Apa saja bentuk pelanggaran terhadap konstitusi yang dilakukan pemerintah pada masa demokrasi terpimpin?

Sejarah perjalanan konstitusi di indonesia telah banyak melahirkan banyak ketimpangan dan pelanggaran yang semestinya tidak terjadi di indonesia. Hal ini lantaran kurangnya pengawasan dari lembaga dan rakyat sebagai bagian terpenting dari demokrasi mengingat bahwa demokrasi adalah pemerintahan rakyat yang justru setiap kritikan dan opininya kurang didengar oleh pemerintah pada saat itu.

Tidak terkecuali pada masa demokrasi terpimpin yang dilahirkan melalui keresahan pemerintah atas demokrasi liberal yang menguasai indonesia pada tahun 1945, dimana  Presiden Soekarno menyetujui usul BP-KNIP dan mengeluarkan maklumat pemerintah pada 14 November 1945, mengenai pertanggungjawaban mentri kepada BP-KNIP. Melalui persetujuan tersebut, sistem kabinet presidensil diamandemen menjadi kabinet parlementer dengan diangkatnya Sutan Syahrir sebagai Perdana Mentri pertama pada masa itu. 

Namun, demokrasi liberal dengan sistem kabinet parlementer-nya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia, hal ini lantaran banyaknya persaingan antar partai politik yang berbeda ideologi (nasionalis, agama, dan komunis) yang saling berebut pengaruh untukmendapatkan kursi pemerintahan di Indonesia. Selain itu Konstituante sebagai badan ang dipilih rakyat berdasarkan pemilu mengalami kegagalan dalam menyusun UUD, hal ini hanya diisi oleh perdebatan antara masing-masing partai yang ingin menonjolkan paham atau ideologi partainya.

Pada masa itulah Presiden Soekarno mengeluarkan konsepsi presiden yang dilatarbelakangi oleh carut-marutnya pelaksanaan demokrasi di Indonesia dan meluasnya pemberontakan-pemberontakan di daerah. Di hadapan para pemimpin partai dan tokoh masyarakat di Istana Merdeka pada tanggal 21 Februari 1957, Presiden Soekarno mengemukakan konsepsinya yang kemudian dikenal dengan "Konsepsi Presiden Soekarno"atau "Konsepsi Presiden". 

Konsepsi Presiden ini pada pokoknya berisi hal-hal sebagai berikut:

1. Sistem demokrasi parlementer secara barat tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, oleh karena itu sistem ini harus diganti dengan sistem demokrasi terpimpin. 

2. Untuk pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin perlu dibentuk suatu kabinet gotong royong yang anggotanya terdiri dari semua partai dan organisasi berdasarkan pertimbangan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Konsepsi Presiden ini juga mengetengahkan perlunya pembentukan "kabinet kaki empat" yang mengandung arti bahwa keempat partai besar, yakni PNI, Masyumi, NU, dan PKI. 

3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan-golongan fungsional dalam masyarakat. Tugas utama Dewan Nasional ini adalah memberikan nasihat kepada kabinet baik diminta maupun tidak diminta.

Namun, Konsepsi Presiden tidak dapat mengatasi situasi demokrasi di Indonesia yang sedang mengalami ketidaksetabilan. Ditambah dengan meletusnya Pemberontakan PRRI/PERMESTA yang terjadi pada Februari 1958, yang mengakibatkan terhambatnya proses pembangunan dan demokrasi di Indonesia.

Dalam situasi demikian Presiden Soekarno segera membuat sebuah kebijakan dalam mengatasi situasi yang carut-marut yang melanda Indonesia, dalam waktu yang kritis tersebut ketika Konstituante tidak mampu menjalankan tugasnya, Presiden Soekarno menetapkan sebuah Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 yang berisikan sebagai berikut: 

1. Pembubaran Konstituante


Apa saja bentuk pelanggaran terhadap konstitusi yang dilakukan pemerintah pada masa demokrasi terpimpin?

Lihat Kebijakan Selengkapnya

KOMPAS.com - Dalam perjalanan negara Indonesia setelah kembali menggunakan UUD 1945, ternyata masih cukup banyak penyimpangan atau penyelewengan yang terjadi.

Dalam buku Hari-Hari yang Panjang Transisi Orde Lama ke Orde Baru (2008) karya Sulastomo, pemerintahan era Orde Lama dinilai tidak kondusif sebagai pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.

Banyak ketentuan-ketentuan yang tidak terkendali selama pemerintahan Presiden Sukarno. Setelah kembali ke UUD 1945, Presiden Sukarno menerapkan demokrasi terpimpin.

Menurut buku Islam dan Politik: Teori Belah Bambu, Masa Demokrasi Rerpimpin, 1959-1965 (1996) karangan Ahmad Syafii Maarif, Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan sesuai dengan UUD 1945.

Namun dalam pelaksanaan demokrasi terpimpin banyak kepntingan dan ambisi politik yang membuat konstitusi menjadi melenceng.

Baca juga: Konstitusi yang Pernah Ada di Indonesia

Penyimpangan

Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden Sukarno kemudian membuat beberapa gebrakan. Salah satunya produk hukum yang diberi nama penetapan presiden (penpres).

Penpres ini merupakan keputusan presiden yang oleh presiden sendiri secara sepihak memiliki kedudukan yang sama dengan Undang-Undang. Penpres tersebut dibuat presiden tanpa persetujuan DPR.

Berikut contoh penpres yang dikeluarkan Presiden Sukarno, yaitu:

  • Penpres No 2 tahun 1959 untuk membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
  • Penpres No 7 tahun 1959 untuk membubarkan beberapa partai politik.
  • Penpres No 1 tahun 1960 untuk menetapkan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
  • Penpres No 3 tahun 1960 untuk membubarkan DPR hasil pemilu 1955.
  • Penpres No 4 tahun 1960 untuk membentuk DPR-GR (Gotong Royong) sebagai pengganti DPR yang dibubarkan.

Dengan kondisi itu presiden sudah melakukan penyimpangan terlalu jauh terhadap UUD 1945 dan dianggap sudah bertentangan dengan semangat proklamasi kemerdekaan.

Baca juga: Hubungan Dasar Negara dan Konstitusi

kemdikbud.go.id Sidang MPRS tahun 1966Kinerja MPRS dan DPR-GR

Lembaga tertinggi saat itu adalah MPRS dan DPR-GR, yang ternyata juga melakukan beberapa penyimpangan. Hal ini terlihat dari beberapa keputusan yang diambil hanya untuk memperkuat kedudukan presiden.

Berikut contoh keputusan tersebut, sebagai berikut:

  • Tap. I/MPRS/1060, menetapkan Manipol sebagai GBHN
  • Tap. III/MPRS/1963, mengangkat Sukarno menjadi Presiden Sumur Hidup
  • MPRS melakukan dua kali sidang umum di luar Ibu Kota Jakarta, yaitu di Bandung

Selain itu, pembentukan MPRS, DPR-GR, dan DPAS dilakukan melalui penpres, di mana anggotanya ditunjuk langsung presiden. Hal ini menunjukkan kekuasaan satu tangan, yaitu presiden.

Keadaan semakin tumpang tindih, seharusnya presiden berada di bawah MPR, ini justru menundukkan MPR.

DPR yang seharusnya sejajar dengan presiden sebagai mitra, jutsru berada di bawah presiden dan sama dengan MPR.

Baca juga: UUD 1945, Konstitusi Pertama Indonesia

Jatuhnya Orde Lama

Orde Lama kemudian jatuh karena tuntutan rakyat. Penyimpangan yang terjadi di pemerintahan mengakibatkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial.

Hal tersebuit memancing emosi banyak kalangan dan menuntut Presiden Sukarno mundur dari kekuasaannya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

MUHAMMAD FARIZAN
XII MIPA 6

Penyimpangan Demokrasi Terpimpin terhadap UUD 1945: 1. Pembentukan MPRS:

Presiden Soekarno membentuk sendiri MPRS melalui Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959. Padahal, seharusnya MPRS dipilih melalui pemilihan umum (pemilu) yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

2. Pengangkatan presiden seumur hidup:
karena tidak ada aturan tentang jabatan presiden seumur hidup. Menurut pasal 7 UUD 1945 (sebelum diamandemen), presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya boleh dipilih kembali.

3. Konfrontasi dengan Malaysia:
Presiden Soekarno menganggap bahwa Federasi Malaysia merupakan proyek Neo Kolonialisme Imperialisme (Nekolim) Inggris yang sangat membahayakan revolusi Indonesia. Oleh sebab itu, Soekarno ingin Indonesia harus mencegah berdirinya Malaysia. Untuk mewujudkan cita-citanya, Presiden Soekarno mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta. Setelah dikeluarkannya Dwikora, dibentuklah suatu komando penyerangan yang diberi nama Komando Mandala Siaga (Kolaga) di bawah pimpinan Marsekal Madya Oemar Dhani.

4. Indonesia melaksanakan Politik Mercusuar: Politik mercusuar adalah politik yang mengagungkan kemegahan Indonesia di mata dunia luar, seperti: a) Pembangunan Stadion Senayan Jakarta.

b) Penyelenggaraan pesta olahraga negara-negara Nefo di Jakarta yang disebut Ganefo.

5. Indonesia membagi kekuatan politik dunia menjadi dua: a) Nefo (New Emerging Forces), yaitu negara-negara baru penentang imperialisme dan kapitalisme.

b) Oldefo (Old Established Forces), yaitu negara-negara Barat yang menganut imperialisme dan kapitalisme.

6. Lembaga-lembaga negara mempunya inti Nasionalisme Agama Komunis (Nasakom):
Gagasan Nasakom sudah dicetuskan Soekarno sebelum Indonesia merdeka. Pada tahun 1927, ia menulis rangkaian artikel berjudul “Nasionalisme, Islam, dan Marxisme” dalam Indonesia Moeda, sebuah publikasi terbitan “Klub Studi Umum”, klub yang didirikan Soekarno dan rekan-rekannya di Bandung. Ia mengusulkan campuran antara tiga unsur yakni; nasionalisme, agama, dan komunisme menjadi pemerintahan kooperatif yang disingkat ‘Nas-A-Kom’. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan tiga faksi utama dalam politik Indonesia ketika itu, yakni – tentara, kelompok-kelompok Islam, dan komunis. Dengan dukungan dari militer, pada bulan Februari 1956, ia menyatakan ‘Demokrasi Terpimpin’, dan mengusulkan kabinet yang akan mewakili semua partai politik penting (termasuk PKI).

7. Prosedur pembentukan DPAS:
DPAS dibentuk dengan berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959. Tugas DPAS adalah member jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah; DPAS dipimpin oleh presiden sebagai ketua; Sebelum memangku jabatan, Wakil Ketua dan anggota DPAS mengangkat sumpah/janji di hadapan presiden; DPAS dilantik pada pada tanggal 15 Agustus 1945. Pembentukan DPAS ini menyalahi prosedur karena dibentuk oleh presiden sendiri dan dikepalai oleh presiden.

8. Prosedur pembentukan MPRS: Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) adalah cikal bakal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), lembaga tertinggi negara Republik Indonesia. MPRS dibentuk berdasarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan oleh Presiden RI Soekarno. Tugas MPRS adalah mengesahkan GBHN. Dalam sidangnya MPRS sudah mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain, Penetapan manifesto politik sebagai GBHN, Pentapan garis garis besar pembangunan nasional berencana tahap 1 (1961-1969),

Menetapkan presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup.

9. Kedudukan MPR di bawah presiden:
Pada masa demokrasi terpimpin, MPR tunduk pada presiden. Presiden memiliki kekuasaan yang besar terhadap MPR, keputusan yang dibuat MPR merupakan keputusan dari presiden. Padahal menurut UUD 1945, MPR dan Presiden berkedudukan sejajar, memiliki tugas masing-masing dan saling koordinasi.

10. Prosedur pembentukan DPAS:
DPAS dibentuk dengan berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1959. Tugas DPAS adalah member jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah; DPAS dipimpin oleh presiden sebagai ketua; Sebelum memangku jabatan, Wakil Ketua dan anggota DPAS mengangkat sumpah/janji di hadapan presiden; DPAS dilantik pada pada tanggal 15 Agustus 1945. Pembentukan DPAS ini menyalahi prosedur karena dibentuk oleh presiden sendiri dan dikepalai oleh presiden.

11. Prosedur pembentukan DPRGR:
Pada tanggal 5 Maret 1960 DPR hasil Pemilu I tahun 1955 dibubarkan oleh Presiden Soekarno, karena menolak Rencana Anggaran Belanja Negara yang diajukan oleh pemerintah. Tidak lama kemudian Presiden berhasil menyusun daftar anggota DPR. DPR yang baru dibentuk tersebut dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Seluruh DPR-GR ditunjuk oleh Presiden mewakili golongan masing-masing. Anggota DPR-GR dilantik pada tanggal 25 Juni 1960. Dalam upacara pelantikan tersebut, Presiden Soekarno menyatakan bahwa tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manipol, merealisasikan amanat penderitaan rakyat, dan melaksanakan demokrasi terpimpin.