Kesiapan Menuju AEC 2015: Ditengah Tantangan Internal dan Eksternal Salah satu dari indikator utama yang seharusnya menjadi “lampu kuning” bagi kawasan dalam memasuki AEC 2015 adalah dengan tercatatnya perekonomian tiga negara utama penggerak ekonomi kawasan mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2014 dibandingkan kuartal sebelumnya, seperti Indonesia dari 5,12% menjadi 5,01%, Malaysia dari 6,40% menjadi 5,60% serta Filipina yang pada awal tahun 2014 mencatatkan tingkat pertumbuhan yang menakjubkkan ternyata ikut mengalami perlambatan perekonomian dari 6,40% menjadi hanya 5,30%. Situasi ini penting untuk menjadi bagian dari peringatan bagi perekonomian kawasan, karena memahami kinerja negara ekonomi utama di kawasan ASEAN, penting dalam memotret kinerja perekonomian kawasan ASEAN secara menyeluruh dikarenakan terdapat hubungan yang positif antara ukuran dari sebuah negara dan dominasi perannya di dalam perdagangan intra-kawasan di sebuah kawasan kerjasama perekonomian (Widodo, 2010:48). Hal ini bermakna lain bahwa kemajuan dari kinerja perekenomian kawasan dalam kerangka AEC tidak akan terlepas dari kinerja perekonomian utama kawasan atau yang dikenal sebagai ASEAN-5 (Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand). Sebagaimana laporan terakhir Sekretariat ASEAN pada “ASEAN Economic Community Scorecard” pada tahun 2012 serta studi Pillai (2013) dinyatakan bahwa implementasi AEC 2015 pada Tahapan 1 (2008-2009), Tahapan 2 (2010-2011)3 dan Tahapan 3 (2012-2013) telah mencapai total pemenuhan terhadap 73,0% dari total target. Hal ini menunjukkan bahwa hingga batas akhir 31 Desember 2015 para pemimpin negara ASEAN harus bekerja keras dalam memastikan bahwa 27,0% target tersisa mampu dicapai di tengah berbagai tantangan yang ada, seperti pergolakan politik di Thailand, hantaman berbagai bencana alam di Filipina seperti topan dan gempa bumi, upaya diversifikasi ekonomi yang sedang dilakukan di Kamboja, Laos dan Brunei Darussalam, konsolidasi politik dan demokrasi yang terjadi di Myanmar, Malaysia dan Singapura, ketegangan Laut Cina Selatan yang melibatkan Vietnam dan Thailand hingga transisi pemerintahan sebagaimana yang sedang dialami Indonesia. Selain itu, makna dari pencapaian persiapan menuju AEC 2015 sebagaimana yang dilaporkan dalam AEC Scorecard oleh Sekretariat ASEAN menunjukkan bahwa agresifitas para pengambil kebijakan di kawasan untuk mengintegrasikan perekonomiannya dengan perekonomian kawasan dan global sehingga mampu memenuhi 85,7% dari total target hanya selama dua tahapan belum diimbangi dengan perhatian yang serius pada upaya membangun basis produksi, pembangunan daya saing hingga pengarusutamaan terhadap pemerataan ekonomi kawasan. Apabila keseimbangan integrasi dan pembangunan kesiapan perekonomian domestik tidak segera diprioritaskan dalam jangka waktu pendek ini, tidak tertutup kemungkinan justru AEC 2015 akan mendatangkan lebih banyak tantangan bagi perekonomian kawasan di awal implementasinya. Sementara itu, kesiapan kawasan ASEAN dalam menyongsong AEC 2015 perlu diimbangi dengan pemahaman bahwa gejolak eksternal masih akan terus membayangi berbagai pertumbuhan sementara yang sedang dinikmati oleh kawasan ini. Rencana The Fed untuk meningkatkan basis suku bunganya4 seiring dengan meningkatnya keyakinan akan perekonomian dunia yang semakin baik, disinyalir akan menyebabkan terjadinya pembalikan arus modal dari negara berkembang (terutama ASEAN) kepada berbagai negara maju sehingga diprediksi akan memberikan pukulan pada sektor keuangan, sektor nilai tukar mata uang hingga cadangan devisa dari negara-negara di kawasan ASEAN sehingga kebijakan mitigasi risiko perlu segera dipersiapkan. Selain itu, arus perdagangan global yang melesu pasca Krisis Global 2008-2009 masih terus membayangi, dimana neraca perdagangan yang positif belum dinikmati oleh semua negara di kawasan secara berkelanjutan. Isu-isu utama perkeonomian yang harus dihadapi oleh perekonomian Asia Timur, terutama ASEAN adalah isu-isu perekonomian yang terutama terkait dengan diferensiasi produk, ongkos transportasi, skala ekonomi dinamis, derajat agregasi produk, distribusi pendapatan, faktor endowment dan variasi produk (Widodo, 2010: 131). Sehingga dalam memastikan kesiapan negara-negara kawasan dalam menghadapi AEC 2015, negara-negara kawasan harus memberikan perhatian yang lebih fokus dan akeseleratif pada aspek-aspek daya saing dan pemerataan ekonomi terutama pada isu-isu yang telah digolongkan diatas. Sementara itu, studi Kalra (2013) memperingatkan bahwa perlu adanya fasilitasi yang lebih baik pada pemberian peran yang lebih besar pada para pelaku perekonomian domestik dalam berpartisipasi aktif dalam membangun percepatan kesiapan negara anggota ASEAN dalam menyongsong AEC 2015 dikarenakan secara alamiah, arus perdagangan ASEAN hingga saat ini masih didominasi oleh perdagangan ekstra-ASEAN dibandingkan intra-ASEAN sehingga para pelaku perekonomian swasta terutama dari domestik perlu ditingkatkan perannya untuk melihat kerjasama AEC 2015 bukan dalam rangka sekedar mendorong interaksi perekonomian nasional secara eksternal tetapi lebih spesifik daripada itu, yaitu mendorong interaksi perekonomian dalam kerangka intra-ASEAN. Integrasi Ekonomi “Ala-ASEAN” Perlunya Pengujian Lebih Lanjut Walaupun demikian pembentukan ASEAN dalam kerangka AEC 2015 ternyata memiliki mekanisme penyeimbangnya sendiri secara politik dan keamanan, ketika adanya kesamaan relatif pada faktor endowment dari masing-masing negara anggota, memungkinkan tidak adanya negara yang berpotensi untuk mendominasi negara lainnya di kawasan ataupun menjadi negara “pusat” di dalam ASEAN (Widodo, 2010:25) sehingga perlu dipahami bahwa dampak dari keberadaan AEC sendiri sedari awal tidak dirancang untuk kepentingan perekonomian semata namun juga memiliki fungsi strategis dalam menjaga pilar lain dari ASEAN yaitu politik-keamanan dan sosial-budaya. Selain itu secara teoritis langkah integrasi perekonomian yang ditempuh ASEAN tidak mengikuti kaidah teoritis tentang teori integrasi ekonomi sebagaimana yang dikembangkan oleh Balassa (1961)5. AEC 2015 adalah tahapan integrasi perekonomian yang telah memasuki tahapan integrasi ekonomi berupa Common Market yang sebelumnya ASEAN masih berada pada tahapan “Free Trade Area (FTA)” dalam konsep ASEAN Free Trade Area, dimana artinya AEC telah “melangkahi tahapan” normal yaitu Custom Union. Hingga tulisan ini disusun, belum ada penelitian yang secara komprehensif mengukur mengenai dampak “pelompatan” tahapan teori integrasi ekonomi tersebut. Karena menurut teori integrasi perekonomian, sebelum terjadinya pembebasan terhadap arus barang dan jasa seharusnya setelah melewati tahapan Free Trade Area dimana tarif-tarif perdagangan telah disamakan secara intra-ASEAN, maka pada tahapan Custom Union harus dilakukan penyamaan tarif perdagangan antara kawasan dengan mitra dagang eksternal (ekstra-ASEAN) secara terlebih dahulu. Namun walaupun belum ada penelitian yang komprehensif terkait hal tersebut, situasi ini perlu menjadi perhatian bagi para pengambil kebijakan di negara kawasan ASEAN tetap bersiap-siap untuk kemungkinan terjadinya berbagai potensi distorsi perekonomian yang mungkin muncul akibat akselerasi tahapan tersebut. Namun pada akhirnya di tengah-tengah segala keraguan dan ketidakpastian menyongsong perekonomian masa depan dan AEC 2015 dimana ketidakpastian dan instabilitas sejatinya adalah bagian koheren dalam dalam perekonomian global yang semakin bersifat open economy politics (Johnson, et al, 2013) maka untuk memenuhi komitmen, reputasi serta kepastian dalam beraktifitas dalam perekonomian global maka setiap negara ASEAN harus tetap mempersiapkan berbagai kebijakan-kebijakan yang tidak saja mempercepat kesiapan perekonomiannya dalam memasuki pasar AEC 2015 namun juga kebijakan-kebijakan yang melindungi kepentingan domestik sehingga tingkat kesejahteraan yang optimal tetap dapat diraih di tengah persaingan yang telah disepakati bersama. Waktu untuk melakukan berbagai upaya persiapan dan perlindungan sudah tidak lama lagi, selama rentang waktu tersebut hendaknya digunakan secara optimal oleh para pengambil keputusan di kawasan. Karena perlu kembali diingat bahwa kebijakan domestik pada bidang perekonomian relatif akan berkurang efektifitasnya ketika pasar domestik sudah terbuka (Widodo, 2013:34). sebagaimana penyatuan perekonomian yang akan ditempuh kawasan ASEAN melalui AEC 2015. Referensi ASEAN Secretariat (2012), ASEAN Economic Community Scorecard: Charting Progress Toward Regional Economic Integration, Jakarta: ASEAN. Johnson, et al (2013), “The Future of International Political Economy: Introduction to the 20th Anniversary Issue of RIPE”, Review of International Political Economy, 20 (5): pp. 1009-1023. Kalra, S. (2013), ASEAN Economic Community: Progress and Global Perspective, Paper Presented at: University of Economics and Business, Vietnam National University, October 11th 2013. Pillai, S. B. (2013), ASEAN and Strategic FTAs, Paper Presented at: Norway-Asia Business Summit 2013, Shanghai, July 5th 2013. Widodo, T (2010), International Trade, Regionalism and Dynamic Market, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Widodo, T. (2013), “Indonesia di Bawah Bayang-Bayang Sindrom Krisis”, Indonesian Economic Review and Outlook, 3 (II): pp. 31-34. _______________________________________
|