Makalah hubungan Piagam Jakarta dengan pembukaan UUD 1945

JAKARTA - Hubungan Piagam Jakarta dengan Pembukaan UUD 1945 sangat erat. Di balik itu, ada sebuah sejarah dan pertimbangan yang matang dari tokoh-tokoh pendiri bangsa Indonesia dalam persiapan kemerdekaan.

Piagam Jakarta atau Jakarta Charter merupakan rumusan awal dari dasar negara yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dalam sidang BPUPKI pada 22 Juli 1945. Panitia Sembilan yang pada saat itu dipimpin oleh Ir. Soekarno, resmi menyepakati naskah Piagam Jakarta yang berisikan rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Meskipun begitu, terjadi sebuah kontroversi pada Piagam Jakarta itu sendiri. Pada sila pertama Piagam Jakarta terdapat tujuh kata yang mana masyarakat bagain timur tidak menyetujuinya atau merasa keberatan.

BACA JUGA:Sistematika UUD Tahun 1945 Sebelum Perubahan, Apa Bedanya?

Sila pertama pada Piagam Jakarta tadinya berbunyi “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Bagi masyarakat Indonesia bagian timur oada saat itu, sila pertama ini dianggap diskriminatif. Mengingat, pada saat itu mayoritas warga Indonesia bagian timur beragama kristen dan katolik.

Awalnya, perubahan sila pertama tidak disetujui dan juga ditentang oleh beberapa tokoh Islam. Namun, setelah adanya negosiasi dan pembujukan terhadap tokoh islam dengan mempertimbangkan beberapa hal dengan matang, untuk mencegah perpecahan antara masyarakat Indonesia bagian Timur dengan Indonesia bagian Barat dan juga untuk menghormati keyakinan mereka, maka Moh. Hatta beserta beberapa anggota PPKI memutuskan untuk mengubah bunyi pada sila pertama Piagam Jakarta menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perubahan ini terjadi pada tanggal 18 Agustus 1945.

Lalu, menjawab pertanyaan mengenai bagaimana hubungan antara Piagam Jakarta dengan Pembukaan UUD 1945? Bisa dikatakan bahwa naskah Piagam Jakarta merupakan cikal bakal dari Pembukaan UUD 1945 dengan beberapa perubahan yang telah disepakati oleh Panitia Sembilan dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan bersama. 

  • #uud1945
  • #piagam jakarta
  • #hubungan Piagam Jakarta dengan Pembukaan UUD 1945

Anshari, Endang Saifuddin, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1959), Jakarta: Gema Insani Press, 1997.

Barsany, al-, Nur Iskandar, "Politik Islam di Indonesia", dalam Republika, Jumat, 3 Oktober 2003.

Effendi, Bahtiar, Islam dan Negara Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, Jakarta : Paramadina, 1998.

Mardjoened, Ramlan dan Lukman Fatullah Rais (ed.), Amandemen UUD 1945 Tentang Piagam Jakarta, akarta : Media Da'wah, 2000.

Redaksi Sinar Grafika, UUD 1945 Hasil Amandemen, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

Ridhwan, Affandi, "Sambutan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia", dalam buku Amandemen UUD 1945 Tentang Piagam Jakarta, Jakarta: Media Dakwah, 2000.

Roem, Mr. Mohammad, "Kata Pengantar", dalam Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1949), Jakarta : Gema Insani Press, 1997.

Suma, Muhammad Amin, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Yamin, Muhammad (ed.), Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar, (Jakarta: Prapanca, 1959), h. 379-380, bandingkan dengan Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993), Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1999, cet. ke-1.

You're Reading a Free Preview
Page 2 is not shown in this preview.

tirto.id - Undang-Undang Dasar 1945 menjadi konstitusi yang berlaku di Indonesia. Konstitusi merupakan peraturan atau hukum dasar tertinggi yang menjadi pijakan pada pelaksanaan pemerintahan negara. Hampir setiap negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau UUD-nya sendiri. Sementara itu, bagian pembukaan UUD 1945 tidak bisa dilepaskan dengan peristiwa sejarah lain yang terjadi di masa persiapan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa itu adalah kemunculan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Piagam Jakarta turut menjadi penyusun dalam isi pembukaan UUD 1945.

Mengutip modul PPKN Paket B (2017), Piagam Jakarta merupakan rumusan awal mengenai sebuah dasar negara. Rumusan ini selanjutnya dikenal dengan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia. Perumusan Piagam tersebut dilakukan oleh Panitia Sembilan yang mengadakan rapat di rumah Ir Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.



Proses kesepakatan Piagam Jakarta

Saat itu, BPUPKI telah menyelesaikan sidang pertamanya pada 1 Juni 1945. Selanjutnya, ketua panitia delapan melakukan pertemuan bersama anggota BPUPKI pada 22 Juni 1945. Pertemuan ini mengumpulkan para tokoh golongan dengan paham kebangsaan dan golongan berpaham agama (Islam).

Mengutip laman Kemenkeu, rapat tersebut lantas membentuk Panitia 9. anggotanya terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, Wachid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin. Mereka bersama-sama menyatukan pikiran dalam merumuskan dasar negara.

Urun rembug yang dilakukan Panitia 9 lalu menghasilkan kesepakatan bersama. Kesepakatan ini oleh panitia delapan ditetapkan sebagai Rancangan Preambule Hukum Dasar yang kemudian dinamakan Mr. Moh. Yamin menjadi Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.

Penyusunan Pembukaan UUD 1945

Rancangan Preambule Hukum Dasar yang sudah disusun Panitia 9 selanjutnya dijadikan rancangan Pembukaan UUD 1945. Di dalamnya memuat pula rancangan dasar negara Pancasila. Rancangan dasar negara Pancasila yang sesuai Piagam Jakarta memuat sila-sila berikut: 1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya2. Kemanusiaan yang adil dan beradab3. Persatuan Indonesia4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, rancangan Preambule Hukum Dasar dan hal-hal lain dibawa panitia delapan ke sidang kedua BPUPKI dan sidang kedua keanggotaan BPUPKI. Berdasarkan kajian yang dilakukan Panitia Perancang UUD yang dibentuk Ketua BPUPKI dan diketuai Ir. Soekarno menghasilkan rancangan UUD sebagai berikut: 1. Rancangan teks proklamasi diambil dari alinea 1, 2 dan 3 rancangan Preambule hukum dasar (Piagam Jakarta) ditambah dengan yang lain sehingga merupakan teks proklamasi yang panjang.2. Rancangan Pembukaan UUD 1945 diambil dari alinea 4 Rancangan Preambule Hukum Dasar (Piagam Jakarta).3. Rancangan Batang Tubuh UUD. Rancangan ini lalu diterima dalam sidang pada 14 Juli 1945 setelah melalui perdebatan panjang. Teks Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya memuat rancangan dasar negara Pancasila disetujui.Pada 16 Juli 1945 rancangan Preambule Hukum Dasar yang kemudian dikenal sebagai rancangan Pembukaan UUD dan rancangan Batang Tubuh UUD disahkan BPUPKI. Dalam perjalanannya, pasca proklamasi kemerdekaan RI disampaikan usulan mengenai penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Pancasila seperti yang termuat di Piagam Jakarta. Pengusulnya adalah Moh. Hatta sebelum sidang PPKI dimulai pada 18 Agustus 1945. Usul tersebut disetujui secara mufakat. Dengan demikian, sila pertama yang semula tertulis ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, berubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sementara itu, kalimat pada sila-sila lainnya tidak ada yang berubah.

BAGIAN Pembukaan UUD 1945 tidak bisa dilepaskan dengan peristiwa sejarah lain yang terjadi di masa persiapan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa itu ialah kemunculan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Piagam Jakarta turut menjadi penyusun dalam isi pembukaan UUD 1945.

Hubungan Piagam Jakarta dengan Pembukaan UUD 1945 sangat erat. Di balik itu, ada sejarah dan pertimbangan yang matang dari tokoh-tokoh pendiri bangsa Indonesia dalam persiapan kemerdekaan. Berikut ulasannya.

Menilik hubungan Piagam Jakarta dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

Piagam Jakarta terbentuk pada 22 Juni 1945. Piagam ini memuat jiwa-jiwa Pancasila dan rumusan awal Pancasila yang nanti menjadi landasan ideologi negara Indonesia dan termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945.

Rancangan Preambule Hukum Dasar yang sudah disusun Panitia Sembilan selanjutnya dijadikan rancangan Pembukaan UUD 1945. Di dalamnya memuat pula rancangan dasar negara Pancasila. Rancangan dasar negara Pancasila yang sesuai Piagam Jakarta memuat sila-sila berikut:

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selanjutnya, rancangan Preambule Hukum Dasar dan hal-hal lain dibawa Panitia Delapan ke sidang kedua BPUPKI dan sidang kedua keanggotaan BPUPKI. Berdasarkan kajian yang dilakukan Panitia Perancang UUD yang dibentuk Ketua BPUPKI dan diketuai Ir. Soekarno menghasilkan rancangan UUD sebagai berikut:

1. Rancangan teks proklamasi diambil dari alinea 1, 2 dan 3 rancangan Preambule hukum dasar (Piagam Jakarta) ditambah dengan yang lain sehingga merupakan teks proklamasi yang panjang. 2. Rancangan Pembukaan UUD 1945 diambil dari alinea 4 Rancangan Preambule Hukum Dasar (Piagam Jakarta).

3. Rancangan Batang Tubuh UUD.

Baca juga: Mengenal Teks Laporan Hasil Observasi, Struktur, dan Contoh

Rancangan ini lalu diterima dalam sidang pada 14 Juli 1945 setelah melalui perdebatan panjang. Teks Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 memuat rancangan dasar negara Pancasila disetujui. Pada 16 Juli 1945 rancangan Preambule Hukum Dasar yang kemudian dikenal sebagai rancangan Pembukaan UUD dan rancangan Batang Tubuh UUD disahkan BPUPKI.

Dalam perjalanannya, pascaproklamasi kemerdekaan RI disampaikan usulan mengenai penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Pancasila seperti yang termuat di Piagam Jakarta. Pengusulnya ialah Moh. Hatta sebelum sidang PPKI dimulai pada 18 Agustus 1945. Usul tersebut disetujui secara mufakat.

Dengan demikian, sila pertama yang semula tertulis, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya," berubah menjadi, "Ketuhanan Yang Maha Esa". Sementara itu, kalimat pada sila-sila lain tidak ada yang berubah. (OL-14)