Hukum laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab

Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu contract of law, sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah overeenscom strecht. Dalam menunjang suatu kegiatan bisnis agar tercapainya keamanan dimana tidak hanya mengandalkan saling percaya dibutuhkan suatu perjanjian mengikat yang dikenal dengan istilah kontrak. Kontrak dalam dunia bisnis merupakan salah satu aspek penting yang banyakdipergunakan orang dan hampir semua kegiatan bisnis diawali dengan adanya perjanjian kontrak.

Kontrak mencakup banyak hal dimana dalam pembuatannya terdapat asas-asas kontrak, syarat sah kontrak yang harus dipenuhi,dan dengan kontrak pula pihak-pihak yang terkait mendapatkan suatu kejelasan hukum apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.Hukum kontrak kita masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek Bab III tentang perikatan.

Dari permasalahan diatas, penulis berusaha agar pihak yang terkait dalam suatu kontrak mendapat kejelasan hukum, maka perlu dikaji pembahasan lebih serius mengenai hukum kontrak, baik itu secara definisi, asa-asas yang terkandung didalamnya, syarat sahnya, serta contoh analisis kasus dari suatu perjanjian bisnis sesuai perspektif hukum kontrak dan hukum perdata.

b.      Rumusan Masalah

1.      Bagaimana definisi hukum kontrak atau perjanjian di dalam perspektif hukum perdata ?

2.      Bagaimana syarat sahnya perjanjian atau kontrak beserta asas-asas perjanjian ?

3.      Bagaimana contoh kasus perjanjian bisnis yang sesuai dengan anatomi kontrak ?

4.      Bagaimana analisis dari kasus perjanjian bisnis dalam perspektif hukum kontrak dan hukum perdata ?

5.      Bagaimana kesimpulan dari analisis kasus perjanjian bisnis dan kesan pesan hukum kontrak yang penulis baca ?



c.       Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang ada, dapat disimpulkan tujuan penulis membuat makalah  sebagai berikut :

1.      Untuk mengetahui definisi hukum kontrak atau perjanjian dalam perspektif hukum perdata.

2.      Untuk mengetahui syarat sahnya perjanjian atau kontrak beserta asas-asas perjanjian.

3.      Untuk mengetahui contoh kasus perjanjian bisnis yang sesuai dengan anatomi kontrak.

4.      Untuk mengetahui analisis dari sebuah kasus perjanjian bisnis dalam perspektif hukum kontrak atau hukum perdata.

5.      Untuk mengetahui kesimpulan dari sebuah kasus perjanjian bisnis dan kesan pesan hukum kontrak yang penulis baca.


B.     Pembahasan

a.      Definisi Hukum Kontrak atau Perjanjian Dalam Perspektif Hukum Perdata

Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan. Bahkan sebagian ahli hukum menempatkan sebagai bagian dari hukum perjanjian karena kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis.  Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Biasanya kalo seorang berjanji kepada orang lain, kontrak tersebut merupakan kontrak yang biasa diistilahkan dengan kontrak sepihak dimana hanya seorang yang wajib menyerahkan sesuatu kepada orang lain, sedangkan orang yang menerima penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai balasan (kontra prestasi) atau sesuatu yang diterimanya. Sementara itu, apabila dua orang saling berjanji, ini berarti masing-masing pihak menjanjikan untuk memberikan sesuatu/ berbuat sesuatu kepada pihak lainnya yang berarti pula bahwa masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang dijanjikan oleh pihak lain. Hal ini berarti masing-masing pihak dibebani kewajiban dan diberi hak sebagaimana yang dijanjikan.

Kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini berbeda dengan perikatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat diamati karena perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya kontrak tersebut yang menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang dijanjikan.[1]

b. Syarat Sahnya Perjanjian atau Kontrak Beserta Asas-Asas Perjanjian

            Secara umum kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan para pihak mengenai hal yang pokok atau unsur esensial dari kontrak tersebut. Sebagai contoh, apabila dalam kontrak jual beli telah tercapai kesepakatan tentang barang dan harga, lahirlah kontrak, sedangkan hal-hal yang tidak diperjanjikan oleh para pihak akan diatur oleh undang-undang.

1.      Syarat Sahnya Perjanjian atau Kontrak

            Walupun dikatakan bahwa kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, namun masih ada hal lain yang harus diperhatikan, yaitu syarat sahnya kontrak sebagimana diatur dalam pasal 1320 BW, yaitu:

a.       Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

b.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

c.       Suatu hal tertentu.

d.      Suatu sebab yang halal.

            Keempat syarat tersebut biasa juga disingkat dengan sepakat, cakap, hal tertentu, dan sebab yang halal. Keempat syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 BW tersebut diatas akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :

1.      Kesepakatan

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.

Cara-cara untuk terjadinya penanwaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan.

Beberapa contoh yang dapat dikemukakan, Sebagai cara terjadinya kesepakatan / terjadinya penawaran dan penerimaan adalah:

a. dengan cara tertulis;

b. dengan cara lisan;

c. dengan simbol-simbol tertentu; bahkan

 d. dengan berdiam diri.          

Berdasarkan berbagai cara terjadinya kesepakatan tersebut diatas. secara garis besar terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan tidak tertulis, yang, mana kesepakatan yang terjadi secara tidak tertulis tersebut dapat berupa kesepakatan lisan, simbol-simbol tertentu, atau diam-diam, Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik.

Akta di bawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat akta seperti notaris, PPAT, atau pejabat lain yang diberi wewenang untuk itu. Berbeda dari akta di bawah tangan yang tidak melibatkan pihak berwenang dalam pembuatan akta, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang.

Berdasarkan pengertian akta autentik di atas dapat diketahui bahwa akta autentik ada dua macam, yaitu akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, dan akta yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta autentik adalah karena jika pihak lawan mengingkari akte tersebut, akta di bawah tangan selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta autentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya. Artinya, jika suatu akta di bawah tangan disangkali oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan (diuntungkan oleh akta di bawah tangan tersebut) dibebani untuk membuktikan keaslian akta tersebut, sedangkan kalau suatu akta autentik disangkali, pemegang akta autentik (yang diuntungkan oleh akta autentik tersebut) tidak perlu membuktikan keaslian akta autentik tersebut tetapi pihak yang menyangkalilah yang harus membuktikan bahwa akta autentik tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di bawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta autentik adalah pembuktian kepalsuan.

Di samping lahirnya kontrak dengan cara-cara tersebut di atas, dapat pula terjadi suatu kontrak dengan perantaraan elektronik yang walaupun penawaran dan penerimaan atau kesepakatan terjadi secara tertulis (dapat dibaca), namun kedudukannya berbeda dari kontrak tertulis sebagaimana disebutkan di atas karena tulisan tersebut tujuannya tidak dibuat untuk pembuktian di kemudian hari, tetapi hanya merupakan sarana untuk menyampaikan isi penawaran dan penerimaan antara para pihak.

Kesepakatan secara lisan merupakan bentuk kesepakatan yang banyak terjadi dalam masyarakat, namun kesepakatan secara lisan mi kadang tidak disadari sebagai suatu perjanjian padahal sebenarnya sudah terjadi perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak lainnya, misalnya seorang membeli keperluan sehari-hari di toko maka tidak perlu ada perjanjian tertulis, tetapi cukup dilakukan secara lisan antara para pihak.

Kesepakatan yang terjadi dengan menggunakan simbolsimbol tertentu sering terjadi pada penjual yang hanya menjual satu macam jualan pokok, misalnya penjual soto, pembeli hanya mengacungkan jari telunjuknya saja. Maka, penjual soto ! akan mengantarkan satu mangkok soto.

Cara terjadinya kesepakatan dengan simbol-simbol tertentu ini mungkin juga banyak terjadi pada perjanjian-perjanjian yang terlarang, misalnya jual beli narkoba dan hal-hal terlarang lainnya.

Kesepakatan dapat pula terjadi dengan hanya berdiam diri, misalnya dalam hal perjanjian pengangkutan. Jika kita mengeltahui jurusan mobilmobil penumpang umum, kita biasanya tanpa bertanya mau ke mana tujuan mobil tersebut dan berapa biayanya, tetapi kita hanya langsung naik dan bila sampai di tujuan kita pun turun dan membayar biaya sebagaimana biasanya sehingga kita tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun kepada sopir mobil tersebut, namun pada dasarnya sudah terjadi perjanjian pengangkutan.

Berdasarkan syarat sahnya perjanjian tersebut di atas, khususnya syarat kesepakatan yang merupakan penentu terjadinya atau lahirnya perjanjian, berarti bahwa tidak adanya kesepakatan para pihak, tidak terjadi kontrak. Akan tetapi, walaupun terjadi kesepakatan para pihak yang melahirkan perjanjian, terdapat kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah dicapai tersebut mengalami kecacatan atau yang biasa disebut cacat kehendak atau cacat kesepakatan sehingga memungkinkan perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan oleh perjanjian tersebut.

Cacat kehendak atau cacat kesepakatan dapat terjadi karena terjadinya hal-hal di antaranya: kekhilafan atau kesesatan, paksaan, penipuan, dan penyalahgunaan keadaan.

Tiga cacat kehendak yang pertama diatur dalam BW sedangkan cacat kehendak yang terakhir tidak diatur dalam BW, namun lahir kemudian dalam perkembangan hukum kontrak. Ketiga cacat kehendak yang diatur dalam BW dapat dilihat dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449 BW yang masing-masing menentukan sebagai berikut.

Pasal 1321 BW:

Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.

Pasal 1449 BW:

Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk membatall kannya.

Secara sederhana keempat hal yang menyebabkan terjadinya cacat pada kesepakatan tersebut secara sederhana dapa dijelaskan sebagai berikut.

·        Kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru.

·        Paksaan terjadi jika salah satu pihak memberikan kesepakatannya karena ditekan (dipaksa secara psikologis), jadi yang dimaksud dengan paksaan bukan paksaan fisik karena jika yang terjadi adalah paksaan fisik pada dasarnya tidak ada kesepakatan.

·        Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif memengaruhi pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu.

·        Penyalahgunaan keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat (posisi tawarnya) dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan keadaan sehingga pihak lemah menyepakati hal-hal yang memberatkan baginya. Penyalahgunaan keadaan ini disebut juga cacat kehendak yang keempat karena tidak diatur dalam BW, sedangkan tiga lainnya, yaitu penipuan, kekhilafan, dan paksaan diatur dalam BW.

2.       Kecakapan

Untuk mengadakan kontrak, para pihak harus cakap, nami-m dapat saja terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang mengadakan kontrak adalah tidak cakap menurut hukum. Seorang oleh hukum dianggap tidak cakap untuk melakukan kontrak jika orang tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika 1a telah kawin sebelum cukup 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang berumur 21 tahun ke atas, oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena suatu hal dia ditaruh di bawah pengapuan, seperti gelap mata, dungu, sakit ingatan, atau pemboros.

Dengan demikian, dapat disimpulkan seseorang dianggap tidak cakap apabila:

a. belum berusia 21 tahun dan belum menikah;

b. berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu atau boros.

Sementara itu,_dalam Pasal 1330 BW, ditentukan bahwa tidak…-cakapwuntuk membuat perjanjian adalah:

a. orang-orang yang belum dewasa;

b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

c. orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang; dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Khusus huruf c di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan dalam undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan dan laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk orangorang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu sebenarnya tidak tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak berwenang membuat Perjanjian tertentu .


3.      Hal Tertentu

Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.

Berbeda dari hal di atas, dalam BW dan pada umumny sarjana hukum berpendapat bahwa prestasi itu dapat berupa:

a. menyerahkan/memberikan sesuatu;

b. berbuat sesuatu; dan

c. tidak berbuat sesuatu.

Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak.

Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji untuk tidak saling membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga.”

4.      Sebab yang Halal

Istilah kata halal bukanlah lawan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebnt tidak bertentangan dengan peraturan perunnang-undangan. [2]

2.      Asas-Asas Hukum Kontrak

Dalam Hukum Kontrak dikenal banyak asas, di antaranya adalah sebagai berikut :

1 . Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini _tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.

Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak formal dan kontrak riel tidak berlaku.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) BW bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada Pasal 1320 BW yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian.

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, di antaranya:

a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak.

b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian.

c.  Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian.

d. Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan

e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat Buku III BW yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat menyimpanginya (mengesampingkannya), keeuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.

3. Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

4. Asas lktikad Baik

Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Sementara itu, Arrest H.R. di Negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap iktikad baik dalam tahap praperj anjian bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas iktikad baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu pentingnya iktikad baik tersebut sehingga dalam perundingan-perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh iktikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan iktikad baik.

Dijerman, Mahkamah Agung mempertimbangkan bahwa apabila ditetapkan syarat-syarat umum mengenai perjanjian, kebebasan berkontrak dianggap ada sejauh kebebasan ini mengenai isi perjanjian menurut ukurannya sendiri, yaitu berdasarkan iktikad baik dengan kewajiban untuk memperhatikan kepentingan-kepentingan pihak lawan dalam perjanjian pada awal penyusunan syarat-syarat perjanjian itu. Apabila satu pihak hanya mengajukan kepentingan-kepentingan sendiri, ia menyalahgunakan kebebasan dalam membuat perjanjian.

Kedua keputusan tersebut menunjukkan bahwa iktikad baik menguasai para pihak pada periode praperjanjian, yaitu dengan memerhatikan kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Putusan Pengadilan Inggris yang menyatakan bahwa apabila orang memiliki pengetahuan khusus (ahli) memberikan keterangan kepada pihak lain dengan maksud memengaruhi pihak lain supaya menutup perjanjian dengannya, dia wajib untuk berhati-hati bahwa keterangan-keterangannya adalah benar dan dapat'dipercaya,3 juga terkait dengan iktikad baik.

Asas sikap berhati-hati tersebut merupakan perkembangan asas iktikad baik. Berdasarkan asas sikap hati-hati dalam perjanjian tersebut dapat disimpulkan adanya beberapa kewajiban seperti kewajiban meneliti, kewajiban untuk memberi keterangan, kewajiban untuk membatasi kerugian, kewajiban untuk membantu perubahan-perubahan dalam pelaksanaan perjanjian, kewajiban untuk menjauhkan diri dari persaingan, kewajiban untuk memelihara mesin-mesin yang dipakai, dan sebagainya. Rumusan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan hubungannya dengan kewajiban berhati-hati di luar perjanjian serta untuk mencegah kesalahpahaman tentang pengertian iktikad baik. Walaupun iktikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum iktikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.[3]

c. Contoh Kasus Perjanjian Bisnis Yang Sesuai Dengan Anatomi Kontrak

“PERJANJIAN KONTRAK SEWA RUKO TAHUNAN”

Perjanjian kontrak sewa ruko tahunan yang dilakukan oleh CV.Indri Group sebagai pemilik ruko dengan PT.Bumi Sejahtera yang dilakukan pada hari senin tanggal 22 bulan mei tahun 2018 di kantor utama CV.Indri Group.

Kami yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Aliando Syarief

Alamat : jl.Gatot subroto no.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta Timur

Bertindak selaku dan atas nama CV.Indri Group, berkedudukan di kompleks citraland jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. Selanjutnya disebut pihak 1

Nama   : Jefri Nichol

Alamat : Jl.Rancamaya no.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor

Bertindak selaku dan atas Nama PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda no 12 Babakan, Bogor tengah.

Di dalam perjanjian kontrak yang dilakukan oleh CV. Indri Group dengan PT.Bumi Sejahtera terdapat premise yang biasa di pergunakan sebagai pendahuluan suatu akta yang menunjukkan pada maksud utama dan sekaligus menyatakan mengapa akta itu dibuat .

Kedua belah pihak dengan ini menyatakan bahwa Pihak I selaku pemilik sah Ruko telah setuju untuk menyewakan kepada Pihak II berupa :

            Sebuah bangunan ruko di jalan sutomo nomor 122, seluas 24m2, yaitu bangunan yang berukuran 4 x 6 m2 yang didirikan diatas sebagian tanah hak milik nomor : 1342/Borongan seluas 500 m2, atas nama Aliando Syarief, Gambar situasi nomor 202 tanggal 07-03-2010 (tujuh maret dua ribu sepuluh) yang dikeluarkan kantor petahanan Pulogadung Jakarta pusat.

            Kedua belah Pihak bersepakat bahwa perjanjian sewa-menyewa Kendaraan antara Pihak I dan Pihak II ini berlaku sejak tanggal penandatanganan surat perjanjian ini dimana masyarakat serta ketentuan-ketentuan dalam surat perjanjian diatur dalam 10 pasal sebagai berikut :

PASAL 1

JENIS SEWA

Jenis sewa atas Ruko adalah sewa tahunan. Dimana Pihak I menyediakan Bangunan Ruko untuk membantu kebutuhan bisnis perdagangan Pihak II .

PASAL 2

MASA BERLAKU PERJANJIAN SEWA

Ayat 1

Sewa-menyewa ini dilangsungkan dan diterima untuk jangka waktu 1 (satu) tahun atau tiga ratus lima puluh enam (356) hari kerja (senin-minggu), terhitung sejak tanggal dua puluh dua-mei-dua ribu delapan belas (22-05-2018) dan berakhir pada tanggal dua puluh satu-mei-dua ribu Sembilan belas (21-05-2019).

Ayat 2

Setelah jangka waktu tersebut, maka sewa-menyewa ini dapat diperpanjang untuk jangka waktu dan dengan syarat-syarat serta ketentuan-ketentuan dalam surat perjanjian tersendiri.

PASAL 3

HARGA SEWA & PEMBAYARAN

Ayat 1

Harga sewa atas Bangunan Ruko pertahunnya sebesar Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah). Pembayaran dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan kerja sejak penandatanganan perjanjian ini .

Ayat 2

Pembayaran dari Pihak II dapat dilakukan melalui transfer antar bank ke rekening Pihak I.

Nama bank      : BRI

No.rek                         : 1269.01.000.784.500

Pemilik             : Aliando Syarief

PASAL 4

HAK DAN TANGGUNG JAWAB

Ayat 1

Pihak II berhak sepenuhnya untuk menggunakan Ruko yang disewanya dengan perjanjian ini .

Ayat 2

Pihak I memiliki tanggung jawab untuk : mengadakan fasilitas dalam bangunan ruko yang terdiri dari daya listrik (PLN) dengan daya 2200 watt, air bersih dari (PDAM) dan telepon dengan jaringan kabel dengan nomor 222333.

Ayat 3

Pihak II memiliki tanggung jawab untuk : penyewa diwajibkan memelihara dan merawat apa yang disewanya tersebut dengan sewajarnya dan atas biaya nya sendiri, termasuk mengecat dinding yang menurut pertimbangan penyewa perlu dilakukan.

Ayat 4

Segala pembetulan kecil yang mungkin akan dilakukan seperti memperbaiki atap bocor, mengganti kaca jendela/pintu yang pecah, kunci-kunci dan engsel yang rusak harus dilakukan Pihak II atas biaya sendiri.




Ayat 5

Mengingat Ruko telah memiliki hak guna pakai oleh Pihak II sebagai penyewa, karenanya Pihak II ikut bertanggung jawab untuk merawat dan menjaga kebutuhan serta kebaikan kondisi Bangunan Ruko tersebut selama waktu pemakaian.

PASAL 5

KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS

Ayat 1

Sebelum jangka waktu sewa-menyewa seperti yang tertulis pada pasal 1 ayat 1 surat kontrak ataupun menyerahkan kembali Ruko tersebut kepada Pihak I kecuali, terdapat kesepakatan diantara kedua belah pihak.

Ayat 2

Pihak I untuk persewaan ini tidak diperbolehkan untuk memungut uang sewa tambahan lagi dari Pihak II dengan alasan atau dalih apapun  juga.

Ayat 3

Status kepemilikan Ruko tersebut diatas sepenuhnya ada di tangan Pihak I dan Pihak II hanya memiliki hak guna pakai.

PASAL 6

KERUSAKAN

Ayat 1

Apabila terjadi kerusakan pada Bangunan Ruko, Pihak I diharuskan memperbaiki atau mengeluarkan ongkos biaya atas kerusakan tersebut.

Ayat 2

Pihak II dibebaskan dari segala ganti rugi atau tuntutan dari Pihak I akibat kerusakan pada Bangunan Ruko yang diakibatkan oleh force majeure.

yang dimaksud dengan force majeure  adalah :

1.      Bencana alam, seperti : banjir, gempa bumi, tanah longsor, petir, angin topan, serta kebakaran yang disebabkan oleh faktir extrern yang mengganggu kelangsungan perjanjian ini.

2.      Hura-hura , kerusuhan, pemberontakan, dan perang .




PASAL 7

PEMBATALAN

Ayat 1

Apabila Pihak II melakukan pelanggaran atau tidak menaati perjanjian ini maka Pihak I berhak untuk minta perjanjian dibatalkan.

Ayat 2

Pihak I diharuskan memberitahukan pembatalan tersebut secara tertulis kepada Pihak II dan Pihak II diwajibkan menyerahkan kembali ruko yang disewanya selambat-lambatnya 3 (tiga) hari stelah perjanjian ini dibatalkan .

Ayat 3

Pihak I berhak meminta bantuan pihak berwajib untuk menarik kembali ruko tersebut dan segala biaya pengambilan ruko tersebut sepenuhnya menjadi beban dan tanggung jawab Pihak I.

Ayat 4

Pihak I membebaskan Pihak II dari tuntutan kerugian dari pihak I atas pembatalan perjanjian ini.

PASAL 8

PENYELESAIAN DAN PERSELISIHAN

Apabila terjadi perselisihan, maka alan diselesaikan secara kekeluargaan atau musyawarah untuk mufakat .

PASAL 9

LAIN-LAIN

Hal-hal yang belum tercantum dalam perjanjian ini akan diselesaikan secara kekeluargaan atau mufakat oleh kedua belah pihak .

PASAL 10

PENUTUP

surat perjanjian ini dibuat rangkap 2 (dua) dengan dibubuhi materai secukupnya yang berkekuatan hukum yang sama yang masing-masing dipegang Pihak I dan Pihak II dan mulai berlaku sejak ditanda tangani kedua belah pihak . [4]

jakarta, 4 april 2018



Pihak I                                                                                     Pihak II


Aliando Syarief                                                                                     Jefri Nichol


d. Analisis Dari Sebuah Kasus Perjanjian Bisnis Dalam Perspektif Hukum Kontrak atau Hukum Perdata

            Menurut kitab undang-undang hukum perdata buku ketiga tentang perikatan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat (pasal 1320 KUHP)  :

1.      sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2.      kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3.      suatu hal tertentu dan

4.      suatu sebab yang halal

            Dari keterangan tersebut diatas, maka saya akan mencoba mengkaji lebih jauh mengenai sewa-menyewa kendaraan yang tertulis diatas .

1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

            Sepakat dalam hal ini adalah persetujuan antara pihak-pihak untuk melakukan perjanjian. Kesepakatan tidak salah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan (1321 KUH Perdata) .

            Dalam contoh kasus diatas telah terjadi kesepakatan antara para pihaknya yaitu  Aliando Syarief, yang bertempat tinggal di jl.Gatot Subrotono.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta Timur . dalam hal ini Bertindak selaku dan atas nama CV.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland, Jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. yang selanjutnya akan disebut sebagai pihak pertama dengan Jefri Nichol yang bertempat tingga di Jl.Rancamaya No.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor, dalam hal ini Bertindak selaku dan atas Nama PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah, yang selanjutnya akan disebut juga sebagai pihak kedua dengan berbagai persyaratan yang mereka setujui bersama. 

            Syarat kesepakatan ini, bersama-sama dengan syarat kewenangan berbuat, merupakan syarat obyektif dari kontrak . jika tidak dipenuhinya kesepakatan kehendak dan syarat kewenangan berbuat maka akan mengakibatkan kontrak sewa-menyewa ini “dapat dibatalkan” . kesepkatan sewa-menyewa kendaraan dimulai dari adanya unsur penawaran dari pihak Aliando Syarief sebagai Pihak Pertama dan diikuti oleh penerima penawaran dari pihak Jefri Nichol sebagai Pihak kedua . tidak ada unsur paksaan, penipuan dan kesilapan untuk mencapai kesepakatan sewa-menyewa kendaraan tersebut. 

2.      Kecakapan berbuat dari para pihak (untuk membuat suatu perikatan)

            Menurut ketentuan yang berlaku bahwa semua orang cakap (berwenang) membuat kontrak kecuali mereka yang tergolong sebagai berikut :

a.       Orang yang belum dewasa (belum berumur 21 tahun atau belum kawin) .

b.      Orang yang ditempatkan dibawah pengampuan

-         Orang yang di ingu

-         Orang gila

-         Orang yang gelap mata

-         Orang boros

c.       Wanita bersuami (agar jangan sampai ada dua nahkoda dalam satu perahu, karena dalam suatu perkawinan pihak suamilah yang dianggap sebagai nahkodanya (kepala rumah tangga) .

d.      Orang yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu. (pasal 1330 KUH Perdata).

            Dari ketentuan diatas, maka dapat dipastikan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu kecakapan berbuat dari para pihak yang melakukan sewa-menyewa Ruko telah dipenuhi. Dapat dibuktikan dari identitas dari para pihak yang tertera dalam surat perjanjian sewa-menyewa diatas yaitu .

. Aliando Syarief, yang bertempat tinggal di jl.Gatot Subrotono.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta Timur . dalam hal ini Bertindak selaku dan atas nama CV.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland, Jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. yang selanjutnya akan disebut sebagai pihak pertama .

. Jefri Nichol yang bertempat tingga di Jl.Rancamaya No.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor, dalam hal ini Bertindak selaku dan atas Nama PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah, yang selanjutnya akan disebut juga sebagai pihak kedua dengan berbagai persyaratan yang mereka setujui bersama. 

Semua pihak telah dewasa tidak dibawah pengampuan, laki-laki bukan perempuan serta tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu .

3.      Suatu hal tertentu

            Perihal tertentu adalah perihal yang merupakan obyek dari suatu kontrak. Jadi dalam perjanjian sewa-menyewa ruko yang dilakukan oleh Aliando Syarief dengan Jefri Nichol adalah sebuah Ruko oleh Cv.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland, Jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. Dengan PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah .

4. Suatu sebab yang halal

            Sebab yang halal adalah sebab mengapa kontrak itu dibuat (harus halal) dari contoh surat sewa-menyewa diatas, sebab dilakukan perjanjian sewa-menyewa ruko antara lain:

-         Agar ruko itu dapat dijaga apabila ruko tersebut disewakan serta mendapatkan upah sewa dari ruko yang disewakan kepada penyewa (Aliando Syarief)

-         Agar pihak penyewa (Jefri Nichol) dapat menggunakan ruko untuk digunakan sebagai keperluan bisnis perdagangan atas PT.Bumi Sejahtera. .

Menurut unsur esensial, naturalia, dan aksidential

1.      Unsur esensial

Unsur esensial yang terdapat pada sewa menyewa ruko antara lain:

- Adanya pihak pertama yaitu Aliando Syarief, yang bertempat tinggal di jl.Gatot Subrotono.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta Timur . dalam hal ini Bertindak selaku dan atas nama CV.Indri Group sebagai pemilik ruko sewaan.

- Adanya pihak kedua yaitu Jefri Nichol yang bertempat tingga di Jl.Rancamaya No.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor, dalam hal ini Bertindak selaku dan atas Nama PT.Bumi Sejahtera, sebagai penyewa. Adanya obyek perjanjian yaitu Sebuah bangunan ruko di jalan sutomo nomor 122, seluas 24m2, yaitu bangunan yang berukuran 4 x 6 m2 yang didirikan diatas sebagian tanah hak milik nomor : 1342/Borongan seluas 500 m2, atas nama Aliando Syarief, Gambar situasi nomor 202 tanggal 07-03-2010 (tujuh maret dua ribu sepuluh) yang dikeluarkan kantor petahanan Pulogadung Jakarta pusat.

Adanya harga dari obyek perjanjian sewa menyewa ruko Rp. Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah) pertahunnya .

-         Adanya kesepakatan anatara pihak-pihak sehingga perjanjian sewa-menyewa kendaraan tersebut dapat terjadi .

2.      Unsur naturalia

-         Menjamin tidak ada cacat benda yang disewa

Waktu perjanjian sewa menyewa dan ditanda tangani perjanjian pada tanggal dua-puluh-dua-mei-dua ribu delapan belas

3.      Unsur accidentalia

Identitas para pihak :

Pihak pertama :

Nama     : Aliando Syarief

Alamat : jl.Gatot Subrotono.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta Timur . dalam hal ini Bertindak selaku dan atas nama CV.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland, Jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat.

Pihak kedua :

Nama       : Jefri Nichol

Alamat : Jl.Rancamaya No.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor, dalam hal ini Bertindak selaku dan atas Nama PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah.[5]

e. Kesimpulan Dari Sebuah Kasus Perjanjian Bisnis dan Kesan Pesan Hukum Kontrak Yang Penulis Baca

            Dari contoh kasus perjanjian diatas, dapat disimpulkan, bahwa Menurut kitab undang-undang hukum perdata buku ketiga tentang perikatan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat (pasal 1320 KUHP)  :

1.      sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2.      kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3.      suatu hal tertentu dan

4.      suatu sebab yang halal

            Dalam contoh kasus diatas terbukti bahwa telah terjadi kesepakatan antara para pihaknya yaitu  Aliando Syarief, yang bertempat tinggal di jl.Gatot Subrotono.22 D Rt.03 Rw.01 Pulogadung Jakarta Timur . dalam hal ini Bertindak selaku dan atas nama CV.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland, Jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. yang selanjutnya akan disebut sebagai pihak pertama dengan Jefri Nichol yang bertempat tingga di Jl.Rancamaya No.47 Warung nangka, Ciawi, Bogor, dalam hal ini Bertindak selaku dan atas Nama PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah, yang selanjutnya akan disebut juga sebagai pihak kedua dengan berbagai persyaratan yang mereka setujui bersama.

            Selain itu, Semua pihak telah dewasa tidak dibawah pengampuan, laki-laki bukan perempuan serta tidak dilarang oleh undang-undang untuk melakukan perbuatan tertentu. Dan telah memenuhi aturan dalam kecakapan hukum.

            Perihal tertentu adalah perihal yang merupakan obyek dari suatu kontrak. Jadi dalam perjanjian sewa-menyewa ruko yang dilakukan oleh Aliando Syarief dengan Jefri Nichol adalah sebuah Ruko oleh Cv.Indri Group, berkedudukan di kompleks Citraland, Jl. Pontianak 3A Lt.2 Gondangdia Menteng Jakarta Pusat. Dengan PT.Bumi Sejahtera, berkedudukan di Jl. Samarinda no.12 Babakan, Bogor tengah . Sebab-sebab mereka melakukan perjanjian diatas juga didasari oleh alasan yang logis dan halal.[6]

a.       Kesan : senang bisa mempelajari tentang aspek yang terkait dalam hukum kontrak semoga bisa bermanfaat untuk kedepannya.

b.      Pesan : semoga dengan mempelajari hukum kontrak dalam perspektif hukum perdata ini, kita bisa mengetahui lebih dalam mengenai aspek-aspek yang terkandung didalamnya. Selain itu agar kita lebih berpengalaman dan memiliki banyak wawasan jika pada suatu saat kita melakukan sebuah kontrak perjanjian.



C.     Penutup

a.      Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat ditarik 5 kesimpulan sebagai berikut :

1.      Kontrak merupakan suatu peristiwa yang konkret dan dapat diamati, baik itu kontrak yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Hal ini berbeda dengan perikatan yang tidak konkret, tetapi abstrak atau tidak dapat diamati karena perikatan itu hanya merupakan akibat dari adanya kontrak tersebut yang menyebabkan orang atau para pihak terikat untuk memenuhi apa yang dijanjikan.

2.      syarat sahnya kontrak sebagimana diatur dalam pasal 1320 BW, yaitu:

-         Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

-         Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

-         Suatu hal tertentu.

-         Suatu sebab yang halal

Dan asas dalam perjanjian ada 4, yaitu : Asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, asas mengikatnya kontrak, asas iktikad baik.

3.      Dalam sebuah kasus perjanjian, harus adanya pihak I dan pihak II yang saling bertanggung jawab, terdapat surat kontrak yang berisikan tanggal penetapan kontrak, nama dan alamat masing-masing pihak, beserta pasal-pasal perjanjian antar kedua belah pihak.

4.      Dalam menganalisis suatu kasus perjanjian, kita harus melihat syarat dari hukum perjanjian atau kontrak, jika kasus tersebut memenuhi syarat sahnya. Maka perjanjian tersebut dapat berlangsung dengan sah.

5.      Kesimpulan dari suatu kasus perjanjian, harus dilihat dengan benar apakah semuanya telah memenuhi syarat sah perjanjian, dari mulai pihak pihak yang terlibat, yang dapat dilihat melalui akte perjanjian.