Apakah dalam Islam perempuan tidak boleh memakai celana?

Apakah dalam Islam perempuan tidak boleh memakai celana?

BincangSyariah.Com – Seperti telah kita ketahui bersama, aurat yang wajib ditutup bagi perempuan di dalam salat, adalah seluruh anggota tubuhnya, selain wajah dan kedua telapak tangan.

Sama halnya ketika di luar salat, perempuan wajib menutupi aurat tersebut. Hanya saja, ada sebagian mazhab ulama (mazhab Syafi’i dan Hambali) yang juga mewajibkan menutup wajah, dengan cadar misalnya, ketika keluar rumah atau berada di depan laki-laki yang bukan mahram. Hukum ini dimaksudkan supaya perempuan menjaga dirinya agar tidak mudah dilihat lawan jenis.

Apakah dalam Islam perempuan tidak boleh memakai celana?

Pendapat lain (mazhab Hanafi dan Maliki), perempuan tidak wajib menggunakan penutup wajah. Menurut pendapat ini, laki-laki yang harusnya menjaga pandangan.

Adapun yang dimaksud dengan penutup aurat adalah suatu benda yang dapat menutupi warna kulit. Kemudian muncullah sebuah pertanyaan, bolehkah perempuan menggunakan celana ketat yang menampakkan lekuk tubuh? Apakah dengan menggunakan celana dia tidak tergolong menyerupai lawan jenis?

Untuk menjawabnya, perlu kita ketahui bahwa di dalam aturan syariat tidak ada ketentuan khusus untuk jenis atau model pakaian yang boleh digunakan. syariat hanya membatasinya dengan beberapa prinsip. Celana sendiri bukanlah pakaian yang dilarang oleh Syariat. Dalam kitab Syu’ab al-Iman, Imam Baihaqi meriwayatkan hadis yang mengisahkan bahwa Rasulullah saw. pernah menjumpai perempuan yang mengenakan celana dan beliau pun tidak mengingkarinya. Berikut lafal hadisnya:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: بينما النبي صلى الله عليه وآله وسلم جالس على باب من أبواب المسجد، مرت امرأة على دابة، فلما حاذت بالنبي صلى الله عليه وآله وسلم عَثَرَتْ بها، فأعرض النبي صلى الله عليه وسلم، وَتَكَشَّفَتْ، فقيل: يا رسول الله، إن عليها سراويل، فقال: رحم الله المتسرولات

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: “Suatu saat Nabi Muhammad saw. duduk di salah satu pintu masjid, lewatlah seorang perempuan mengendarai hewan tunggangan. Tepat saat ia lurus di depan Nabi, hewan tunggangannya tersandung dan membuatnya jatuh. Nabi pun berpaling dan perempuan tadi tersingkap pakaiannya. Diucapkanlah pada Nabi: ‘Wahai Rasulullah, perempuan itu menggunakan celana (di balik pakaiannya).’ Rasulullah bersabda: ‘Semoga Allah merahmati  perempuan-perempuan  yang menggunakan celana.’”

Terlepas dari fakta bahwa perempuan di atas mengenakan celana hanya sebagai pakaian dalam, namun hadis ini setidaknya bisa dijadikan dalil atas legalitas memakai celana. Tidak benar jika ada pernyataan, menggunakan celana hukumnya adalah mutlak haram karena menyerupai lawan jenis (tasyabbuh bi ar-rijal). Memakai celana memang bisa jadi haram jika ada unsur tasyabbuh ini. Artinya, disyaratkan pakaian yang digunakan bukanlah pakaian yang menjadi ciri khas lawan jenis, karena ada larangan tegas dari Rasulullah saw. terkait hal ini.

Selain itu ada tambahan syarat lagi yang disampaikan para ulama. Simak keterangan Ibn Hajar Al-Haitami, dalam al-Minhaj al-Qawim di bawah ini:

وشرط الساتر في الصلاة وخارجها أن يشمل المستور لبسًا ونحوه مع ستر اللون، فيكفي ما يمنع إدراك لون البشرة ولو حكى الحجم كسروال ضيق لكنه للمرأة مكروه وخلاف الأولى للرجل

“Syarat penutup aurat, di dalam maupun di luar salat, baik berupa pakaian atau bukan, haruslah meliputi seluruh anggota tubuh yang hendak ditutupi serta harus menutupi warnanya. Artinya (menutup aurat) cukup dengan benda yang mencegah terlihatnya warna kulit, meskipun menampakkan lekuk tubuh, seperti celana yang ketat, namun hal ini hukumnya makruh bagi perempuan dan khilaful aula bagi laki-laki.”

Dari sini kita bisa memahami, bahwa yang terpenting dari penutup aurat ialah tertutupnya warna kulit dengan sempurna. Tidak boleh memakai pakaian yang menampakkan warna kulit (karena kain celana yang tipis/transparan) atau menampakkan sebagian kulit saja (karena desain celana yang bolong-bolong). Hal ini perlu ditekankan, karena celana yang tidak memenuhi syarat ini nyatanya marak digunakan masyarakat.

Sebagai penutup, hendaknya kaum perempuan berpikir jernih dalam memilih pakaian yang akan dikenakan. Sebab, meski mengenakan celana ketat (yang tidak menampakkan warna kulit) hukumnya hanya makruh, namun hukum ini bisa menjadi haram apabila ada dugaan kuat bahwa pakaian tersebut bisa menyebabkan lawan jenis tergoda. Marilah kita bijak dalam memilih pakaian yang hendak kita pakai. Sebisa mungkin kita harus menghindari timbulnya fitnah, sekecil apapun itu.

Dalam islam apakah perempuan boleh memakai celana?

Begitu juga dengan memakai celana, asalkan tidak menyalahi aturan menutup aurat yang sudah kami sebutkan di atas, seperti tidak tipis, tidak transparan, tidak ketat, tidak menampakkan lekuk tubuh, maka hukumnya boleh.

Bolehkah wanita memakai celana panjang menurut Islam?

Selain itu, Buya Yahya menyebutkan bahwa perempuan disunahkan memakai celana panjang sebagai dalaman ketika menggunakan rok atau gamis. Memakai celana panjang sebagai dalaman dianjurkan dengan tujuan agar jika rok atau gamis semisal tersingkat, maka masih ada yang menutupi auratnya.

Apakah wanita muslimah boleh memakai celana kulot?

Hukum memakai kulot boleh-boleh saja karena bahan kulot sendiri termasuk ke dalam jenis celana longgar dan menutupi hingga lutut, meskipun hal ini menyerupai pria. Karena, yang memakai celana panjang adalah pria. Artinya : “Lelaki itu tidak seperti wanita.” (QS. Ali Imran : 36).

Bolehkah perempuan sholat tidak pakai celana dalam?

Dari penjelasan tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan tentang hukum shalat tidak memakai celana dalam bagi wanita adalah boleh saja. Syaratnya adalah selama aurat wanita tertutup dengan sempurna menggunakan mukena.