Bagaimanakah syarat undang-undang memiliki landasan yuridis

Bagaimanakah syarat undang-undang memiliki landasan yuridis

Bagaimana Landasan Yuridis Kedaulatan Negara Republik Indonesia? Indonesia memiliki dasar yuridis yang mengambil peranan penting dalam kedaulatan negara. Landasan itu menjadi rujukan kehidupan bangsa Indonesia dalam bermacam bagian.

Berdasar info dari Naskah Akademik Mengenai Tata Cara Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 16 Tahun 2011 Mengenai Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan oleh Team Penyusun (2015), dasar yuridis sendiri sebagai referensi untuk pembentukan aturan perundang-undangan.

Landasan ini jadi dasar berfungsinya sebuah produk hukum. Lantas, Bagaimana Landasan Yuridis Kedaulatan Negara Republik Indonesia? Baca pembahasan berikut untuk ketahui jawabnya.

Bagaimana Landasan Yuridis Kedaulatan Negara Republik Indonesia?

Landasan yuridis kedaulatan negara Republik Indonesia ialah Pancasila. Mencuplik situs resmi BPIP, Pancasila sebagai filsafat negara sebagai sumber untuk semua perbuatan penyelenggaraan negara.

Dalam Jawaban Bagaimana Landasan Yuridis Kedaulatan Negara Republik Indonesia, Pancasila menjadi jiwa dari perundang-undangan yang berjalan untuk kehidupan berkebangsaan dan bernegara. Pancasila mempunyai posisi tinggi dalam penegakan hukum dan pengambilan keputusan dalam cakupan kedaulatan negara.

Bagaimanakah syarat undang-undang memiliki landasan yuridis

Pancasila terdiri dari 5 sila, yang mengeluarkan bunyi:

  • Ketuhanan yang Maha Esa.
  • Kemanusiaan yang Adil dan Bermoral.
  • Persatuan Indonesia.
  • Kerakyatan yang Dipegang dalam Hikmat Kebijakan dalam Pembicaraan Perwakilan.
  • Keadilan Sosial untuk Semua Rakyat Indonesia.

Adapun fungsi-fungsi Pancasila ialah seperti berikut:

  1. Sebagai penglihatan hidup.
  2. Sebagai jati diri bangsa.
  3. Sebagai ideologi negara Indonesia.

Mencuplik buku Pancasila yang dicatat oleh Dwi Sulisworo, Tri, dkk. (2012), secara yuridis Pancasila sebagai dasar filsafat negara ada dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang mengeluarkan bunyi:

“…..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,….”.

Baca juga :  Apa yang dimaksud dengan kegiatan ekonomi?

Pemahaman Landasan Yuridis

Mencuplik Dokumen Akademis Mengenai Tata Cara Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 16 Tahun 2011 Mengenai Retribusi Ijin Membangun Bangunan oleh Team Penyusun (2015), landasan yuridis ialah ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum untuk pembuatan peraturan, mari kita bahas landasan Yuridis sebagai jawaban Bagaimana Landasan Yuridis Kedaulatan Negara Republik Indonesia.

Landasan yuridis terdiri jadi dua tipe, salah satunya:

1. Landasan Yuridis Sisi Formal

Landasan yurids sisi formal sebagai dasar yang memberi wewenang untuk satu lembaga untuk membikin ketentuan tertentu, misalkan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menjadi landasan yuridis dari sisi formal untuk Presiden untuk membikin RUU.

2. Landasan Yuridis Sisi Materiil

Landasan yuridis dari sisi material ialah landasan yang berusaha mengatur beberapa hal tertentu. Misalnya Pasal 18 UUD 1945 jadi landasan yuridis dari sisi material untuk membikin UU organik mengenai pemda.

Bagaimana Landasan Yuridis Kedaulatan Negara Republik Indonesia?

Ada pendapat lain mengenai landasan Yuridis Kedaulatan Negara Republik Indonesia, yakni

1. Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4.

Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 mengeluarkan bunyi, “… Maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…”

2. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2).

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

3. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3).

Kedaulatan rakyat negara Indonesia dipertegas dengan kedaulatan hukum sebagaimana tertera dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang mengatakan, “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Baca juga :  Etika Bisnis: Santun Mencakup Dua Hal Yakni Perilaku dan Ucapan

4. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (1).

Dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tecantum, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Tersebut landasan yuridis atau landasan hukum kedaulatan rakyat.

Penerapan kedaulatan rakyat ditetapkan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Lantas Bagaimana Landasan Yuridis Kedaulatan Negara Republik Indonesia? Itu artinya UUD 1945 jadi penentu dalam penyerahan bagian kedaulatan berkaitan realisasinya ke satu tubuh atau instansi.

Kehadiran, kuasa, pekerjaan, dan peranan badan atau instansi itu ditetapkan oleh UUD.

Akan tetapi, hal itu masih tetap dalam pengawasan rakyat baik langsung atau tidak langsung atau lewat instansi yang diputuskan atau dibuat berdasar amanat dari rakyat.

Kata kunci terkait : bagaimana landasan yuridis kedaulatan negara republik indonesia, kedaulatan negara republik indonesia adalah, jelaskan bagaimana landasan yuridis kedaulatan negara republik indonesia, landasan yuridis, landasan yuridis pendidikan, landasan yuridis pancasila, landasan yuridis kedaulatan negara republik indonesia, landasan yuridis pendidikan pancasila, pengertian landasan yuridis

Indonesia Darurat Peraturan

Jamaludin Ghafur, SH., MH[1]

Indonesia sebagai negara hukum mewajibkan semua orang – tidak terkecuali – aparatur pemerintah untuk tidak sewenang-wenang, melainkan harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku. Dari sini, eksistensi peraturan menjadi sangat penting.

Namun demikian, arti penting kehadiran berbagai peraturan tersebut sedang dipersoalkan. Pasalnya, jumlah peraturan yang ada saat ini kurang lebih 60 ribu dianggap terlalu banyak sehingga membingungkan. Terlebih, beberapa isinya saling tumpang tindih bahkan tidak singkron dan saling bertentangan.

Efeknya, hukum yang seharusnya menjadi pelopor bagi perkembangan ekonomi justru menjadi faktor penghambat. Merespon hal ini, Presiden berencana akan membentuk tim reformasi regulasi dengan tugas utama merampungkan obesitas hukum yang sudah akut.

Banyaknya peraturan salah satunya disebabkan oleh anggapan bahwa tugas yang paling penting dari parlemen adalah membuat peraturan (fungsi legislatif). Padahal selain fungsi tersebut, masih ada fungsi lainnya yang juga tidak kalah penting yaitu budgeting dan pengawasan. Ketika fungsi legislatif dianggap sebagai yang paling penting maka tidak dapat dihindari bila salah satu ukuran keberhasilan kinerja dewan adalah seberapa banyak dia memproduk peraturan.

Civil Law Tradition dan Common Law Tradition

Selain itu, masifnya pembentukan peraturan juga dipengaruhi oleh sistem hukum yang dianut oleh sebuah negara. Secara tradisional, terdapat dua kelompok tradisi hukum yang utama di dunia, yaitu tradisi hukum kontinental (Civil Law Tradition), dan tradisi hukum anglo-saksis (Common Law Tradition).

Perbedaan keduanya antara lain didasarkan pada peranan hukum perundang-undangan dan yurisprudensi (putusan badan peradilan). Negara-negara yang tergolong ke dalam hukum kontinental menempatkan hukum (peraturan) perundang-undangan sebagai sendi utama sistem hukumnya. Sedangkan negara-negara yang menganut tradisi hukum anglo-saksis menjadikan yurisprudensi sebagai sendi utama sistem hukumnya.

Indonesia sebagai negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental (civil law system), eksistensi peraturan perundang-undangan sangatlah penting, karena bila dikaitkan dengan asas legalitas yang berarti setiap tindakan pemerintah harus memiliki dasar pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maka, tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan, segala macam aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya.

Landasan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Sekalipun pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan konsekwensi dari sistem hukum kontinental yang dianut oleh Indonesia, namun bukan berarti proses pembentukannya dapat dilakukan secara serampangan. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah mengatur bahwa agar peraturan yang dibuat berkualitas maka harus memenuhi tiga landasan: (1) landasan filosofis (filosofische grondslag) yaitu pertimbangan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, (2) landasan sosiologis (sociologische grondslag) yaitu pertimbangan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek, dan (3) landasan yuridis (yuridische grondslag) yaitu pertimbangan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Berdasarkan hal di atas, akar masalah peraturan perundang-undangan di Indonesia bersumber pada tiga hal: Pertama, secara umum pembentukan peraturan perundang-undangan lebih banyak berlandaskan pada aspek filosofis-yuridis dan sangat minim pada kajian sosiologisnya. Padahal tepat tidaknya rumusan peraturan sangat ditentukan oleh kebutuhan masyarakat. Sehingga, kurangnya kajian sosiologis ini menyebabkan beberapa peraturan tidak menjawab persoalan hukum yang dihadapi rakyat. Bahkan dalam konteks tertentu, kehadiran hukum justru menimbulkan problem baru di tengah-tengah masyarakat.

Kedua, kalaupun kajian sosiologisnya sudah cukup memadai, dalam banyak hal dikalahkan oleh kepentingan politik pejabat legislatif dan eksekutif. Sehingga substansi peraturan tidak lagi aspiratif.

Ketiga, tidak singkronnya beberapa peraturan yang ada disebabkan oleh ego sektoral antar instansi pemerintah. Masing-masing instansi membuat peraturan sesuai keinginannya yang tidak jarang bertentangan dengan keinginan instansi lainnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah harus banyak terjun ke masyarakat dan melihat secara langsung masalah-masalah yang dihadapi masyarakat sehingga substansi peraturan akan kaya secara sosiologis. Selain itu, tenaga ahli di bidang perundangan-undangan harus diperkuat dengan merekrut orang-orang yang berkompeten.

Pada akhirnya, banyaknya jumlah peraturan yang ada sebenarnya tidak jadi soal sepanjang keberadaannya mampu menopang tegaknya Indonesia sebagai negara hukum yang bermartabat dan tentu saja mendukung terhadap tercapainya tujuan bernegara yaitu mensejahterakan rakyatnya. Peraturan akan menjadi masalah jika peningkatan kuantitas tidak diimbangi oleh kwalitas yang baik.

[1] Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti pada Pusat Studi Hukum dan Konstitusi FH UII. Kandidat Doktor FH UI Jakarta.