Terangkan berbagai Permasalahan yang timbul akibat populasi penduduk yang besar

Terangkan berbagai Permasalahan yang timbul akibat populasi penduduk yang besar

Terangkan berbagai Permasalahan yang timbul akibat populasi penduduk yang besar
Lihat Foto

SHUTTERSTOCK/ARTHIMEDES

Ilustrasi populasi penduduk

KOMPAS.com - Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia pada 2015 mencapai 238.518.000 jiwa. Jumlah penduduk tersebut seiring dengan persebaran penduduk yang ada di Indonesia.

Menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, penduduk adalah warga negara dan orang asing bertempat tinggal di Indonesia.

Perkembangan kependudukan merupakan kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan berkelanjutan.

Diambil dari buku Analisis Persebaran Rumah Tangga Indonesia (2014) karya Yusuf Munandar, persebaran penduduk adalah bentuk penyebaran penduduk di suatu wilayah atau negara.

Jenis-jenis persebaran penduduk

Persebaran penduduk dibagi menjadi dua, yaitu:

  • Persebaran penduduk secara geografis

Merupakan karakteristik penduduk menurut batas-batas alam seperti pantai, sungai, danau, dan lainnya.

Baca juga: Pengertian Sensus Penduduk dan Data Sensus Indonesia

  • Persebaran penduduk secara administrasi pemerintah

Merupakan karakteristik penduduk menurut batas-batas wilayah administrasi yang ditetapkan oleh suatu negara, misalnya jumlah penduduk di desa A atau kecamatan D.

Faktor persebaran penduduk

Persebaran penduduk merupakan bentuk dari penyebaran penduduk di suatu wilayah, apakah merata atau tidak.

Hal tersebut dapat dilihat dari kepadatan penduduk yang merupakan angka jumlah rata-rata penduduk pada setiap kilometer persegi suatu wilayah negara.

Ada tiga faktor yang menyebabkan persebaran penduduk dan kepadatan penduduk di setiap daerah, yaitu faktor fisiografis, faktor biologis, serta faktor kebudayaan dan teknologi.

Kepadatan penduduk memiliki fungsi untuk mengetahui beberapa hal, di antaranya:

  1. Mengetahui persebaran penduduk suatu wilayah.
  2. Mengetahui telah terjadi peledakan penduduk suatu wilayah atau belum terjadi, dengan cara memonitor.
  3. Mengetahui penyebab perbedaan kepadatan penduduk dengan daerah lain disekitarnya.
  4. Mengetahui pusat-pusat kebudayaan, di mana budaya timbul pada penduduk yang padat dan penduduk padat budaya yang tinggi.

Persebaran tidak merata juga berpengaruh pada lingkungan hidup. Daerah-daerah yang padat penduduk terjadi eksploitasi sumber alam secara berlebihan sehingga mengganggu keseimbangan alam.

Baca juga: Kemendagri Sebut Jelang Pilkada Banyak Penduduk yang Pindah Domisili

Misalnya, keberadaan hutan yang semakin menipis karena ditebang untuk kebutuhan pemukiman. Selain itu juga berkurangnya lahan hijau untuk pertanian.

Daya dukung lingkungan dari berbagai daerah di Indonesia berbeda-beda. Kemampuan suatu wilayah dalam mendukung kehidupan juga tidak bersifat abadi atau memiliki batas.

Terdapat beberapa faktor penyebab persebaran penduduk yang tidak merata, di antaranya:

  1. Tingkat kesuburan tanah suatu wilayah yang ditempati banyak penduduk, karena dapat dijadikan sebagai lahan pertanian.
  2. Wilayah yang beriklim terlalu dingin atau panas biasanya tidak disenangi sebagai tempat tinggal.
  3. Pada umumnya banyak masyarakat yang memilih tempat tinggal di daerah datar, sehingga memilih bentuk permukaan tanah yang baik.
  4. Sumber air yang berlimpah dan tidak tercemar oleh limbah pabrik atau lainnya.
  5. Transportasi atau perhubungan

Dampak persebaran penduduk

Perpindahan penduduk dari desa ke kota di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Bahkan ada beberapa wilayah yang mengalami persebaran penduduk tidak seimbang.

Pemusatan penduduk di beberapa kota besar dapat menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungannya, seperti:

  • Munculnya permukiman liar
  • Sungai tercemar karena dijadikan tempat pembuangan sampah, baik dari masyarakat maupun pabrik industri.
  • Terjadinya pemcemaran udara karena banyaknya kendaraan dan pabrik.
  • Muncul berbagai masalah sosial, seperti kriminalitas.

Upaya mengatasi persebaran penduduk

Dari enam pulau besar di Indonesia, Pulau Jawa memiliki tingkat kesenjangan persebaran penduduk sebesar 50,70 persen. Kemudian di Pulau Kalimantan terbesar kedua, yaitu 22,70 persen.

Tertinggi ketiga berada di Pulau Papua sebesar 20,30 persen. Pulau Sumatera sebesar 3,90 persen, Pulau Maluku 3 persen dan Pulau Sulawesi memiliki tingkat kesenjangan persebaran penduduk terendah sebesar 2,60 persen.

Untuk mengatasi persebaran penduduk yang tidak merata ada beberapa upaya yang dilakukan, yaitu:

  • Pemerataan pembangunan
  • Penciptaan lapangan kerja di berbagai daerah dengan penduduk yang minim dan daerah pedesaan.
  • Pemberian penyuluhan terhadap masyarakat tentang pengelolaan lingkungan alamnya.

Persebaran penduduk berkaitan dengan tingkat hunian atau kepadatan penduduk yang tidak merata.

Sekitar 60 persen penduduk Indonsia tinggal di Pulau Jawa yang hanya memiliki luas 6,9 persen dari luas wilayah daratan Indonesia.

Baca juga: 8 Januari 1889, Mesin Tabulasi Diperkenalkan untuk Membantu Sensus

Kepadatan penduduk biasanya dilihat berdasarkan lahan pertanian yang terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Kepadatan penduduk agraris adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian dengan luas lahan pertanian.

2. Kepadatan penduduk fisiologis adalah perbandingan antara jumlah penduduk total (baik yang bekerja sebagai petani atau tidak) dengan luas lahan pertanian.

Dengan kepadatan penduduk yang tidak merata di setiap wilayah, menimbulkan permasalah pendudukan.

Permasalahan terkait penyediaan saran dan prasarana sosial, kesempatan kerja, stabilitas keamanan, serta pemerataan pembangunan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Dinamika Penduduk adalah perubahan / pertumbuhan jumlah penduduk dari waktu ke waktu, hal ini disebabkan karena adanya peristiwa kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk. ( ketiga hal tersebut dikenal dengan istilah unsur-unsur dinamika penduduk.) Pertumbuhan penduduk secara umum dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pertumbuhan alami, pertumbuhan migrasi, dan pertumbuhan penduduk total.

Pertumbuhan Penduduk Alami adalah pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari selisih kelahiran dan kematian. Pertumbuhan alami dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : Pa = L – M (Pa = Pertumbuhan penduduk alami L = Jumlah kelahiran M = Jumlah kematian )
Pertumbuhan Penduduk Migrasi adalah pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari selisih migrasi masuk dan migrasi keluar. Pertumbuhan penduduk migrasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : Pm = I – E ( Pm= Pertumbuhan penduduk migrasi I = Jumlah imigrasi E = Jumlah emigrasi ).

Pertumbuhan Penduduk Total adalah pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh faktor kelahiran, kematian, dan migrasi. Pertumbuhan penduduk migrasi dapat dihitung dengan rumus berikut ini : P = (L – M) + (I – E) ( P = Pertumbuhan penduduk total L = Jumlah kelahiran M = Jumlah kematian I = Jumlah imigrasi E = Jumlah emigrasi )
Tingkat kelahiran (fertilitas) adalah tingkat pertambahan jumlah anak atau tingkat kelahiran bayi pada suatu periode tertentu. Tingkat kelahiran bayi dapat dihitung dengan dua cara, yaitu:

  • Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR), adalah angka kelahiran yang menunjukkan jumlah kelahiran perseribu penduduk dalam suatu periode.
  • Angka Kelahiran Umum (General Fertility Rate/GFR), adalah angka yang menunjukkan jumlah bayi yang lahir dari setiap 1000 wanita pada usia reproduksi atau melahirkan yaitu pada kelompok usia 15-49 tahun.

Tingkat kematian (mortalitas) merupakan pengurangan jumlah penduduk pada periode tertentu yang disebabkan oleh faktor kematian. Tingkat kematian dapat diketahui melalui tiga cara, yaitu:

  • Tingkat Kematian Kasar (Crude Death Rate/CDR), adalah angka yang menunjukkan rata-rata kematian perseribu penduduk dalam satu tahun.
  • Tingkat Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR), adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian pada kelompok umur tertentu perseribu penduduk dalam kelompok yang sama

Tingkat Kematian Bayi (Infan Mortality Rate/IMR), adalah angka yang menunjukkan banyaknya bayi yang meninggal dari setiap 1000 bayi yang lahir hidup.
ROSYIDIN – PENGELOLAAN DATA & INFORMASI

Terangkan berbagai Permasalahan yang timbul akibat populasi penduduk yang besar

Pemukiman informal di pinggiran Mumbai, India. Foto oleh Johnny Miller/Unequal Scenes

Bayangkan Lagos, sebuah kota di Nigeria dengan populasi 22 juta jiwa, yang beberapa dekade lalu hanyalah sebuah kota pesisir kecil. Kini, Lagos telah berkembang menjadi sebuah megacity seluas 727 km2. Karena pertumbuhan yang begitu pesat, kota ini mengalami penurunan kualitas sarana dan prasarana yang signifikan: Kurang dari 10 persen rumah memiliki saluran pembuangan; kurang dari 20 persen rumah memiliki akses ke air leding. Ditambah, semakin menjamurnya rumah-rumah yang terletak di pemukiman kumuh dan informal di pinggiran kota.

Sekarang, bayangkan Lagos tumbuh dua kali lipat lebih besar.

Lagos hanyalah satu dari sekian banyak kota yang disinyalir akan tumbuh pesat dalam tiga dekade mendatang, baik dari segi populasi maupun luas wilayah. Menurut data terbaru, luas area perkotaan kemungkinan akan meningkat 80 persen secara global dari tahun 2018 sampai 2030, dengan asumsi tingkat pertumbuhan tahunan tidak berubah. Apabila kota-kota ini berkembang secara horizontal, bukan vertikal, seperti halnya pertumbuhan di Lagos, maka kesenjangan ruang dan ekonomi serta akses terhadap sumber daya alam akan semakin buruk.

Terangkan berbagai Permasalahan yang timbul akibat populasi penduduk yang besar

Luas wilayah Lagos diperkirakan akan tumbuh dua kali lipat pada 2050. Kredit foto oleh Heinrich-Böll-Stiftung/Flickr

Pada makalah Laporan World Resources terbaru, Upward and Outward Growth: Managing Urban Expansion for More Equitable Cities in the Global South, kami menganalisis pola pertumbuhan di 499 kota menggunakan metode pengindraan jauh. Saat kota-kota makmur di belahan Amerika Utara, Eropa dan Asia Timur tumbuh vertikal dengan gedung-gedung pencakar langitnya, kota-kota di sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan justru tumbuh secara horizontal. Sejumlah kota yang tumbuh horizontal ini bisa dibilang adalah kota-kota dengan dana pengelolaan pertumbuhan paling sedikit, namun dengan proyeksi pertumbuhan populasi yang cukup besar yakni hingga 2 miliar pada tahun 2050 mendatang. Data PBB terkini menunjukkan bahwa 35 persen pertumbuhan populasi perkotaan global antara tahun 2018 dan 2050 akan dikontribusikan oleh tiga negara saja—India, Tiongkok dan Nigeria. Seiring bertambahnya populasi dan berlanjutnya pertumbuhan pesat secara horizontal, pada akhirnya kota-kota tersebut pun akan menemui krisis baru.

<iframe src="https://public.flourish.studio/story/24697/embed" scrolling="no" style="width: 800px; height: 600px; border: 0"></iframe>

3 Konsekuensi Perluasan Wilayah Perkotaan yang Tidak Terkelola

Kegagalan dalam mengelola perluasan wilayah bukan hanya akan memperburuk kesenjangan, namun juga akan mengakibatkan dampak risiko ekonomi dan lingkungan hidup yang lebih besar bagi kota tersebut secara keseluruhan. Dari Mumbai sampai Mexico City, melihat daerah kumuh yang luas dan padat tumbuh berdampingan dengan gedung bertingkat dengan haga yang tidak terjangkau dan sering kali kosong tak berpenghuni sudah tidakaneh lagi. Masalahnya, ketika jaringan layanan kota tidak dapat mengimbangi pertumbuhan perkotaan, kota-kota dengan sumber daya terbatas justru cenderung mengikuti tren pembangunan bukannya meminta bantuan agen pembangunan untuk merencanakan pertumbuhan secara proaktif.

Beberapa implikasi dari pertumbuhan yang tidak terkelola ini termasuk:

  • Kesenjangan yang Semakin Besar: Sama halnya dengan Lagos, banyak kota tengah berjuang melawan kesenjangan, penyediaan layanan yang tidak memadai dan kapasitas kota yang tidak lagi memadai. Perluasan wilayah yang tidak terkelola justru semakin memperburuk keadaan ini. Alhasil, keluarga berpenghasilan rendah pindah ke pinggiran kota untuk mencari perumahan yang terjangkau. Walaupun semakin jauh dari pusat kota, kehidupan keluarga berpenghasilan rendah ini justru akan semakin sulit. Keluarga di pinggiran kota harus menghabiskan uang dua kali lebih banyak dan waktu tempuh tiga kali lipat lebih lama menuju kantor, sekolah dan tempat hiburan di pusat kota. Semakin luas kota ini bertumbuh, dinas layanan kota semakin kesulitan menyediakan air, layanan sanitasi dan listrik. Hingga akhirnya penduduk harus bergantung pada layanan informal—seperti truk air pribadi dan pengepul sampah dengan biaya 30 kali lebih mahal dari dinas layanan kota—atau terpaksa hidup tanpa ketiga layanan mendasar tersebut, yang kemudian berdampak terhadap kesehatan serta kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Hanya penduduk berada yang mampu menjangkau biaya layanan yang tinggi tersebut, sehingga banyak penduduk perkotaan hidup tanpa layanan yang memadai. Pola pertumbuhan tanpa pengelolaan yang jelas ini memiliki efek jangka panjang terhadap akses kepada peluang, produktivitas dan kualitas hidup.

  • Tekanan Ekonomi di Seluruh Kota: Penelitian menunjukkan bahwa jika kota tumbuh secara horizontal, kepadatan populasi akan menurun namun biaya layanan publik meningkat. Pada kota-kota di India dan Afrika, sarana seperti jalan beraspal, drainase dan air leding menurun drastis begitu mencapai 5 kilometer dari pusat kota. Investasi untuk infrastruktur baru dan biaya sosial untuk menutupi defisit ini akan terus meningkat seiring bertambahnya perluasan wilayah perkotaan. Perluasan kota juga turut menambah kemacetan, polusi serta waktu tempuh. Udara kotor, yang sebagian besar disebabkan oleh penggunaan mobil pribadi dan truk secara berlebih, mengakibatkan biaya sosial dan ekonomi membengkak, seperti dampak kesehatan dan kerusakan panen. Di Chengdu, Tiongkok, kerugian ekonomi yang disebabkan oleh polusi udara terkait transportasi mencapai US$3 miliar di tahun 2013.

  • Masalah Lingkungan Hidup: Secara global, tingkat pertumbuhan wilayah perkotaan jauh melampaui pertumbuhan populasi. Namun biasanya, hal ini tercapai dengan mengorbankan lahan pertanian utama, ekosistem dan keanekaragaman hayati, yang memengaruhi produksi pangan dan ketahanan iklim. Saat ini, beberapa wilayah perkotaan dengan pertumbuhan paling pesat berada di wilayah pesisir dataran rendah, dataran banjir, titik-titik keanekaragaman hayati dan wilayah dengan tekanan air yang tinggi. Pertumbuhan tidak terkendali pada ekosistem-ekosistem sensitif di atas dapat semakin membebani sumber daya alam dan menyebabkan bencana banjir di sejumlah kota di Asia Selatan saat musim hujan datang. Penggalian sumur tidak resmi di kota-kota seperti Mexico City, Bangalore dan Jakarta, yang tumbuh pesat secara horizontal dengan air leding yang terbatas dan tekanan air yang tinggi, dapat menyebabkan seluruh kota terendam banjir. Khusus di Jakarta, kondisi ini sangat meresahkan. Menurut para ahli, berdasarkan perhitungan kenaikan permukaan air laut, Jakarta hanya memiliki waktu satu dekade untuk menghentikan kondisi ini, sebelum akhirnya jutaan rumah tenggelam.

Terangkan berbagai Permasalahan yang timbul akibat populasi penduduk yang besar

Mengendalikan Perluasan yang Tidak Terkelola

Dampak-dampak yang telah dikemukakan di atas diperparah oleh kenyataan bahwa sebagian besar pertumbuhan horizontal yang saat ini tengah berlangsung di Afrika dan Asia Selatan adalah pertumbuhan yang tidak terencana dan tidak resmi, atau berlangsung di lokasi-lokasi yang tidak memberlakukan peraturan tata guna lahan perkotaan. Sebagian perluasan ini berada di luar kendali kota, sejalan dengan peningkatan populasi alami dan migrasi penduduk dari pedesaan menuju perkotaan demi meraih peluang ekonomi. Namun, masih ada beberapa tantangan lain yang dapat dikelola oleh kota secara proaktif.

Sebagai contoh, pasar tanah yang sudah terdistorsi dapat menyebabkan pembangunan seara spekulatif dan terpecah-belah, sehingga pemilik lahan pribadi, pengembang real estat dan pejabat pemerintah yang korup dapat mendulang keuntungan yang tidak seharusnya dari kenaikan harga tanah. Perencanaan yang lemah, peraturan penggunaan lahan yang tidak efektif dan kondisi pasar tertentu diketahui dapat memicu perluasan, kemudian menggeser perumahan terjangkau ke lokasi yang tidak memiliki akses layanan atau memiliki akses layanan yang buruk di pinggiran kota. Selain itu, lahan pertanian dan desa-desa pinggiran secara serampangan beralih fungsi menjadi pemukiman informal atau daerah kumuh yang tidak memiliki akses terhadap layanan kota.

Meskipun dihadapkan pada tantangan yang berat, beberapa kota telah menerapkan pendekatan inovatif dengan mengutamakan akses layanan dan mengelola perluasan wilayah perkotaan. Kota-kota di Meksiko, Brasil dan Afrika Selatan berusaha menggeser pembangunan baru ke wilayah-wilayah yang telah terhubung dan memiliki akses layanan yang baik, dibandingkan membangun secara horizontal ke pinggiran kota. Kota-kota di Kolombia, Korea Selatan dan India secara bertahap menambah lahan baru di lokasi yang telah terhubung dan memiliki akses layanan yang baik dengan menggandeng sarana publik dan perusahaan swasta untuk mendukung pembiayaan. Sejumlah kota juga telah bekerja sama dengan masyarakat di pemukiman informal untuk menjaga kepadatan di tingkat yang masuk akal dengan standar perencanaan dan upaya peningkatan yang lebih fleksibel.

Dampak perubahan kebijakan penggunaan lahan di kota dapat dirasakan selama beberapa dekade. Kota-kota di Afrika dan Asia punya pilihan untuk mulai mengelola perluasan secara horizontal yang tidak berkelanjutan dari sekarang atau menerima dampak yang lebih buruk di kemudian hari.