Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob

Terungkapnya berbagai jenis manusia purba di Indonesia tak lepas dari usaha para ahli dan peneliti yang melakukan penggalian fosil dan benda-benda peninggalan manusia purba di Indonesia.

Meskipun jenis manusia purba yang ditemukan cukup banyak, hal itu belum dapat dijadikan patokan pasti mengenai keseluruhan kehidupan dan keberadaan manusia purba di Indonesia. Sejauh ini para ahli dan peneliti hanya bisa membuat penafsiran dan perkiraan mengenai kehidupan manusia purba di Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa ahli yang meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia :

Eugene Dubois

Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob
Eugene Dubois

Eugene Dubois adalah peneliti manusia purba yang berasal dari negeri Tulip atau Belanda yang pertama kali datang ke Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia (pada saat itu Hindia Belanda) adalah untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang manusia purba di Indonesia. Hal itu dia lakukan setelah menerima kiriman tengkorak manusia purba dari seorang teman bernama B.D Van Reitschotten pada tahun 1889.

B.D Van Reitschotten menemukan tengkorak manusia purba tersebut di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, dekat Tulungagung, Jawa Timur saat sedang melakukan pengalian batu marmer. Selanjutnya pada tahun 1890 di dekat Desa Trinil, Jawa Timur. Eugene Dubois berhasil menemukan sebuah tengkorak manusia purba yang kemudian diberi nama Pithecanthropus Erectus. Untuk usia dari fosil ini diperkirakan sekitar 1 juta tahun.

Ter Haar,Oppenoorth, dan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald

Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob
G.H.R. Von Koenigswald via wikipedia.org

Ketiga peneliti itu melakukan penelitian di daerah Ngandong, Kabupaten Blora. Dari penelitian ketiganya ditemukan empat belas fosil manusia purba. Fosil-fosil tersebut kemudian diberi nama Homo Soloensis karena fosil-fosil tersebut ditemukan di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Pun begitu, nama salah satu peneliti diatas yaitu Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald lebih populer dikenal sebagai penemu fosil manusia purba Meganthropus Paleojavanicus.

Tjokro Handoyo atau Andoyo

Kedua peneliti ini melakukan penelitian di daerah Mojokerto dan Surakarta. Pada perkembangannya, usaha penggalian mereka berhasil menemukan dua fosil manusia purba. Tjokrohandojo bekerja di bawah pimpinan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald telah berhasil menemukan sebuah fosil tengkorak anak-anak yang terdapat di lapisan pleistosen bawah di Perning di sebelah utara Mojokerto. Makhluk itu kemudian dinamakan Pithecanthropus Mojokertensis. Penemuan tersebut terhitung sangat penting karena berada di lapisan tanah yang berusia kurang lebih dua juta tahun.

Penelitian meluas sampai didaerah Ngandong dekat Blora, Sangiran dekat Solo, dan Punung di Pacitan. Pada penelitian tersebut, untuk pertama kalinya ditemukan kapak-kapak batu di daerah Punung. Namun sangat disayangkan, pada perkembangannya penelitian ini terhenti karena kedatangan tentara Jepang di Indonesia.

Prof. Dr. Teuku Jacob

Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob
Prof. Dr. Teuku Jacob

Prof. Dr. Teuku Jacob merupakan peneliti manusia purba pertama setelah masa kemerdekaan Indonesia.Untuk lokasi penelitiannya, berada di daerah Sangiran dan meluas sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Dari penelitian tersebut, beliau berhasil menemukan 13 fosil dan fosil terakhir ditemukan pada tahun 1973 di Desa Sambung Macan, Sragen.

Melalui penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut berhasil diketahui keberadaan dan perkiraan cara mereka hidup.Untuk selanjutnya, penemuan dan hasil penelitian tersebut bisa dijadikan referensi penggalian di masa mendatang dan untuk memperkirakan bagaimana kehidupan manusia purba di Indonesia.

Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob
lihat foto
Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob

TRIBUN PEKANBARU/Theo Rizky

Museum Manusia Purba Sangiran dengan tema The Homeland of Java Man resmi diselenggarakan di Sadira Plaza Pekanbaru, Rabu (1/11/2017). Pameran yang menampilkan patung rekonstruksi Homo Erectus, fosil manusia dan berbagai hewan purba ini akan digelar hingga tanggal 5 November 2017 mendatang. Kota Pekanbaru merupakan satu dari lima Kota di Indonesia yang disinggahi dalam pameran yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran tersebut. TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY 

OLEH : RUSYAD ADI SURIYANTO, Laboratorium Biopaleoantropologi FKKMK UGM

Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob
Ahli biopaleoantropologi FKKM UGM, Rusyad Adi Suriyanto saat kunjungan kerja ke sebuah universitas di Tokyo, Jepang (Koleksi Pribadi RA Suriyanto)

PROF Dr Teuku Jacob pernah menyebut paleoantropologi adalah ilmu manusia purba. Dalam arti luas, ilmu ini meliputi tidak hanya manusia, tetapi juga karya dan lingkungannya.

Dalam arti sempit, ilmu ini mempelajari evolusi dan variasi biologis manusia purba (early men), serta biasanya ilmu ini juga dapat meliputi kajian tentang manusia kuno (ancient men), sejak akhir Pleistosen hingga beberapa ratus tahun yang lalu.

Pendek kalimat, konsentrasi kajian paleoantropologi ini meliputi babakan akhir liputan paleoprimatologi hingga liputan awal antropologi historis.

Baca juga: Homo Erectus di Jawa hidup paling lama di dunia, bertahan hingga 100.000 tahun lalu

Baca juga: Apakah Manusia Purba Jawa Sudah Mampu Berbahasa?

Pastilah sisa-sisanya yang ditemukan itu berupa sampel kebetulan, yang kemudian direkonstruksi untuk mengetahui biologinya, dan jika memungkinkan kondisinya, aspek biokultural dan ekologisnya.

Umumnya, makin purba temuan-temuannya, maka makin sedikit jumlahnya dan makin fragmentaris keadaannya.

Jadi, tujuan paleoantropologi adalah mengetahui kehidupan biokultural manusia sejak kemunculannya di bumi, evolusinya melalui masa dan wilayah distribusinya selama dan seluas mungkin.

Di mana Indonesia telah dihuni manusia purba dan kuno dari masa sekitar 1,9 juta tahun yang lalu; oleh karena itu, Indonesia dapat menjadi miniatur untuk mempelajari evolusi manusia dan evolusi ekosistem manusia.

Indonesia merupakan sangat sedikit negara yang beruntung sekali telah dianugerahi alam yang memiliki cukup banyak situs manusia purba yang penting.

Indonesia Surga Penelitian Evolusi Manusia  

Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob
Prof Dr Teuku Jacob, pionir paleoantropologi dan guru besar UGM. Tokoh kelahiran Aceh ini menyatakan Homo erectus Jawa pada masanya masih di tahap protobahasa atau belum bisa berbicara/berbahasa.

Anugerah sebagai negara yang bermonumen alam banyak gunung berapi (aktif) di setiap pulau-pulaunya, dan merupakan rangkaian the Pacific Ring of Fire, maka material-material vulkanisnya telah mampu untuk mengubah material-material organis menjadi anorganis dan mengawetkannya di suatu area (fosil-fosil, situs-situs paleontologis/ paleoantropologis).

Situs-situs ini membentang dari Aceh sampai Papua. Yang tertua antikuitasnya dan sangat penting untuk penelitian Homo erectus adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Berturut-turut selain Jawa – selanjutnya dalam persebaran Homo sapiens dari Mesolitik sampai Neolitik – antara lain Sumatera, Bali, Kepulauan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur dan terus ditelusur yang mungkin dapat dijumpai di pulau-pulau lain Nusantara kita.

Indonesia adalah salah satu negeri yang sangat penting untuk mempelajari evolusi manusia dan sejarah persebaran manusia di muka bumi.


Page 2

lihat foto

Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob

TRIBUN PEKANBARU/Theo Rizky

Museum Manusia Purba Sangiran dengan tema The Homeland of Java Man resmi diselenggarakan di Sadira Plaza Pekanbaru, Rabu (1/11/2017). Pameran yang menampilkan patung rekonstruksi Homo Erectus, fosil manusia dan berbagai hewan purba ini akan digelar hingga tanggal 5 November 2017 mendatang. Kota Pekanbaru merupakan satu dari lima Kota di Indonesia yang disinggahi dalam pameran yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran tersebut. TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY 

Negeri ini pernah dihuni Meganthropus sp., Homo erectus dan Homo sapiens. Meganthropus sp  yang telah ditemukan di Sangiran mempunyai kepurbaan 1,66 ± 0,04 juta tahun.

Homo erectus tertua adalah Homo erectus robustus atau Homo erectus Mojokerto (yang dikenal sebagai Mojokerto child) yang telah ditemukan di Perning, Mojokerto.

Saat ini masuk wilayah Kepuh Klagen, Wringinanom, Gresik, Jawa Timur, dan mempunyai kepurbaan 1,81 ± 0,04 juta tahun.

Bahkan beberapa sampel petrologisnya dengan metode potassium-argon menghasilkan kepurbaan 1,9 ± 0,4 juta tahun.

Walaupun kemudian ada yang menyangsikan umur kepurbaannya, dan menyebutkan umur kepurbaannya tidak lebih dari 1,49 juta tahun, dan bahkan Pleistosen Tengah berdasarkan biostratigarafi khususnya fauna Hippopotamus namadicus dan Sus brachygnathus.

Jacob telah mengajukan lagi hasil penelitian kronometrik fosil ini berdasarkan matriks-matriks geologis endokranialnya, dan mengumumkan kembali umurnya tidak berbeda dengan hasil dating yang pertama.

Sekitar sepertiga temuan Homo erectus di dunia telah ditemukan di Indonesia. Homo floresiensis dari Flores makin menambah variasi temuan genus Homo di Indonesia.

Homo sapiens yang telah ditemukan di Wajak (Campurdarat, Tulungagung, Jawa Timur) berantikuitas 6.560 – 10.560 BP, walaupun sebenarnya antikuitas ini masih memunculkan perdebatan-perdebatan.

Riset terkini mengumumkan lagi hasil pertanggalannya yang menunjukkan umur minimal 28,5 – 37,4 ribu tahun yang lalu.

Populasi Homo sapiens Neolitik di Indonesia terdiri atas dua subspesies: Australomelanesoid dan Mongoloid.

Ratusan Fosil Hominid Ditemukan di Pulau Jawa  

Mereka sangat penting untuk mempelajari sejarah migrasi dan persebaran manusia, khususnya Asia Tenggara, Asia Timur, Australia bahkan sampai ke Kepulauan Pasifik.

Menurut katalog temuan hominid di Indonesia sampai tahun 2003 berjumlah 129 fosil hominid yang berasal dari Wajak, Kedungbrubus, Trinil, Perning, Ngandong, Sangiran, Sambungmacan, Patiayam dan Ngawi.

Jika ditarik dari tahun 1975, maka temuan itu telah bertambah 65 fosil hominid sampai tahun 2003. Sesudah itu, temuan masih terus bertambah, walaupun kuantitasnya tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.


Page 3

lihat foto

Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob

TRIBUN PEKANBARU/Theo Rizky

Museum Manusia Purba Sangiran dengan tema The Homeland of Java Man resmi diselenggarakan di Sadira Plaza Pekanbaru, Rabu (1/11/2017). Pameran yang menampilkan patung rekonstruksi Homo Erectus, fosil manusia dan berbagai hewan purba ini akan digelar hingga tanggal 5 November 2017 mendatang. Kota Pekanbaru merupakan satu dari lima Kota di Indonesia yang disinggahi dalam pameran yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran tersebut. TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY 

Indonesia mempunyai kedudukan terhormat dan sangat penting di dunia untuk hasil-hasil penelitian manusia purba atau evolusi manusia beserta lingkungan abiotik, biotik dan kulturalnya.

Di sini banyak terdapat situs paleoantropologis dengan temuan-temuan fosil hominid, selain fauna, flora dan artefak prasejarah yang relatif melimpah dengan kepurbaan yang relatif tinggi.

Temuan itu meliputi temuan tertua dari masa sekitar 1,9 juta tahun yang lalu di Kepuh Klagen, Wringinanom, Gresik, sampai temuan yang termuda dari masa 117 – 108 ribu tahun yang lalu di Ngandong, Blora, sebagai penanda akhir dari kehidupan Homo erectus di bumi.

Khususnya kuantitas temuan Homo erectus yang dapat menyaingi hanya Cina saja di Asia, namun sejauh ini fosil tertuanya masih terdapat di Indonesia.

Fosil ini tersimpan di Laboratorium Bioantropologi dan Paleoantropologi, Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada.

Peranan temuan-temuan ini dapat menerangkan evolusi manusia di Indonesia, Asia Tenggara, dan bahkan juga dapat menyumbangkan pengetahuan-pengetahuan yang dikaitkan dengan temuan-temuan terpurba dari empat lain.

Mulai Afrika, temuan-temuan hominid lain di Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Selatan, dan pada babakan tertentu dapat memberikan informasi untuk sejarah migrasi dan penghunian daratan-daratan Pasifik dari Papua New Guinea, Australia, Selandia Baru, dan kepulauan dalam wilayah Mikronesia, Melanesia dan Polinesia.

Penelitian-penelitian paleoantropologis dan evolusi manusia berdasarkan temuan fosil-fosil hominid dan sisa-sisa manusia kuno sampai modern beserta situs-situs dan asosiasi-asosiasinya telah melangkah sangat maju.

Berbagai teknik penentuan umur absolut untuk mengetahui kepurbaannya telah diupayakan terus-menerus oleh para ahli dengan berbagai metode.

Kronometrinya telah menerapkan Ar/Ar, K/Ar, gamma-ray spectrometric dating dan carbon-oxygen isotope.

Bagi Jacob, hasil pertanggalan temuan Homo erectus Jawa (Indonesia) yang bisa mencapai 1,9 juta tahun yang lalu yang diragukan banyak ilmuwan paleontologi/ paleoantropologi/ arkeologi prasejarah barat bukan hal yang mengejutkan.

Mereka berargumentasi tidak mungkin hominid dapat muncul dan hidup dari kawasan periferi dan kuldesak benua dengan umur kepurbaan yang setua itu.

Jacob menegaskan evolusi hominid itu tidak melulu di daratan benua saja, evolusi hominid itu bisa terjadi di daratan mana pun, apakah itu benua atau kepulauan, selama ditunjang oleh ESA (energy, sustainable & area).

Teuku Jacob Menjelaskan Kanibalisme Homo erectus


Page 4

lihat foto

Apa yang kamu tahu tentang peneliti manusia purba Teuku Jacob

TRIBUN PEKANBARU/Theo Rizky

Museum Manusia Purba Sangiran dengan tema The Homeland of Java Man resmi diselenggarakan di Sadira Plaza Pekanbaru, Rabu (1/11/2017). Pameran yang menampilkan patung rekonstruksi Homo Erectus, fosil manusia dan berbagai hewan purba ini akan digelar hingga tanggal 5 November 2017 mendatang. Kota Pekanbaru merupakan satu dari lima Kota di Indonesia yang disinggahi dalam pameran yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran tersebut. TRIBUN PEKANBARU/THEO RIZKY 

Keraguan banyak ilmuwan paleontologi/ paleoantropologi/ arkeologi prasejarah barat lain yang sanggup dijelaskan dengan argumentasi jernih oleh Jacob, antara lain tentang asal-usul bertutur dan kanibalisme pada Homo erectus Jawa.

Petunjuk Homo erectus mampu bertutur hanya berupa bukti tengkorak fosilnya yang relatif fragmenter dan tidak lengkap. Banyak fosil tengkorak Homo erectus Jawa yang sudah kehilangan basisnya karena proses taphonomisnya.

Bukti kemampuan bertutur dapat dilihat pada jejak-jejak groove dan sinus di bagian dalam tengkoraknya.

Saat ini fosil-fosil tengkorak itu makin mudah diamati dan dianalisis bagian dalam tengkoraknya – baik tanpa matriks maupun masih terisi matriks – dengan 3D CT scan, dan dapat dicetak 3D reconstruction-nya untuk analisis morfologis lanjut otaknya.

Kemampauan bertutur mereka juga ditunjukkan oleh bentuk dan posisi foramen magnum (lubang pada basis tengkorak yang berhubungan dengan leher).

Foramen magnum mereka belum membundar dan masih dalam posisi relatif posterior (seperti pada fosil tengkorak Homo erectus Ngandong).

Karena itu tenggorokannya terhadap mulut dan hidung belum tegak lurus seperti “huruf L terbalik”, tetapi masih relatif melengkung seperti tenggorokan anak-anak yang baru mampu berbicara.

Pada individu hidup tenggorokan ini terletak di belakang mulut di bawah lubang hidung berbentuk seperti tabung berotot yang dapat menjadi saluran distribusi makanan dan udara.

Organ ini terbuat dari otot, dan bagian bawah bercabang menjadi dua saluran yang lebih kecil, yakni esofagus atau kerongkongan dan laring. Organ ini merupakan bagian dari sistem pernapasan sekaligus sistem pencernaan.

Bagian teratasnya adalah nasofaring, berikutnya orofaring dan terbawahnya hipofaring atau laringofaring. Nasofaring dan laringofaring merupakan bagian dari sistem pernapasan, sedangkan orofaring berperan pada sistem pencernaan maupun pernapasan.

Dengan kondisi itu kita dapat mendeskripsikan bahwa Homo erectus masih sangat terbatas bertuturnya. Komunikasi mereka menggunakan bahasa oral dengan masih banyak bantuan bahasa isyarat.

Jacob menyebut Homo erectus Jawa masih dalam kemampuan protobahasa.  Secara berseloroh saya dapat mengatakan Homo erectus itu sedikit bicara banyak kerja; sebaliknya Homo sapiens seperti kita makin banyak bicara sedikit kerja.

Argumentasi Jacob tetap berlandaskan paradigma osteologis-anatomis dan biologi populasional terhadap adanya dugaan kanibalisme pada Homo erectus Jawa yang dilontarkan oleh banyak ilmuwan paleontologi/ paleoantropologi/ arkeologi prasejarah barat.

Yaitu terkait banyaknya fosil tengkoraknya yang sudah tidak memiliki basis kranial, dan masih berlangsungnya tradisi kanibalisme di beberapa etnis di Indonesia kala itu.(*)  

*) Anak akademis, kolega junior, staf dan ajudan yang selalu mengenangmu.

**) Mengenang Prof Dr T Jacob MS, MD, DSc, pionir dan begawan paleoantropologi Indonesia (6 Desember 1929 – 17 Oktober 2007)