Sumber energi yang paling hemat yang dapat digunakan sebagai pengganti batu bara adalah

Foto: PLTP Pertamina Geothermal Energy (PGE). Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kini sedang mengalami kekisruhan terkait pasokan batu bara untuk pembangkit listrik PT PLN (Persero) dan pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/ IPP).

Krisis batu bara di dalam negeri ini mencerminkan Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil yang dianggap paling kotor ini. Murahnya harga batu bara sebagai sumber energi pembangkit listrik dibandingkan energi lainnya membuat PLN maupun pengembang listrik swasta masih mengidolakan batu bara sebagai sumber energi utama pembangkit listrik di Tanah Air.

Seperti yang disebutkan pengamat kelistrikan yang juga Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, dengan adanya kendala pasokan batu bara, menunjukkan bahwa Indonesia masih bergantung kepada batu bara.

"Ketergantungan Indonesia yang sangat besar pada batu bara dan kondisi ini menyandera kita melakukan transisi energi dengan cepat," terang dia kepada CNBC Indonesia, Rabu (5/1/2022).

Berdasarkan data Statistik PLN 2020, kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PLN hingga 2020 tercatat sebesar 20.277,63 Mega Watt (MW) atau 45,9% dari total kapasitas pembangkit listrik terpasang PLN yang mencapai 44.174,79 MW.

Adapun total kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional, termasuk pembangkit sewa dan milik pengembang swasta hingga 2020 tercatat mencapai 63.336,12 MW.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional sebesar 63,3 Giga Watt (GW) tersebut, adapun porsi PLTU mencapai 31.952 MW atau sebesar 50% dari total pembangkit listrik.

Dari sisi jumlah unit pembangkit, PLTU berbasis batu bara ini tercatat ada sebanyak 127 unit pembangkit milik PLN pada 2020 dari total 6.059 unit pembangkit.

Dari sisi biaya pembangkitan rata-rata, biaya PLTU memang paling murah di antara energi fosil lainnya yaitu Rp 636,55 per kilo Watt hour (kWh), sementara bila menggunakan gas, biaya pembangkitan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) telah mencapai dua kali lipatnya yakni Rp 1.611,79 per kWh, dan bila menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), biayanya jauh lebih besar lagi yakni Rp 4.746,32 per kWh.

Selama ini, gas dan BBM menjadi sumber alternatif utama batu bara. Namun, perlu diketahui Indonesia juga memiliki "harta karun" energi lainnya yang juga bisa dijadikan sebagai pengganti batu bara. Apalagi pembangkit listrik berbasis batu bara ini biasa digunakan sebagai penopang beban dasar (base load) kelistrikan, maka "harta karun" ini akan cocok digunakan sebagai alternatif dan bahkan dengan harga yang lebih murah dibandingkan gas dan BBM.

"Harta karun" yang dimaksud di sini yaitu energi berbasis energi terbarukan, yakni energi air dan panas bumi (geothermal).

Indonesia menyimpan sumber daya air yang bisa dijadikan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2021, potensi energi air untuk dijadikan sumber energi PLTA RI mencapai 94,6 Giga Watt (GW). Namun, hingga September 2021 baru dimanfaatkan sebagai PLTA sebesar 6.432 Mega Watt (MW). Artinya, baru dimanfaatkan sebesar 6,8% dari potensi yang ada.

Sementara panas bumi Indonesia memiliki potensi 23,7 GW. Namun yang baru dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) hingga September 2021 baru sebesar 2.186 MW. Artinya, baru sekitar 9,2% saja.

Sumber daya panas bumi Indonesia bahkan merupakan tertinggi kedua di dunia, setelah Amerika Serikat. Hingga akhir 2020, Amerika Serikat menduduki peringkat nomor wahid untuk sumber daya panas bumi yakni mencapai 30.000 Mega Watt (MW). Selanjutnya, Indonesia 23.965 MW, Jepang 23.400 MW, Kenya 15.00 MW dan terakhir Islandia 5.800 MW.

Dari sisi kapasitas terpasang PLTP dunia, Amerika Serikat juga menduduki peringkat pertama dengan kapasitas 3.676 MW hingga akhir 2020. Kemudian disusul Indonesia yang pada akhir 2020 tercatat sebesar 2.130,7 MW. lalu Filipina 1.918 MW, Turki 1.526 MW, dan di posisi kelima yaitu Selandia Baru sebesar 1.005 MW. Adapun kapasitas terpasang PLTP di 10 negara terbesar yaitu 15.345,7 MW.

Besarnya potensi kedua "harta karun" Indonesia ini bisa membuat negara ini mengurangi ketergantungan pada batu bara. Terlebih, biaya pembangkitan rata-rata keduanya juga masih lebih murah dibandingkan energi fosil seperti gas dan BBM. Bahkan, untuk PLTA biayanya masih lebih murah dibandingkan PLTU batu bara.

Berdasarkan data Statistik PLN 2020, biaya pembangkitan rata-rata untuk PLTA "hanya" sebesar Rp 438,57 per kWh, lebih murah dibandingkan PLTU batu bara yang sebesar Rp 636,55 per kWh.

Sementara untuk PLTP, meskipun lebih mahal daripada batu bara, tapi masih lebih murah dibandingkan gas dan BBM, yakni dengan biaya pembangkitan rata-rata sebesar Rp 1.107,89 per kWh.


(wia)

Batubara, si hitam manis yang sering disebut sebagai emas hitam

Singkapan batubara di daerah Ombilin, Sumatra Barat. (Sumber: dokumentasi tim UGRG)

Apabila kita berbicara tentang batubara, tentu kita sepakat bahwa batubara termasuk sumber daya Indonesia yang berharga dan tidak dapat kita lepaskan dari kehidupan sehari-hari. Minimal kita dapat menikmati aliran listrik dirumah, di kantor maupun di pertokoan berkat batubara si hitam manis, yang kerap disebut sebagai emas hitam. Artikel ini diharapkan dapat menambah wawasan kita mengenai batubara secara umum.

Apa saja kegunaan batubara?

Batubara merupakan salah satu sumber energi yang penting bagi dunia, yang digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik sebesar hampir 40% di seluruh dunia (Anonim, 2005). Batubara telah memainkan peran yang sangat penting selama berabad-abad, tidak hanya membangkitkan listrik, namun juga merupakan bahan bakar utama bagi produksi baja, semen, pusat pengolahan alumina, pabrik kertas, industri kimia, serta farmasi. Selain itu, terdapat pula produk-produk hasil sampingan batubara, antara lain sabun, aspirin, zat pelarut, pewarna, plastik, dan fiber (Anonim, 2005). Apakah anda terkejut mengetahui betapa bergunanya material hitam ini? Sekarang anda pasti tertarik untuk mengenal batubara lebih jauh.

Apakah batubara itu dan bagaimana batubara bisa terbentuk?

Batubara adalah akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang mati dan tidak sempat mengalami pembusukan secara sempurna, yang kemudian terpreservasi dengan baik dalam kondisi bebas oksigen (anaerobic) misalnya pada bagian bawah dari suatu danau atau pada endapan/sedimen berbutir sangat halus. Proses penimbunan tersebut terjadi bersamaan dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) yang memungkinkan sisa-sisa tumbuhan terakumulasi hingga sangat dalam. Akibat penimbunan, material tumbuhan terkena suhu dan tekanan tinggi yang menyebabkan perubahan fisika dan kimiawi. Selama tahap tersebut persentase hidrogen dan oksigen akan berkurang, sedangkan persentase karbon akan meningkat. Hasil akhirnya adalah suatu material yang mengandung karbon lebih dari 50% berdasarkan berat dan 70% berdasarkan volume, yang kita sebut sebagai batubara (Gambar 1).

Gambar 1. Ilustrasi proses pembatubaraan (Grab et al., 2006 dalam Flores, 2014)

Apa saja jenis batubara?

Batubara memiliki karakteristik dan jenis yang berbeda. Faktor-faktor yang menentukan karakter dari batubara antara lain jenis tumbuhan penyusun dan pengotor yang terdapat pada batubara tersebut, yang nantinya akan memengaruhi kadar abu pada batubara. Selain itu, suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan merupakan faktor penting dalam pembentukan batubara, yang disebut sebagai maturitas organik. Tahap awal pada pembentukan batubara diawali dengan perubahan material tumbuhan menjadi gambut, yang kemudian berubah menjadi lignit. Seiring dengan bertambahnya suhu dan tekanan, lignit mengalami perubahan secara bertahap menjadi batubara sub-bituminus, kemudian bituminus dan sebagai peringkat tertinggi menjadi antrasit. Batubara dengan peringkat yang lebih tinggi (antrasit) umumnya lebih keras, memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah, dan menghasilkan energi yang lebih banyak. 

Batubara sebagai sumber energi di Indonesia

Permintaan energi Indonesia didominasi oleh konsumsi listrik dan diperkirakan akan meningkat didorong oleh pembangunan ekonomi dan populasi yang tumbuh cepat. Untuk dapat menyeimbangkan permintaan energi ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk pembangkit listrik hingga 135,5 GW pada tahun 2025, dan dituangkan dalam Peraturan Presiden (PerPres) No.22 / 2017. Pasokan energi primer di Indonesia terutama didasarkan pada bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batubara. Kebijakan energi nasional menetapkan proporsi sumber energi pada tahun 2025 yaitu minyak (20%), gas (30%), batubara (33%), dan energi baru-terbarukan (17%). Sektor pembangkit listrik adalah konsumen batubara terbesar di Indonesia. Peningkatan konsumsi batubara sangat signifikan di sektor pembangkit listrik, yaitu dari 56 juta ton pada 2006 dan diperkirakan menjadi 123,2 ton pada 2025. Sementara Indonesia sendiri memiliki sumberdaya batubara (Gambar 2) sebesar 149,009 miliar ton dan cadangan sebesar 37,604 miliar ton (data Badan Geologi pada tahun 2018).

Gambar 2. Peta persebaran batubara di Indonesia (Badan Geologi, 2014)

Mengingat batubara memiliki sifat  tak terbarukan dan dihasilkan dari proses geologi selama puluhan bahkan ratusan juta tahun, maka sangatlah disayangkan apabila pemanfaatannya tidak memiliki nilai tambah. Selain itu, pembakaran batubara untuk keperluan pembangkit listrik juga menghasilkan “limbah padat berbahaya dan beracun”. Pengembangan dan penelitian harus dilakukan terkait dengan penggunaan batubara dan pemanfaatan limbah batubara, antara lain gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (liquified coal), batubara tergaskan (gasified coal), atau pemanfaatan “limbah” batubara untuk menghasilkan sumberdaya non-konvensional yang menambah nilai dan efisiensi penggunaan batubara di Indonesia (Baca artikel: Limbah Padat Pembakaran Batubara: Potensi Sumber Daya Non-Konvensional di Masa Depan?).

SUMBER:

  • Anonim, 2005. Sumber Daya Batubara: Tinjauan Lengkap Mengenai Batubara, World Coal Institute //www.worldcoal.org/file_validate.php?file=coal_resource_indonesian.pdf
  • Anonim, 2015. Rencana Strategis Badan Geologi 2015-2019, Badan Geologi KESDM, Jakarta. 275 p.
  • Flores, R., 2014. Coal and Coalbed Gas st Edition Fueling the Future. Elsevier Science. 720 p.
  • Diessel, C.F.K., 1992. Coal-Bearing Depositional Systems, Springer Berlin Heidelberg, Berlin, Heidelberg. 721 p.
  • Suprapto, S., 2014. Karakteristik dan Pemanfaatan Batubara: Solusi dalam Keberlimpahan Batubara di Indonesia,  Jakarta, Badan Litbang ESDM. 105 p.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA