Perbedaan sastra Melayu Lama dengan angkatan Pujangga Lama

Saat ini masyarakat Indonesia mulai mengabaikan sastra Indonesia, anak muda Indonesia pun seringkali mengabaikan pelajaran sastra Indonesia. Pada kenyataannya, mempelajari sastra sangat penting karena selain untuk menganalisis berbagai jenis karya sastra, juga mencakup sejarah perkembangan sastra dari masa lalu hingga saat ini.

Yang dimaksud dengan “sastra Indonesia” adalah berbagai karya sastra karya sastrawan Indonesia, antara lain puisi, prosa, dan esai. Sastra Indonesia pada umumnya mengacu pada karya-karya yang ditulis dalam bahasa-bahasa yang berakar Melayu, seperti Singapura dan Malaysia.

Kesusasteraan Indonesia dibagi dalam beberapa bagian, yaitu: Pujangga Lama, Sastra Melayu Lama, Angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan ’45, Angkatan 50-an, Angkatan 66-70-an, Dasawarsa 80-an dan Angkatan Reformasi. Awal mula perkembangan sastra modern ialah Terbentuknya Komisi Bacaan Rakyat, yang kemudian dikenal sebagai Balai Pustaka, pada tahun 1908 menandai awal perkembangan sastra Indonesia kontemporer. Banyak penulis Indonesia yang merilis karyanya melalui media setelah berdirinya Balai Pustaka.

Balai Pustaka didirikan pada saat itu untuk menangkal pengaruh negatif bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah, yang menekankan pada kehidupan pernyaian (cabul) dan dipandang memiliki misi politis (liar). Sementara Pujangga Baru muncul karena masyarakat Indonesia khususnya pengarang, diam-diam membentuk organisasi baru yang diberi nama Pujangga Baru. Nama tersebut terinspirasi dari judul majalah yang pertama kali mereka terbitkan pada 29 Juli 1933.

Menurut Eneste (1988:10—15) mencatat bahwa pada mulanya ada tiga belas pengarang yang mempublikasikan karya mereka melalui Balai Pustaka, yaitu Abdul Muis, Buya HAMKA, Marah Rusli, Nur Sutan Iskandar, Merari Siregar, Adinegoro, Muhammad Kasim, Suman Hs, Aman Datuk Majoindo, Tulis Sutan Sati, Muhammad Yamin, Rustam Effendi, Rivai Ali dan Abas Sutan Pamuncak. Ketiga belas sastrawan tersebut mempublikasikan karya mereka di Balai Pustaka sekitar tahun 1920-1930 dan dianggap sebagai Angkatan Balai Pustaka yang berupa penjelmaan dari Komisi Bacaan Rakyat dan juga merupakan angkatan pertama dari sastra Indonesia modern. Atmazaki, Hasanuddin W.S, Juita dan Emidar (1998:1).

Pada masa itu, perubahan-perubahan yang dimulai dengan berdirinya pergerakan nasional Budi Utomo (1908) mendorong penggunaan sastra Melayu yang lebih beradab, dibandingkan dengan hal-hal cabul yang lazim dalam sastra Melayu Rendah.

Walaupun pada mulanya penulis-penulis generasi ini didominasi oleh orang Sumatera, namun begitu Sumpah Pemuda yang menjunjung tinggi bahasa Indonesia diproklamasikan pada tahun 1928, muncullah penulis-penulis dari daerah lain, seperti I Gusti Panji Tisna dari Bali dan M.R Dayoh dari Sulawesi Utara.Karena Majalah Pujangga Baroe pertama kali diterbitkan pada 29 Juli 1933 oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Armijin Pane, dan Sanusi Pane, maka Angkatan Pujangga Baru juga dikenal sebagai Generasi ke-33.

Pasalnya, banyak artikel karya penulis seperti Buya Hamka, Sutan Takdir Alisyahbana, dan Suman Hasibuan berbau politik nasionalis yang menyulut semangat perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Akhirnya, mereka membentuk partai politik bernama Pujangga Baroe secara rahasia. Bangsa Indonesia telah terdidik berkat pendidikan penahanan.

Balai Pustaka: Pada tahun 1908, Belanda mendirikan Balai Pustaka yang menyediakan bahan bacaan untuk penduduk setempat. Balai Pustaka pada awalnya dikenal dengan nama Commissie voor de Volkslectuur atau komisi membaca rakyat yang sudah ada sejak tahun 1903. Kelas Pujangga Baru dinamai jurnal sastra yang didirikan pada tahun 1933.

Pujangga Baru adalah nama penerbitannya. Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane adalah editor majalah Pujangga Baru dan Penyair Baru didirikan oleh keempat tokoh tersebut. Sastra Indonesia memiliki perbedaan tersendiri yang menentukan setiap periodisasi.Berikut perbedaan antara Penerbit Balai Pustaka dan Pujangga Baru:

Balai pustaka

1. Bahasa Melayu

Bentuk tulisan ditulis dalam bahasa Melayu, yang merupakan bahasa nasional Malaysia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

2. Novel dalam Gaya Rakyat

Novel-novel yang melibatkan cerita rakyat asli dan isu-isu komunal yang tidak menyenangkan adalah salah satu karya sastra yang bisa diterbitkan. Topik yang dibahas dalam teks terbatas pada praktik komunal seperti kawin paksa dan perbedaan kekayaan antara si kaya dan si miskin.

3. Penerbit Kolonial

Penerbitan itu didirikan oleh penguasa kolonial yang tidak ingin masyarakat adat tumbuh dalam kebebasan berpikirnya. Teks-teks yang diterbitkan hanyalah dongeng-dongeng imajiner yang berpotensi mempengaruhi pandangan inferior dan kecurigaan orang terhadap orang lain.

4. Buku murah

Balai Pustaka hanya menerbitkan buku dengan biaya yang sangat rendah agar masyarakat adat mampu membelinya. Ini bertujuan untuk menurunkan harga pasar media cetak ke tingkat yang sangat rendah, yang akan mengurangi jumlah media cetak yang dibeli oleh penduduk asli.

Pujangga baru

1. Dimiliki dan dioperasikan oleh penduduk asli

Penulis pribumi meluncurkan majalah Pujangga baru dengan tujuan mengedukasi masyarakat tentang kebebasan berpendapat. Selanjutnya, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan rasa nasionalisme masyarakat adat agar mereka mencintai tanah air dan anti kolonial.

2. Bahasa Indonesia

Bentuk tulisan menggunakan bahasa Indonesia, yang ditetapkan sebagai bahasa pemersatu negara pada tahun 1928 oleh para pemuda negara. Tentu saja, penyair baru memenuhi tanggung jawab sumpah pemuda 28 dengan mendidik masyarakat adat dalam penggunaan bahasa persatuan.

3. Tulis esaiDari sudut pandang penulis, lahirnya tulisan esai telah membuat penulis lebih kreatif dalam berpikir dan menulis. Penulisan esai juga dapat membantu pembaca mempertimbangkan dari sudut pandang pembaca, memungkinkan mereka untuk berpikir secara bebas.

4. Teater dan Drama

Selain itu, penyair baru merupakan cikal bakal perkembangan penulisan drama dan teatrikal yang dapat dilihat dan dipentaskan dalam kehidupan nyata. Hal ini menghidupkan sastra teater dan memungkinkannya untuk dialami dalam pertunjukan seperti wayang.

5. Modern

Dengan mengadopsi kosakata yang diperluas dan tidak terlalu dibatasi oleh konvensi puisi lama, bahasa dan aturan yang sedikit modern muncul. Selain itu, tujuan utamanya adalah memberikan tulisan yang berkualitas tinggi, informatif, dan gaya penulisannya harus sederhana agar mudah dipahami pembaca.

Dapat kita simpulkan bahwa, meskipun generasi Balai Pustaka dan Pujangga Baru berdekatan dalam hal waktu, masing-masing periode memiliki berbagai karakteristik yang berbeda. Antara lain, cerita yang berlatar masa Balai Pustaka berpusat pada masalah perkawinan, harta benda, dan kehidupan sosial yang terjadi pada saat itu. Mereka juga menggunakan bahasa perbandingan, yang populer di kalangan generasi Penyair Tua. Hal ini berbeda dengan komposisi periode Pujangga Baru yang lebih hidup, bersatu, dan antikolonial.

Hikayat Periode Angkatan Pujangga Lama. Sumber: Dokumentasi pribadi

Hikayat adalah bentuk karya sastra prosa lama yang isinya berupa cerita, kisah, dongeng maupun sejarah, umumnya mengisahkan kepahlawanan seseorang, lengkap dengan keanehan, kekuatan atau kesaktian, mukjizat sang tokoh utama (Supratman 1996:65). Hikayat juga merupakan salah satu karya sastra Angkatan Pujangga Lama, yang ditulis pada masa sebelum kemerdekaan.

Pujangga Lama adalah salah satu periodisasi sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pujangga Lama juga dikenal sebagai Budaya Melayu Klasik. Karya sastra Melayu klasik belum menggunakan bahasa Indonesia, melainkan masih menggunakan bahasa daerah dan bahasa Melayu. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama Angkatan Pujangga Lama.

Alasan penulisan artikel ini adalah untuk memaparkan bagaimana gambaran karya sastra berupa Hikayat yang hadir pada Angkatan Pujangga Lama karena pada zaman sekarang ini sudah jarang karya sastra yang menggunakan bahasa daerah maupun bahasa Melayu. Oleh karena itu, dalam artikel ini juga akan dibahas mengenai karya sastra Hikayat yang ada pada Angkatan Pujangga Lama.

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui beberapa karya sastra dalam bentuk Hikayat Angkatan Pujangga Lama tepatnya pada periodisasi sebelum kemerdekaan.

Manfaat penulisan artikel ini adalah menambah wawasan maupun pengetahuan mengenai karya sastra Hikayat periode Angkatan Pujangga Lama.

Pujangga lama merupakan salah satu periodisasi sastra yang di Indonesia sebelum abad ke-20. Bahasa yang digunakan dalam karya sastra generasi ini masih kental tradisional, alur cerita masih terfokus pada dongeng, cerita masyarakat, penghiburan, sejarah lama yang bersifat nasional. Salah satu karya sastra Angkatan Pujangga Lama adalah Hikayat.

Hikayat merupakan karya sastra yang ditulis oleh banyak penulis Angkatan Pujangga Lama di Indonesia. Hikayat adalah jenis karya sastra dari masa Pujangga Lama yang terdiri dari cerita, fabel, atau dongeng tentang kehidupan atau kepahlawanan seseorang, seringkali dengan nuansa keagamaan. Sebuah Hikayat dibaca untuk hiburan, pelipur lara atau untuk menanamkan rasa keberanian. Hikayat umumnya diceritakan dalam bahasa Melayu. Oleh karena itu, banyak sastrawan Indonesia Angkatan Pujangga lama yang menciptakan hikayat karena salah satu ciri-ciri karya sastra Angkatan Pujangga Lama adalah menggunakan bahasa Melayu klasik.

Hikayat merupakan salah satu karya sastra yang dapat meningkatkan minat baca, sebagai hiburan, meramaikan suatu acara atau suasana sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai luhur. Hikayat mengandung nilai budaya yang berkembang secara turun-temurun di masyarakat yang berhubungan dengan budaya Melayu. Selain itu di dalam hikayat juga terkandung nilai moral berkaitan dengan nasihat, budi pekerti, perilaku juga nilai religius yang berhubungan dengan masalah keagamaan.

Sebuah hikayat dibacakan untuk menghibur para pembaca membangkitkan semangat juang. Berikut 6 karya sastra hikayat periode Angkatan Pujangga Lama yang di himpun:

1. Hikayat Abdullah ditulis pada pertengahan abad ke-19. Hikayat Abdullah berisi kisah hidup Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, seorang keturunan Arab/India yang telah menetap beberapa generasi di Semenanjung Malaka. Abdullah banyak menceritakan hal-hal yang menarik dari paruh pertama abad ke 19 misalnya mengenai kota Malaka Singapura, beberapa tokoh seperti John Stamford Raffles, Lord Minto, Farquhar, Timmerman Thijssen.

2. Hikayat Kalilah dan Dimnah adalah sebuah hikayat dalam bahasa Melayu yang merupakan sebuah terjemahan dari bahasa Arab. Hikayat ini merupakan sebuah cerita bingkai kisah-kisah yang diceritakan dalam hikayat ini banyak menampilkan hewan-hewan sebagai tokoh cerita. Hikayat ini merupakan cerita karangan Abdullah Ibnu Muqaffa yang kemudian diterjemahkan oleh Ismail Jamil. Banyak nilai yang terkandung dalam Hikayat Kalilah dan Dimnah yang secara tidak langsung menyindir perilaku manusia. seperti tamak, licik, menghalalkan segala cara.

3. Hikayat Amir Hamzah adalah karya sastra yang menceritakan peristiwa kejadian yang berlaku pada abad ke-7 di Timur Tengah. Tokoh yang memegang peranan penting adalah Amir Hamzah bin Abdul Muthalib. Hikayat Amir Hamzah dibuat dalam bahasa Melayu. Namun ada juga salinannya dalam bahasa Jawa, Bugis, Sunda. Dalam hikayat ini diriwayatkan kisah keberanian kegagahan Sayyidina Hamzah mengepalai tentara Islam dalam peperangan menentang tentara-tentara kafir.

4. Hikayat Bayan Budiman adalah salah satu cerita berbingkai, hasil kesusastraan Melayu lama. Hikayat ini berkisah mengenai seorang burung Bayan yang mencoba mencegah seorang perempuan muda yang berhasrat menyeleweng, dengan prosedur mengisahkan cerita-cerita menarik.

5. Hikayat Hang Tuah adalah suatu karya sastra Melayu yang termansyur mengisahkan Hang Tuah. Hikayat ini menuturkan cerita kesetiaan Hang Tuah pada Sri Sultan. Hang Tuah adalah seorang pahlawan legende berbangsa Melayu pada masa pemerintahan Sultan Malaka di abad ke-15 (kesultanan Melayu Malaka bermula pada 1400-1511).

6. Hikayat Iskandar Zulkarnain adalah karya sastra yang mengisahkan petualangan raja Makedonia Iskandar Zulkarnain yang ditulis dalam bahasa Melayu. Hikayat ini, diceritakan Iskandar mengunjungi berbagai negeri didampingi oleh Nabi Khidir.

Hikayat merupakan salah satu karya sastra Angkatan Pujangga Lama, yang ditulis pada masa sebelum kemerdekaan. Hikayat umumnya diceritakan dalam bahasa Melayu. Oleh karena itu, banyak sastrawan Indonesia Angkatan Pujangga lama yang menciptakan hikayat. Salah satu ciri-ciri karya sastra Angkatan Pujangga Lama adalah menggunakan bahasa Melayu klasik. Enam karya sastra hikayat periode Angkatan Pujangga Lama adalah Hikayat Abdullah, Hikayat Kalilah dan Dimnah, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Hang Tuah, dan Hikayat Iskandar Zulkarnain.