Pertanyaan Tokoh-tokoh gerakan bawah tanah yang mengobarkan semangat kemederkaan pada zaman Pendudukan Jepang adalah ....
Gerakan bawah tanah adalah organisasi yang tertutup dan rahasia. Berikut ini adalah kelompok yang melakukan gerakan bawah tanah:
22rb+ Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal! Ini yang aku cari! Makasih ❤️ Jakarta - Dinasti Abbasiyah adalah dinasti kedua dalam sejarah Islam klasik yang menggantikan Dinasti Ummayah. Dinasti ini berkuasa selama lebih dari 5 abad. Dikutip dari buku Sejarah Pendidikan Islam oleh J. Suyuthi Pulungan, nama Dinasti Abbasiyah diambil dari nama salah seorang paman Rasulullah SAW bernama al-Abbas ibn Abd al-Muthalib ibn Hasyim. Bani Abbasiyah beranggapan bahwa mereka yang lebih berhak atas kekhalifahan Islam, bukan Bani Umayyah. Sebab, mereka memiliki nasab keturunan lebih dekat dari Nabi Muhammad SAW dari Bani Hasyim.
Pendiri Dinasti Abbasiyah adalah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan Abdul Abbas As-Saffah. Dinasti ini berdiri antara tahun 132-656 H/ 750-1258 M. Daulah ini berkuasa selama lima setengah abad, kurang lebih 524 tahun. Pembentukan kekhalifahan Bani Abbasiyah melalui proses yang cukup panjang. Setidaknya ada empat strategi yang diterapkan. Pertama, melalui kekuatan bawah tanah oleh Muhammad ibn Abdullah ibn Abbas. Kedua, melalui upaya propaganda secara terus-menerus. Propaganda ini berisi rahasia tentang hak kekhalifahan yang seharusnya berada di tangan Bani Hasyim bukan Bani Umayyah. Ketiga, pemanfaatan kaum Muslim non-Arab yang sebelumnya dianggap sebagai warga kelas dua. Keempat, propaganda terang-terangan yang dipimpin oleh Abu Muslim al-Khurasani. Para sejarawan membagi kekuasaan daulah ini menjadi tiga periode. Periode pertama berlangsung dari tahun 132-232 H/ 750-847 M, yaitu mulai dari kekuasaan Abdul Abbas As-Saffah sampai Abu al-Fadl Ja'far al-Mutawakkil. Periode kedua berlangsung dari tahun 232-590 H/ 847-1184 M, yaitu dari khalifah Abu Ja'far Muhammad al-Muntasir sampai Abu al-'Abbas Ahmad Nasir. Sementara itu, periode ketiga berlangsung dari tahun 590-656 H. Pada masa pemerintahan Abdul Abbas As-Saffah hingga Abu al-Fadl Ja'far al-Mutawakkil, Daulah Abbasiyah dipimpin oleh khalifah yang kuat. Mereka adalah pemimpin angkatan tentara dan telah mengarungi peperangan. Pada periode pertama, Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasannya. Kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Para khalifah merupakan tokoh kuat dan menjadi pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Selain itu, periode ini juga menjadi landasan perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan Islam. Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam Dirasat Islamiyah II menjelaskan, Abdul Abbas As-Saffah hanya memerintah dalam waktu yang sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Beberapa pendapat condong pada Abu Ja'far al-Mansur sebagai pembina sebenarnya dari Daulah Abbasiyah. Pusat pemerintahan Daulah Abbasiyah berada di Kota Baghdad. Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Lalu, dalam rangka menjaga stabilitas negara baru, al-Mansur memindahkan ibukota negara ke kota Baghdad, dekat ibukota Persia. Pemindahan dilakukan pada tahun 762 M. Lihat juga video 'Abdul Qodir Jaelani Berbagi Ilmu Islam Sampai ke Luar Negeri': [Gambas:Video 20detik] (nwy/nwy)
Dinasti ini didirikan oleh Abu Abbas As Saffah (As Saffah berarti penumpah darah, Ia diberi gelar ini karena ia memiliki kemauan yang keras dan tidak segan-segan untuk menumpahkan darah guna mewujudkan keinginannya). a) Langkah-langkah Bani Abbas untuk mendirikan Daulat Abbasiyah : Membentuk gerakan di bawah tanah dengan melakukan propaganda (menyusun kekuatan secara diam-diam) dengan tokohnya antara lain :
Dari ketiga tokoh propaganda tesebut Abu Muslim Al Khurasani merupakan propagandis yang paling sukses dan terkenal.
Strategi ini ternyata berhasil menghimpun kekuatan besar dan dahsyat yang tidak bisa dibendung lagi oleh golongan manapun juga. Dalam perjuangannya untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah, para tokoh pendiri Dinasti ini menerapkan cara kepemimpinan yang bersifat kolektif (kolegial leadership),namun tertutup dengan gerakan bawah tanah. Para tokoh pendiri Dinasti Abbasiyah menetapkan tiga kota sebagai pusat kegiatan, yaitu : Humaymah sebagai pusat perencanaan organisasi,Kufah sebagai kota penghubung dan Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. 2. Proses berdirinya Dinasti Abbasiyah Proses berdirinya Dinasti Abbasiyah dimulai dari tahap persiapan dan perencanaan yang dilakukan oleh Ali bin Abdulloh bin Abbas. Gerakan bawah tanah dan propaganda untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah ini dimulai ketika Dinasti Umayyah berada di bawah kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Pada waktu itu Umar bin Abdul Aziz memimpin dengan adil. Negara dalam keadaan aman, tentram dan stabil. Ia juga menerapkan persamaan hak kepada seluruh warga negara. Kondisi ini memberi peluang pada Bani Abbas untuk menyusun kekuatan dengan melakukan gerakan bawah tanah dan propaganda di kota Al Humaymah.[2] Peluang emas yang dimiliki Bani Abbas untuk merebut kekuasaan Bani Umayyah itu terjadi pada masa Kholifah Marwan Bin Muhammad (127 – 132 H/ 745 – 750 M) yakni kholifah Bani Umayyah terakhir, di mana waktu itu pemerintahan Dinasti Umayyah mencapai puncak kekacauan yang sulit diatasi. Pemimpin gerakan Bani Abbasiyah pada waktu itu adalah Muhammad bin Ali (wafat tahun 743 M) kemudian diteruskan anaknya Ibrahim Al Imam dengan mengangkat Abu Muslim Al Khurasani sebagai panglima perang Abu Muslim Al-Khurasani merupakan seorang pemuda yang pemberani, pada usia 19 tahun ia diangkat sebagai panglima perang oleh Ibrahim Al Imam. Ia banyak memperoleh dukungan di kota Khurasan. Pernah dalam sehari ia berhasil menarik simpati penduduk dari sekitar 60 desa di sekitar Merv. Abu Muslim Al Khurasani mengajak golongan Syiah, golongan Alawiyyin (Bani Ali) untuk menentang Bani Umayyah yang telah menindas mereka.[3] Sebelum Abu Muslim Al Khurasani diangkat sebagai panglima perang, gerakan dakwah dan propaganda dilakukan secara diam-diam. Hal itu dilakukan karena belum berani melawan Dinasti Umayyah secara terang-terangan. Pada tahun 747 M setelah Abu Muslim Al Khurasani diangkat menjadi panglima perang, Ibrahim Al Imam menyuruhnya untuk merebut kota Khurasan dan menyingkirkan orang-orang Arab yang mendukung Dinasti Umayyah. Namun rencana ini tercium oleh khalifah Marwan II dan akhirnya Ibrahim Al Imam ditangkap dan dipenjara hingga meninggal. Selanjutnya komando perlawanan diambil alih keponakan Ibrahim Al Imam yang bernama Abdulloh bin Muhammad yang dikenal sebagai Abu Abbas As Saffah. Ia tetap menunjuk Abu Muslim Al Khurasani untuk menjadi panglima dan melakukan perlawanan di Khurasan. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode: a) Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia pertama. b) Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945 M), disebut pereode pengaruh Turki pertama. c) Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua. d) Periode Keempat (447 H/1055 M-590 H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua. e) Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.Pada priode pertama bani abbas mencapai masa keemasan nya Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi.[4] 3. Tokoh-tokoh pendiri Bani Abbasiyah
4. Faktor – Faktor Munculnya Dinasti Abbasiyah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa selama kurang lebih enam abad ( 132 – 656 H/ 750-1258 M ), didirikan oleh Abul Abbas al- Saffah dibantu oleh Abu Muslim al-Khurasani, seorang jendral muslim yang berasal dari Khurasan, Presia. Gerakan-gerakan perlawanan untuk melawan kekuasaan dinasti Bani Umayyah sebenarnya sudah dilakukan sejak masa-masa awal pemerintahan dinasti Bani Umayyah, hanya saja gerakan tersebut selalu digagalkan oleh kekuatan militer Bani Umayyah, sehingga gerakan-garakan kelompok penentang tidak dapat melancarkan serangannya secara kuat. Tapi dimasa-masa akhir pemerintahan dinasti Bani Umayyah gerakan tersebut semakin menguat seiring banyaknya protes dari masyarakat yang merasa tidak puas atas kinerja dan berbagai kebijakan pemerinatah dinasti Bani Umayyah. Gerakan ini menemukan momentumnya ketika para tokoh dai Bani Hasyim melancarkan serangannya. Para tokoh tersebut antara lain Muhammad bin Ali, salah seorang keluarga Abbas yang menjadikan kota Khufa sebagai pusat kegiatan perlawanana.” Gerakan Muhammad bin Ali mendapat dukungan dari kelompok Mawali yang selalu ditempatkan sebagai masyarakat kelas dua. Selain itu, juga dukungan kuat dari kelompok Syi’ah yang menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh dinasti Banui Umayyah. Akhirnya pada tahun 132 M H/ 750 M, Marwan bin Muhammad dapat dikalahkan dan akhrinya tewas mengenasakan di Fustat, Mesir pada 132 H / 705 M. Sejak itu, secara resmi Dinasti Abbasiyah mulai berdiri.”[5] A. The Golden Age Khalifah Abbasiyah ialah khalifah islam setelah khalifah Umayyah. Pemerintahan dinasti Abbasiyah dikenal sebagai pemerintahan masa revolusi islam karena keberhasilan dinasti Abbasiyah dalam memajukan peradaban islam. Masa Daulah Bani Abbasiyah disebut-sebut sebagai masa keemasan islam, atau dikenal dengan istilah ” The Golden Age”. Dikarenakan pada masa itu umat islam telah mencapai puncak kejayaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Dan juga berkembangnya berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah dengan banyaknya penerjemah buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Dengan mewarisi imperium besar bani Umayyah. kemajuan dan perkembangan yang berhasil dicapai selama masa kekuasaan Daulah Abbasiyah, antara lain : a. Ekspansi wilayah kekuasaan dan pengaruh Islam, dari Baghdad sebagai pusat pemerintahan bergerak ke wilayah Timur Asia Tengah, dari perbatasan India hingga Cina. Ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mahdi (158-169 H/775-785 M). b. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan agama dan syari’at. c. Pembangunan tempat pendidikan dan tempat peribadatan. d. Kemajuan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi. e. Perkembangan politik, ekonomi dan administrasi.[6] Selain itu, pada masa Daulah Abbasiyah bermunculan beberapa tokoh Ilmuan Islam, seperti Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Ghazali, Al Khawarazimi, Rayhan Al Bairuni, Ibnu Mansur Al Falaky, At Tabrani, Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Jahm Ibnu Sofyan, Washil bin Atha’, Sibawaih, dan lain-lain. Bahkan para ilmuan barat banyak belajar pada mereka.[7] Dari perjalanan dan rentang sejarah, ternyata Bani Abbas dalam sejarah lebih banyak berbuat ketimbang bani Umayyah. Pergantian Dinasti Umayyah kepada Dinasti Abbasiyah tidak hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih dari itu telah mengubah, menoreh wajah dunia Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah. Pengembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbas merupakan iklim pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan. B. Keterlibatan bangsa Persia dan bangsa Turki Al-Muktasim, Khalifah berikutnya yaitu periode pertama (833-842 M) memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Demikian ini di latar belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun dan sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.[8] Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer Dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat. Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah para Khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat. Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. 5. Aspek-Aspek kemajuan Daulah Abbasiyah
6. Perkembangan bani Abbasiyah Paska Masa Keemasan Paska masa keemasan daulah bani Abbasiyah, perkembangan islam mengalami kemunduran khususnya dibidang politik dan ekonomi. Dan juga dibidang ukhuwah islamiyah Islam juga mengalami kemunduran karena pada masa keemasan. Aliran-aliran dalam Islam semakin beragam. Kemunduran ini bukanlah suatu kemerosotan yang sangat jauh dibidang tentara, kesehatan, ilmu pengetahuan. Karena kerajaan-kerajaan yang memisahkan diri dari daulat Abbasiyah berusaha untuk memperkokoh daulat masing-masing dengan cara menerapkan kebijakan daulat yang bisa memajukan daulat mereka antara lain: 1. Dinasti Abbasiyah membangun armada yang tangguh, dan membangun dua masjid besar yaitu masjid Zaitunah di Tunisia dan masjid Kairwan. 2. Dinasti Thuluniayah menjadikan Mesir sebagai pusat kebudayaan Islam, mendirikan rumah sakit besar di Fustat, dan mendirikan masjid Ibn Thulun. 3. Dinasti Hamdaniyyah mengalami kemajuan dibidang sastra dan mampu mempertahankan kekuasaan Islam dari serangan orang-orang Romawi.[11] 4. Proses Kehancuran Dinasti Abbasiyah Setelah berkuasa lebih kurang lima abad (750-1258 M), akhirnya Dinasti Abbasiyah mengalami masa-masa suram. Masa suram ini terjadi ketika para pengusaha setelah Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Mutawakkil, tidak lagi memiliki kekuatan yang besar, sebab para khalifah sesudahnya lebih merupakan boneka para amir dan para wajir dinasti Buwaihiyah dan Salajikah. Para khalifah Abbasiyah pada periode terakhir lebih mementingkan kepentingan peribadi, ketimbang kepentingan masyarakat umum. Mereka saling melalaikan tugas-tugas sebagai pemimpin dan kepala negara, bahkan banyak di antara mereka yang lebih memilih hidup bermewah-mewahan. Pada akhirnya mereka kehilangan semangat juang untuk menegakan kekuasaan.
Perang ideologi antara Syi’ah dari Fatimiah melawan Ahlu Sunnah dari Abbasiyah, banyak menimbulkan korban. Aliran Qoramithah yang sangat extrem dalam tidakan-tindakannya yang dapat menimbulkan bentrok di masyarakat. Kelompok Hashshashian yang di pimpin oleh Hasan bin Shabah yang berasal dari Thus di Persi merupakan aliran Ismailuyah, salah satu sekte Syi’ah adalah kelompok yang sangat di kenal kekejamannya, yang sering melakukan pembunuhan terhadap penguasa bani Abbasiyah yang beraliran Sunni. Pada saat terakhir hayatnya Abbasiyah, tentara tartar yang datang dari luar di bantu dari dalam dan di bukakan jalannya oleh golongan Awaliyah yang di pimpin oleh Al-Qomiy.
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban. Penyerbuan Tentara Mongol dibawah panglima Holako yang menghancrkan Baghdad. Kota Baghdad yang sebagai pusat pengetahuan dan kemegahan Islam menyerah di tangan panglima Holako setelah dikepung selama 50 hari. Khalifah Al-Mu’tashim, khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah, keluarga dan para pembesar kota Baghdad dibunuh dengan liciknya oleh laskar Holako. Sebagian besar dari penduduk kota itu disembelih bagaikan binatang. Dan mereka juga melakukan perampasan dan perbuatan-perbuatan yang sangat kejam dan ganas. Seluruh isi istana dan perbendaharaan negara mereka rampas seluruhnya. Istana dan gedung-gedung yang indah permai, madrasah, masjid-masjid yang mengagumkan mereka rusak. Kitab-kitab ilmu pengetahuan yang tidak ternilai harganya mereka lempar ke sungai Tigris sampai menghitamkan aliran sungai dialiri lunturnya tinta. Di sana-sini terjadi pembakaran, sehingga api membakar seluruh kota. Peristiwa kelabu yang menyedihkan ini terjadi selama 40 hari lamanya. Di atas kota Bagdad tak ada lagi yang kelihatan kecuali tumpukan bekas reruntuhan dan kebakaran. DAFTAR PUSTAKA Abdul Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, PT Pustaka Book Publusher Yogyakarta 2007 A Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: P.T. Jayamurti 1997), Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), Muradi. MA. Sejarah Kebudayaan Islam,(semarang: toha putra, 1997), Supriadi, Dedi, MM.Ag. Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008. Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiyah,(Jakarta: Bulan Bintang, tth),cet I,
[2] Muradi. MA. Sejarah Kebudayaan Islam,(semarang: toha putra, 1997), hlm. 87
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 80
[7] Abdul Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, PT Pustaka Book Publusher Yogyakarta 2007
[10] Supriadi, Dedi, MM.Ag. Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008. Hlm.128.
[11] Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiyah,(Jakarta: Bulan Bintang, tth),cet I, hlm. 23
[12] Supriadi, Dedi, MM.Ag. Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008. Hlm.129. |