Bagi UMKM yang memiliki peredaran bruto atau omset di bawah Rp 4 8 miliar dalam setahun Berapakah tarif pajaknya?

Bagi UMKM yang memiliki peredaran bruto atau omset di bawah Rp 4 8 miliar dalam setahun Berapakah tarif pajaknya?

Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2018, pajak penghasilan (PPh) khusus Wajib Pajak dengan omzet setahun tidak lebih dari 4,8 Miliar (UMKM). Apa saja yang dapat digolongkan kedalam objek pajak UMKM atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah?

Penghasilan dari usaha yang meliputi usaha dagang, industri, dan/ atau jasa, seperti misalnya jasa pelayanan penginapan (rumah kos/ asramah untuk mahasiswa/pelajar, asrama atau pondok pekerja), toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan/ restoran, salon dan usaha lainnya, baik dilakukan secara langsung atau melalui media online yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp 4,8 Miliar dalam satu tahun pajak.

Peredaran bruto (omzet) merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai dan/atau potongan sejenis. Penentuan pengenaan didasarkan pada omzet dalam 1 (satu) Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. Bila omzet suatu usaha Tahun Pajak lalu tidak lebih dari Rp 4,8 Miliar, maka usaha tersebut termasuk UMKM yang dapat dikenakan peraturan Nomor 23 Tahun 2018. Namun bila memiliki lebih dari satu tempat usaha, omzet yang dimaksud adalah jumlah omzet seluruh gerai atau counter atau outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabang dan bagi WP OP kawin status pisah harta atau memilih Terpisah (MT), yakni suami-istri yang masing-masing memiliki usaha dan NPWP yang berbeda, omzet yang dimaksud adalah dari penggabungan usaha keduanya.

Apakah semua Wajib Pajak yang omzet atau penghasilannya di bawah Rp 4,8 M dapat menggunakan tarif UMKM? Jawabannya adalah tidak, karena tidak selamanya Wajib Pajak dapat menggunakan tarif 5% atau mempunyai jangka waktu tertentu. Seperti WP Orang Pribadi selama 7 tahun pajak, Perseroan Terbatas hanya 3 tahun pajak dan Koperasi, CV, dan Firma untuk 4 tahun pajak. Dan adapun Jangka waktu pengenaan PP ini terhitung sejak Tahun Pajak WP terdaftar, bagi yang terdaftar sejak berlakunya sejak PP 23 Tahun 2018; atau Tahun Pajak berlakunya PP ini, bagi yang terdaftar sebelum berlakunya PP 23 Tahun 2018.

WP yang tidak dikenakan PPh UMKM sesuai PP Nomor 23 Tahun 2018 adalah Wajib Pajak yang memilih untuk dikenai ketentuan umum PPh tarif Pasal 17 ayat(1) huruf a, Pasal 17 Ayat(2a), atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan, Persekutuan Komanditer (CV) dan Firma yang dibentuk oleh beberapa WP Orang Pribadi yang memilih keahlian khusus dan menyerahkan jasa sejenis dengan jasa pekerjaan bebas, Wajib Pajak Badan yang mendapat fasilitas PPh pasal 31A UU PPh atau PP Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Perlunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Bagaimana bila omzet melebihi Rp4,8M pada tahun berjalan atau melewati jangka waktu pengenaan? Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak – Tahun Pajak berikutnya dikenai ketentuan umum PPh berdasarkan tarif Pasal 17 ayat(1) huruf a bagi WP Orang Pribadi; dan Pasal 17 ayat(2a) atau Pasal 31E UU PPh bagi WP Badan.

Adapun yang bukan merupakan pajak UMKM digolongkan sebagai berikut:

  • Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan bebas, misalnya: dokter, pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, agen asuransi, distributor perusahaan pemasaran berjenjang kegiatan sejenis lainnya dan sebagaimana diuraikan dalam penjelasan PP 23 Tahun 2018.
  • Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final Pasal 4 ayat(2) misalnya: sewa rumah, jasa konstruksi, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah tersendiri.
  • Penghasilan yang dterima atau diperoleh di luar negeri yang dipajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri.
  • Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

Agar lebih mengerti tentang PP 23, mari kita lihat contoh kasus dari Tuan Barkat sebagai berikut:

Tuan Barkat seorang dokter dan memiliki usaha apotek. Pada Tahun Pajak 2018, peredaran bruto dari memberikan jasa dokter atas nama diri sendiri diperoleh sebesar Rp 2M dan dari usaha apotek diperoleh sebesar Rp3M dalam 1[satu] Tahun Pajak. Nah meskipun jumlah peredaran bruto Tuan Barkat sebesar Rp5M, penentuan Batasan peredaran bruto hanya berdasarkan peredaran bruto dari usaha apoteknya, yakni Rp3M (tidak melebihi Rp4,8M). Penghasilan dari usaha apotek Tuan Barkat untuk Tahun Pajak 2019 dikenai PPh final UMKM berdasarkan ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018, sedangkan penghasilan dari jasa dokter dikenai PPh berdasarkan tarif Pasal 17 ayat(1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Tarif & Cara Pelunasan Pajak UMKM atau Pajak Penghasilan (PPh) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yaitu termasuk dalam PPh Pasal 4 ayat(2) dan bersifat final Pajak terutang = 0,5% * omzet per bulan. Dan Cara Pelunasan dapat dilakukan dengan cara berikut:

  • Setor Sendiri: Dilakukan sesuai prinsip perpajakan Self-Assessment di Indonesia. Dibayar sesuai saat terutang pajak tanpa menunggu adanya tagihan dan wajib dilakukan untuk tiap tempat kegiatan usaha setiap bulannya, paling lama tanggal 15(lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
  • Dipungut atau dipotong. Dalam hal WP bertransaksi dengan pemotong/pemungut dan dapat memperlihatkan Surat Keterangan, penyetoran Pajak UMKM dilakukan oleh pemotong/pemungut dengan Surat Setoran Pajak/Sarana Lain yang dipersamakan atas nama WP paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan ditandatangani oleh Pemotong/Pemungut.

Bagaimana cara membayar pajak UMKM? Begini caranya:

Menggunakan Kode Billing dengan menggunakan kode jenis pajak dan kode jenis setor seperti kode jenis pajak: 411128 dan kode jenis setor: 420. Pembuatan Kode Billing dapat dilakukan dengan mengakses web djponline.pajak.go.id. Selanjutnya, Kode Billing dapat dibayar secara langsung melalui Bank Persepsi Persepsi/Pos, atau secara elektronik melalui ATM/Mesin EDC/Internet Banking, dan Persepsi lainnya seperti Tokopedia dan Bukalapak. Kode Billing yang telah dibayar akan mendapat Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang berisi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). BPN ini dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak, Harap disimpan dengan baik.

Pembayaran pajak dan/atau pelaporan SPT yang dilakukan tidak tepat wkatu dikenakan Sanksi Administrasi sesuai pasal 7 dan Pasal 9 UU KUP. Maka jangan lupa penuhi kewajiban sebagai WP UMKM dengan mendaftarkan NPWP di KPP tempat kegiatan usaha bagi yang memiliki satu atau beberapa tempat kegiatan usaha yang terletak di luar wilayah kerja KPP tempat tinggal atau tempat kedudukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah kegiatan usaha mulai dilakukan (tanpa memperlihatkan Batasan Penghasilan tidak kena Pajak) sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017. Dan tentunya melaporkan SPT Tahunan PPh setiap tahun setiap tahun secara langsung ke KPP tempat terdaftar, pos atau e-Filling. Bagi WP Orang Pribadi paling lambat 3 bulan sejak Tahun Pajak berakhir, dan WP Badan paling lambat 4 bulan sejak Tahun Pajak berakhir.

Jika Anda memiliki pertanyaan, silahkan isi kolom komentar dibawah. Pertanyaan Anda akan dijawab Konsultan Pajak.

Bagi UMKM yang memiliki peredaran bruto atau omset di bawah Rp 4 8 miliar dalam setahun Berapakah tarif pajaknya?

Perajin membatik menggunakan bahan minyak kelapa sawit pada Pameran Pemberdayaan UMKM Kemenkeu Satu di Jakarta, Selasa (7/6/2022). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.
 

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak UMKM yang peredaran brutonya pada tahun pajak berjalan sudah melebihi Rp4,8 miliar masih berhak memanfaatkan tarif PPh final UMKM sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan.

Ketentuan soal ini tertuang pada Pasal 7 ayat 1 dan 2 PP 23/2018 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

"Tarif pajak penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5%," bunyi Pasal 2 ayat (2) PP 23/2018, dikutip Rabu (22/6/2022).

Kemudian, atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh pada tahun pajak-tahun pajak berikutnya oleh wajib pajak, dikenai PPh berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal ayat (2a), atau Pasal 31E UU PPh.

Penjelasan di atas disampaikan oleh Ditjen Pajak (DJP) untuk menjawab pertanyaan netizen melalui media sosial. Seorang netizen menanyakan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak UMKM yang omzetnya baru mulai tembus Rp4,8 miliar pada pertengahan tahun.

Netizen tersebut bertanya lewat sebuah contoh kasus. Misalnya, omzet usaha seorang wajib pajak mulai melebihi Rp4,8 miliar pada Bulan Mei. Lantas, pada Juni wajib pajak tersebut mengajukan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP).

"Saat kami membuat SPT Tahunan nanti, laporan keuangan yang memakai perhitungan tarif Pasal 17 [UU PPh] hanya yang setelah [dikukuhkan sebagai] PKP kan? Yang sebelumnya kan sudah bayar PPh final," tanya netizen tersebut.

Kemudian, perlu diketahui juga bahwa jumlah omzet setiap bulan menjadi dasar penganaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh final UMKM. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.