi hal paling berharga dan tidak dapat tergantikan, yaitu kemerdekaan. Seandainya generasi bangsa saat ini memiliki jiwa kepahlawanan seperti itu, maka niscaya negara kita akan menjadi negara yang kuat.

            Dalam siasat Supit Udang, dengan jelas dapat kita ketahui betapa kokohnya kerjasama di antara para pemuda. Dengan kesigapan dan ketepatan mengorganisasi pasukan, Kolonel Soedirman berhasil mempersatukan seluruh pejuang di Ambarawa memukul mundur Sekutu secara bersamaan. Dari sini dapat kita tarik kesimpulan betapa besar pengaruh jiwa kepemimpinan seorang pemimpin, petinggi pemerintahan, pejabat atau yang sering disebut “orang penting” di negara ini sehingga dapat menyatukan pikiran dan mengerahkan seluruh kekuatan untuk membela bangsa dan negaranya.

 Namun tak dapat dipungkiri bahwa dalam peristiwa Pertempuran Ambarawa telah terjadi pula kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pemuda, terutama dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan keimanan yang kurang kuat. Misalnya pada peristiwa Insiden Air yang menyebabkan serangan Sekutu secara besar-besaran hanya karena tindakan ceroboh dan tidak berpikir panjang dahulu dengan meletuskan tiga kali tembakan balasan ke udara. Sikap-sikap arogan juga ditunjukkan beberapa anggota TKR dalam penyerangan kampinterniran nomor 6. Saat itu beberapa anggota TKR menembaki wanita-wanita Belanda dan para sinyo mereka yang tidak bersalah ataupun terlibat dalam peperangan.

Pada kasus pembantaian seorang wanita Timor yang santer terdengar disebut-sebut sebagai mata-mata. Hal ini juga terjadi dalam penawanan mantan KNIL, Pak Kartowikromo dan Pak Kartokemis yang sebenarnya bukanlah mata-mata. Dalam kejadian ini ditemukan fenomena bahwa di masa revolusi hukum perang tidak lagi berlaku, bahkan opini-opini umum yang tidak mendasar lebih kuat sehingga timbul korban-korban yang tidak berdosa. Dari peristiwa ini terdapat pelajaran bahwa sepandai apapun kemampuan yang dimiliki jika tanpa iman justru akan menyebabkan terjadinya kerugian dan korban.

            Hal semacam ini bukan hanya terjadi di era revolusi saja. Sekarang pun masih banyak terjadi di Indonesia, di mana angka kemiskinan masih cukup tinggi. Masyarakat yang menghadapi kerasnya hidup hampir-hampir mengabaikan moral dan jiwa kemanusiaan yang menjadi fitrahnya. Negara ini secara de jure dan de factomemang dinyatakan merdeka. Namun ditilik dari segi pemerintahannya, ekonomi, pendidikan, politik, bahkan mental masyarakatnya masih terjajah. Penjajahan ini tidak hanya dilakukan negara lain, namun juga bangsa sendiri. Terbukti, tingginya tindakan melawan hukum mulai dari tindakan kriminal hingga tindakan kejahatan kemanusiaan baik yang terang-terangan maupun terselubung.       Bangsa Indonesia memang harus berkembang dan maju,salah satunya dengan meniru upaya-upaya dan mengadakan kerjasama dengan negara-negara maju. Namun jangan lantas meninggalkan jati diri asli bangsa ini. Adat istiadat ketimuran yang sekarang dianggap ketinggalan jaman pun ternyata mengandung beberapa nilai-nilai moral yang dapat menjadi penyaring budaya-budaya asing yang tidak sesuai.

Dengan mengambil hikmah dari peristiwa Palagan Ambarawa, generasi bangsa diharapkan menjadikannya pelajaran agar kemudian hari bangsa Indonesia dapat maju, berdaya, berguna, berdikari, dan membawa negara ini meraih cita-citanya menuju Indonesia yang dapat menghapus segala bentuk pejajahan, merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur seperti yang tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan konstitusional Negara Republik Indonesia. Diharapkan dengan semboyan “ jangan sekali-kali melupakan sejarah” generasi saat ini dan mendatang dapat belajar dari peristiwa-peristiwa lalu agar mampu menyelesaikan masalah pribadinya, keluarga, bangsa, dan negaranya.

DAFTAR PUSTAKA

Atmowiloto, Arswendo. 2002. Mengarang Itu Gampang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

BA, Koesnantoro. 1995. Petunjuk Singkat Obyek Wisata Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah. Semarang : Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Christiono, J-41. Ambarawa, “ Kota Supit Urang” Palagan.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1986. 30 Tahun Indonesia Merdeka.Jakarta : PT Citra Lamtoro Gung Persada.

Sumedi, Muh. 1984. Album Pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).Solo : DR.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. 50THIndonesiaMerdeka Jilid I (1945-1965). Jakarta : PT Citra Media Persada.

Dewan Harian Nasional Angkatan 45. 1976. Himpunan Pikiran Pelajar Tentang “Perjoangan 45 untuk Pembangunan Bangsa” Sarimu Kupetik Kini. Jakarta : Aries Lima.

Dewan Harian Nasional Angkatan 45. 1976. Seri Pengalaman dan Pandangan tentang Perjoangan 45 “Letusan di Balik Buku”. Jakarta: Aries Lima.

Hudaya, Drs. Anwar . 2002. Sekilas Pandang Profil Perkembangan Pariwisata Kab.Semarang.Kabupaten Semarang : Dinas Pariwisata.

Pusjarah TNI.2003. Spirit Kepahlawanan Pertempuran Ambarawa. Patriot edisi November 2003.

S.A, Soekanto.1981. Perjalanan Bersahaja Jenderal Sudirman.Bandung: Pustaka Jaya.

Sarmudji, Sertu. 2001. Palagan Ambarawa. Ambarawa.

Tebbel, John. 1997. Karier Jurnalistik. Semarang: Dahara Prize Semarang.

Tim GD.2005.Bekerja Keras untuk Kemajuan Bangsa.Majalah Gema Diponegoro No. 104 TH. IX Agustus 2005. PROFIL. hal.18 .

2001. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan & Pedoman Umum Pembentukan Istilah.Bandung: Yrama Widya.

2004. UUD’45 dan Amandemennya. Solo: Mustaka Prima


Lihat Sosbud Selengkapnya