Pemimpin yang dapat dipercaya adalah pemimpin yang mampu menjalankan

Oleh: Drs. H. M. Daud Pakeh ***

Dalam kurun waktu yang sudah sangat dekat, masyarakat Aceh akan kembali melaksanakan pemilihan pemimpin Daerah (PILKADA) baik pada tingkat Provinsi maupun Kab/Kota untuk periode 5 tahun mendatang.

Tentunya menjadi harapan kita bersama, bahwa siapapun yang terpilih adalah orang yang benar-benar amanah dan memiliki jiwa sebagai negarawan dan ia bukan sekedar politisi. Karena jelas ada perbedaan antara negarawan dan politisi. Sebagaimana dikemukakan oleh James Freeman Clarke (1810-1888), penulis dan pakar teologi asal Amerika, bahwa seorang negarawan itu lebih berpikir tentang bagaimana nasib generasi mendatang, sementara politisi hanya berpikir bagaimana memenangkan pemilu yang akan datang.

Di atas itu semua, hal yang sesungguhnya paling penting adalah semoga pemilu demi pemilu, pilkada demi pilkada yang telah dan akan selalu kita laksanakan, jangan sampai menjadi pemicu perpecahan dan rusaknya tatanan persatuan dan persaudaraan di tengah-tengah masyarakat.

Islam menganjurkan kita untuk berpikir tentang pentingnya jam’iyah (kebersamaan/persatuan) ketimbang hanya memikirkan kepentingan jama’ah (kelompok) saja.

Siyasah atau politik dalam Islam memiliki tujuan yang mulia, seperti disampaikan oleh Imam Mawardi dalam Kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyah, "Kepemimpinan adalah posisinya sebagai pengganti Nabi dalam menjaga agama dan mengatur dunia. Mengangkat pemimpin umat hukumnya adalah wajib secara ijma".

Dari teks Imam Al-Mawardi ini, jelas tujuan politik dan mengangkat pemimpin dalam Islam adalah untuk menjaga kemurnian Agama dan mengatur dunia untuk kemaslahatan umat. Bukan sebaliknya, dimana politik dan perbedaan dijadikan sebagai sumber perpecahan.

Hari ini kita begitu sulit menemukan orang-orang yang memiliki jiwa kenegaraan, ada pendapat yang mengatakan mungkin karena usia dunia kita yang semakin menua, sehingga seolah-olah tak kuasa lagi melahirkan pemimpin-pemimpin besar (great leader) dan berintegritas seperti pada masa-masa silam.

Kenyataan ini juga pernah dikritisi oleh Jeremie Kubicek, seorang pakar teori kepemimpinan dari London, Inggris, melalui bukunya yang kontroversial (2011), berjudul: “Leadership is Dead” (Kepemimpinan Telah Mati). Ia nyatakan dalam bukunya tersebut, bahwa pemimpin sekarang lebih banyak menuntut (getting), bukan memberi (giving); lebih banyak menikmati, ketimbang melayani; dan lebih banyak mengumbar janji, dari pada memberi bukti, padahal ini tentunya sangat bertentangan dengan makna dan hakikat kepemimpinan itu sendiri.

Ada beberapa sikap seorang pemimpin ideal dalam khazanah Islam, Pertama Pemimpin adalah Pelayan Masyarakat, hal ini sebagaimana diterangkan oleh Syaikh al-Khathib al-Baghdady dalam kitabnya “Tarikhu Baghdad” (10/187): bahwa diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., Nabi SAW pernah bersabda:“Seorang pemimpin adalah “pelayan” bagi masyarakat atau orang yang dipimpinnya.”

Kedua Mimiliki Sifat Makinun, Aminun, Hafizhun, dan ‘Alimun, Hal ini sebagaimana penjelasan Allah dalam Al-Quran dalam surat Yusuf yang Artinya: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi amanah pada posisi kami. Yusuf berkata: Jadikan aku bendaharawan negara (Mesir) sesungguhnya aku adalah orang-orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 54 – 55).

Dari ayat ini, ada empat hal yang membuat kepemimpinan Nabi Yusuf menjadi pemimpin ideal: Pertama, makinun, yaitu memiliki kedudukan. Sehingga beliau dihormati, beliau dapat melaksanakan tugasnya tanpa ada yang menghalangi. Kedua, aminun, yaitu amanah. Memiliki rasa takut kepada Allah sehingga tidak mungkin mengkianati rakyatnya. Ketiga, hafidhun, artinya mampu menjaga. Memiliki ketelitian, bukan orang yang teledor dan bukan orang yang menggampangkan masalah. Dan keempat, ‘alim, yaitu memiliki ilmu. Paham bagaimana cara mengatur pemerintahan dengan benar, mengetahui skala prioritas bagi negaranya, dan sebagainya.

Sebagai rakyat kita sering menuntut para pemimpin atau pejabat pemerintah agar menjadi pemimpin yang amanah, harus jujur, bijak dan adil, membela kepentingan rakyat, bertaqwa dan berbagai tuntutan lainnya. Namun pernahkah kita berfikir sebaliknya, menuntut diri kita sendiri sebagai rakyat, jika kita menerapkan sistim keseimbangan pada saat kita menuntut pemimpin harus baik, kita juga menuntut rakyat untuk menjadi baik juga.

Ketika masyarakat memperbaiki dirinya, istiqamah menjalankan kebaikan, Allah Swt. akan memperbaiki mereka dengan cara Allah teguhkan para pemimpin  yang memperhatikan kepentingan mereka, sebagai ganjaran atas kebaikan yang mereka lakukan.

Sebaliknya ketika rakyat banyak melakukan kezaliman, kerusakan, maka Allah akan menunjukkan pemimpin yang zalim tengah-tengah mereka. Pemimpin yang menindas rakyat dan tidak memihak kepada rakyat, sebagai hukuman atas kezaliman yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.

Ketiga, Mengambil Kebijakan Untuk Kemaslahatan Umat, Hal ini sesuai dengan salah satu Qaidah Kulliyyah (norma hukum universal) “Kebijakan pemimpin harus bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat.”. Sehingga, setiap prilaku dan kebijakan pemimpin wajib diorientasikan untuk kemashlahatan bangsa dan masyarakat, bukan kemashlahatan diri maupun kelompoknya semata.Senada dengan makna kaidah di atas, dalam kitab Asybah wa an-Nazhair, Imam As-Suyuthi berkata, bahwa Imam as-Syafi’i menyatakan, “Posisi seorang pemimpin atas rakyatnya adalah seperti posisi seorang wali terhadap anak yatim.

Hal ini berarti bahwa kebijakan seorang pemimpin harus benar-benar pro rakyat, bertujuan untuk kemajuan dan kemakmuran rakyat. Hal ini juga berarti pemimpin harus benar-benar peduli terhadap hal-hal yang bisa merusak masyarakat, baik secara aqidah, akhlak, ekonomi, sosial, dan sisi-sisi lainnya.

Keempat, Peduli, Bekerja, dan Memiliki Rasa Kasih Sayang. Sikap-sikap yang mulia ini adalah sifat tauldan dari kepemimpinan Rasulullah Saw.  sebagaimana disebutkan dalam al-Quran: “Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri; begitu berat dirasakan olehnya penderitaan kalian; ia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian; dan ia amat mengasihi dan menyayangi orang-orang mukmin.” (QS. at-Taubah: 128).

Dari ayat ini, ada tiga sikap moral kepemimpinan Rasulullah Saw. yang perlu dicermati dan diteladani oleh setiap pemimpin. Pertama, ‘azizun alaihi ma ‘anittum (artinya, amat berat dirasakan oleh Nabi apa yang menjadi beban penderitaan umat yang dipimpinnya). Dalam istilah lain, sikap ini disebut sense of crisis, yaitu rasa peka atas kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung. Secara kejiwaan, empati berarti kemampuan memahami dan merasakan kesulitan orang lain. Rasa empati pada gilirannya akan mendorong lahirnya sikap simpati, yaitu ketulusan memberi bantuan, baik moral maupun material, untuk meringankan penderitaan orang yang mengalami kesulitan.

Kedua, harishun `alaikum (artinya, Nabi sangat mendambakan agar umat yang dipimpinnya benar-benar memiliki iman yang kuat dan keselamatan dunia dan akhirat). Dalam istilah lain, sikap ini disebut sense of achievement, yaitu semangat dan perjuangan yang sungguh-sungguh, agar seluruh masyarakat yang dipimpinannya dapat meraih kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan.

Ketiga, ra’ufun rahim (artinya, sikap mengasihi dan menyayangi). Allah Swt. adalah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Demikian pula Rasulullah SAW, juga merupakan manusia yang sangat pengasih dan penyayang. Maka sudah seharusnya bagi setiap mukmin, terutama mereka yang dipercaya menjadi pemimpin, meneruskan kasih sayang Allah dan Rasul-Nya itu dengan cara mencintai dan mengasihi orang lain, khususnya masyarakat yang dipimpinnya.

Karena kasih sayang (rahmat) adalah pangkal dari segala kebaikan. Tanpa kasih sayang, sangat sulit dibayangkan seseorang bisa berbuat baik. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dalam hadis Shahih, yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin ‘Amru: “Sayangilah orang-orang yang ada di bumi, maka yang di langit pun akan menyayangi kalian.” (HR. Al-Bukhari).

Seorang mujaddid (ulama pembaharu) abad modern, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha (penulis kitab tafsiral-Manar, murid dari Syaikh Muhammad Abduh, sekaligus pengembang pemikiran Syaikh Jamaluddin al-Afghani yang sangat terkenal dengan pertanyaannya yang monumental: “limaadza ta-akhara al-muslimuun wa taqaddama ghairuhum” (mengapa kaum muslim begitu terbelakang, sedangkan umat lain sedemikian maju?), ia menegaskan: bahwa ketiga sikap moral di atas (sense of crisis, sense of achievement, dan kasih sayang) adalah wajib dimiliki oleh seorang pemimpin. Karena tanpa ketiga sikap moral tersebut, seorang pemimpin bisa dipastikan tidak akan bekerja untuk kepentingan rakyatnya, melainkan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga, dan kelompoknya semata.

Semoga Allah SWT menganugerahkan kepada kita para pemimpin yang amanah, yang betul-betul memahami hakikat tugas dan kewajibannnya sebagai khaadimul ummah (pelayan masyarakat). Amin ya Rabbal ‘alamin. Yang terakhir, ingatlah, setiap kepemimpinan adalah amanah. Dan setiap amanah pasti akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. kelak di akhirat. []

*** Penulis adalah Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh

Manusia adalah makhluk sosial yang menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri dan menjadi pemimpin bagi orang lain. Menjadi pemimpin berarti menjadi seseorang yang memiliki tanggung jawab lebih dalam hidup.

7 Karakter Utama Pemimpin Ideal adalah deskripsi yang menjelaskan tentang point-point yang harus dimiliki seorang pemimpin. Baik secara sempit maupun luas, seorang pemimpin tentunya perlu mengetahui dan memiliki sifat dari 7 karakter utama pemimpin ideal.

Seorang pemimpin adalah individu dengan jiwa yang terlatih dan mampu melatih individu-individu lain untuk mewujudkan visi yang bersifat seragam. Seorang pemimpin diharuskan mampu melibatkan diri dalam unsur keberagaman sifat anggota yang menjadi tanggung jawabnya. Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu membawa misi kelompoknya ke arah yang baik dan tetap teguh merangkul semua anggota kelompok.

Pemimpin Ideal adalah Pemimpin yang Cerdas

Kecerdasan adalah titik tentu yang idealnya harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kecerdasan merupakan point utama yang menentukan seberapa baik langkah yang diambil oleh seorang pemimpin jika dihadapkan oleh suatu masalah kelompok. Pemimpin ideal adalah pemimpin yang cerdas dalam membawa diri yang didukung dengan keunggulan berfikir dan peka terhadap hal-hal sekitar. Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin yang ideal akan mampu berfikir luwes dan memiliki ide-ide segar untuk keberlangsungan kepentingan kelompoknya.

Pemimpin Ideal adalah Pemimpin yang Berinisiatif

Tidak hanya cerdas, pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang berani berinisiatif jika dihadapkan dengan suatu masalah. Inisiatifme diri jelas dibutuhkan oleh seorang pemimpin demi terciptanya solusi yang bersifat nyata dan menjanjikan. Pemimpin yang berinisiatif adalah pemimpin yang mampu menggerakkan dirinya sendiri terlebih dahulu untuk memulai segala sesuatunya tanpa adanya paksaan. Dengan sifat inisiatif yang ada dalam diri pemimpin, kekuatan diri dari tiap anggota untuk menjalankan misi kelompok pun akan terjamin dengan baik.

Pemimpin Ideal adalah Pemimpin yang Bertanggung jawab

Bertanggung jawab berarti berani untuk menanggung efek dari segala keputusan yang timbul akibat tindakan yang telah dilaksanakan. Selain cerdas dan berinisatif, seorang pemimpin yang ideal tentunya perlu memiliki sifat bertanggung jawab. Pengambilan keputusan terhadap cara kerja dan pelaksanaan misi suatu kelompok tentunya diputuskan dengan tidak tergesa-gesa. Pemimpin yang bertanggung jawab adalah pemimpin yang tetap teguh dan mampu berfikir taktis untuk menerima segala resiko yang timbul dari keputusan yang diambil.

Pemimpin Ideal adalah Pemimpin yang Dapat Dipercaya

Karakter yang satu ini tentunya timbul dari seberapa berhasilnya seorang pemimpin dalam menggerakkan anggotanya dan bijak dalam mengambil keputusan. Pemimpin ideal adalah pemimpin yang tanpa perlu berfikir ulang, anggotanya akan dengan kesungguhan hati mampu mempercayai pemimpin tersebut untuk mengambil keputusan. Pemimpin yang dapat dipercaya adalah pemimpin yang mampu mendamaikan hati semua anggota. Dengan pemimpin yang dapat dipercaya, setiap anggota akan merasa lebih terpacu untuk menyatukan hati dan menciptakan keseragaman kelompok demi terciptanya keutuhan.

Pemimpin Ideal adalah Pemimpin yang Jujur

Kejujuran dalam diri seseorang tentunya menjadi point khas yang harus dimiliki oleh seorang manusia, terutama oleh seorang pemimpin. Pemimpin yang jujur menjanjikan keterbukaan dan keluwesan dalam memberikan segala informasi yang mencakup kepentingan kelompok. Kejujuran yang ada dalam diri seorang pemimpin akan menjadi ciri khas tersendiri yang mampu diandalkan oleh anggota. Pemimpin ideal dengan tingkat kejujuran tinggi akan mendapatkan kepercayaan yang luas dari kelompoknya.

Pemimpin Ideal adalah Pemimpin yang Rela Berkorban

Rela berkorban berarti rela menerjunkan diri dalam kepentingan kelompoknya dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Pemimpin yang rela berkorban akan mampu memfokuskan diri untuk mencapai visi kelompok secara detail. Sifat rela berkorban ini pun tentunya harus didasari dengan kecerdasan dan kebijakan dari seorang pemimpin. Pemimpin ideal yang rela berkorban akan mampu mengambil keputusan secara tepat tanpa merugikan banyak pihak.

Pemimpin Ideal adalah Pemimpin yang Dicintai dan Mencintai Kelompoknya

Cinta hadir dalam diri seorang pemimpin yang ideal dan juga kelompok yang dipimpinnya. Segala bentuk tingkah laku yang hadir dari seorang pemimpin yang ideal akan selalu diiringi dengan unsur cinta yang akan meminimalisir bentuk kecurangan juga hal-hal buruk lainnya. Kelompok yang dipimpinnya pun akan mampu mencintai pemimpin tersebut tanpa adanya unsur paksaan yang berlebih. Pemimpin yang ideal jelas akan mampu menciptakan tindakan dengan cinta yang terkoordinir rapih untuk kemajuan.

Setelah membaca artikel di atas, tentunya kita bisa mengetahui 7 karakter utama pemimpin ideal dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin bukanlah manusia sempurna namun, seorang pemimpin yang ideal dituntut untuk mengusahakan kesempurnaan untuk kemajuan visi kelompoknya. Jadilah pemimpin ideal!

Tidaklah mudah menjadi seorang pemimipin, karena mereka harus memiliki sejumlah kualitas tertentu. Kalau seorang pemimpin salah dalam bertindak, maka bawahan bisa saja langsung menganggap buruk. Berikut ini adalah Ciri-Ciri Pemimpin Yang Tidak Ideal :

Menjadi Pemimpin bukan berarti bisa seenaknya saja memerintah. Sebaliknya, hal yang harus dilakukan seorang pemimpin yang benar yaitu harus bisa menciptakan komunikasi yang baik dengan tim atau orang yang dipimpinnya demi mencapai visi dan misi yang telah ditentukan. Komunikasi di sini artinya komunikasi dua arah, sehingga bawahan bisa menyampaikan pendapat dan bukan sekadar menerima perintah.

Pemimpin yang buruk biasanya jarang berdiskusi dengan bawahannya tapi dia menuntut timnya untuk solid. Padahal, solid tidaknya sebuah tim juga dinilai dari adanya komunikasi yang baik antara atasan dengan bawahan. Dengan berdiskusi, pemimpin pun bisa tahu jika ada masalah di antara orang yang dipimpinnya.

  1. Tidak Memberikan Kepercayaan

Seorang pemimpin yang baik bisa memberikan kepercayaan pada timnya untuk bekerja. Hal ini juga berguna untuk meningkatkan rasa percaya diri timnya. Sebaliknya, pemimpin yang buruk tidak mampu memberikan kepercayaan itu. Akibatnya akan muncul rasa tak percaya di antara atasan dan bawahannya.

Tak sedikit atasan di kantor, perusahaan/lembaga yang merasa enggan untuk memuji bawahannya. Padahal, hal tersebut sekali-kali perlu dilakukan demi memberikan penghargaan pada bawahannya. Ini yang membuat mereka bisa termotivasi untuk menjadi tim yang lebih baik dan maju.

Apabila bawahan Anda ditegur oleh atasan dari divisi lain, jangan hanya diam saja dan membiarkan bawahan Anda menghadapinya sendirian. Pemimpin yang baik akan berusaha untuk memberi dukungan pada timnya, bukan malah ikut menyalah-nyalahkannya juga.

Hubungan baik dengan divisi yang berbeda perlu dibina dalam perusahaan/lembaga. Jika Anda merupakan pemimpin yang kerap tertutup dan tidak membeberkan kehebatan kerja tim Anda, itu menandakan bahwa Anda bukan termasuk pemimpin yang baik.

Jika Anda selalu menyerahkan tugas pada bawahan, padahal seharusnya pekerjaan tersebut dikerjakan oleh Anda, itu membuktikan bahwa Anda bukanlah pemimpin yang baik. Pemimpin yang benar akan bertanggung jawab dengan pekerjaannya, bukan malah menyuruh bawahan untuk menyelesaikannya.

  1. Pemimpin yang Tidak Memiliki Visi, Tidak Akan Bisa Menjalankan Tim.

Pemimpin tanpa visi akan gagal. Pemimpin yang tidak memiliki visi tidak bisa menginspirasi tim, memotivasi kinerja, atau menciptakan nilai yang berkelanjutan. Miskin visi, visi yang berubah-ubah, atau tidak ada visi akan menyebabkan para pemimpin gagal. Tugas pemimpin adalah untuk menyelaraskan organisasi sesuai dengan visi yang jelas dan dapat dicapai. Ini tidak bisa terjadi ketika orang buta menuntun orang buta, yang artinya pemimpin yang tidak mempunyai visi menuntun anggota dalam tim yang juga tidak memiliki tujuan dan arah.

  1. Ketika Pemimpin Gagal Memimpin Dirinya Sendiri

Seorang pemimpin yang memiliki karakter atau integritas tidak akan bertahan dalam ujian waktu. Tidak peduli seberapa cerdas, ramah, dan persuasive seseorang, jika mereka rentan terhadap rasionalisasi perilaku yang tidak etis berdasarkan kebutuhan saat ini atau masa depan, mereka akhirnya akan menjadi mangsa kehancuran mereka sendiri. Optik atas etika bukanlah formula untuk sukses.

  1. Terlalu Mengandalkan Pengalaman Masa Lalu

Sydney Finkelstein, profesor di Dartmouth Tuck School mengatakan dalam Wall Street Journal 2009, “Pemimpin cenderung mengandalkan pengalaman masa lalu yang tampaknya berguna, tetapi sebenarnya berbahaya. … karena tidak benar-benar cocok dengan situasi saat ini dan itu tidak akan menjadi bermanfaat.”

Pemimpin harus memperhatikan kondisi kerja, rekan kerja, sumber daya, dan bagaimana menciptakan momentum di lingkungan yang baru.

Motivasi politik membuat orang sulit membuat keputusan secara obyektif dan fokus pada mengelola tanggung jawab.  Pemimpin yang terperangkap dalam politik kantor kehilangan identitas mereka dan terjebak dalam agenda dan motivasi orang lain.

 12. Tak Punya Tujuan Kerja

Bila Anda tidak tahu apa yang Anda perjuangkan, Anda akan sulit membuat keputusan yang baik. Kejelasan tujuan memungkinkan Anda membuat keputusan yang benar dan konsisten sesuai dengan misi. Ketika tujuan “terganggu”, Anda akan kehilangan hubungan dengan naluri dan mulai membuat keputusan tanpa dependensi yang tepat dan sumber daya.

  1. Menyalahgunakan Sumber Daya

Memimpin bukan hanya tentang memotivasi orang dan tim inspirasi, tapi juga mengharuskan Anda untuk mengetahui alat dan sumber daya yang tersedia dan atau yang harus diperoleh untuk bersaing.

Pemimpin yang membuat keputusan baik terus meningkatkan pedoman sumber daya. Mereka memperkuat kemampuan untuk mendapatkan akses ke informasi yang benar, statistik, tren, dan hal lainnya yang tersedia dari luar dan dalam kantor/perusahaan. Mereka tahu kapan harus melibatkan semua sumber daya itu dalam rangka membuat keputusan tepat yang berdampak positif bagi perusahaana atau bagi masa yang akan datang.

Pemimpin tidak mengerti dengan visi yang disebut Wide-angle, melihat peluang dari segala arah. Visi ini membuat pemimpin ahli dalam mengantisipasi krisis dan mengelola perubahan jika keadaan memburuk. Ini juga dapat memperluas pengamatan dan memungkinkan mereka melihat sekitar, di dalam dan luar perusahaan, sehingga keputusan-keputusan yang dibuat pun tepat.

Pemimpin yang tidak percaya diri sering menjadi putus asa dan membuat keputusan tiba-tiba. Mereka tidak memikirkan konsekuensi saat membuat keputusan.

Selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua…..

Eddy Fransiskhi