Apa permintaan raja kepada Abu Nawas?

HIDAYATUNA.COM – Suatu hari Raja Harun al-Rasyid berbicara di depan rakyatnya, “setelah menghadiri salat Jum’at besok kalian jangan pulang ke rumah, saya akan membuat pengumuman yang sangat penting.”

Orang-orang yang hadir pun saling kasak-kusuk mencari tahu pengumuman apa yang akan diberikan oleh Raja Harun al Rasyid. Kegaduhan terjadi hingga akhirnya Raja Harun al Rasyid melanjutkan pengumumannya.

“Tempat di sekitar masjid kita ini sudah sangat ribut. Jadi saya akan memindahkan masjid kita ke lokasi lain. Siapa pun yang dapat memindahkan masjid ini akan saya beri hadiah sekarung emas”.

Tak seorang pun yang mengajukan dirinya menyanggupi permintaan Baginda Raja hingga Raja mengulangi pengumumanya beberapa kali. Harun al Rasyid memandang para rakyat yang datang. Ia menyisir mereka dengan matanya. Hingga akhirnya pandanganya terhenti pada sosok yang ia cari-cari.

“Abu Nawas, bagaimana denganmu?” tanya Raja Harun al Rasyid. Abu Nawas terkejut, tapi akhirnya ia menjawab, “Saya akan memindahkan masjid, tapi saya punya satu syarat, Baginda.”

“Ap aitu ? katakanlah!” jawab Baginda Raja. “Sebelum saya memindahkan masjid ini Jum’at depan, Baginda harus mengadakan pesta makan untuk kami, “terang Abu Nawas.

Semua orang yang hadir terdiam. Mereka heran dan berpikir bagaimana bisa Abu Nawas menerima permintaan Baginda Raja Harun al Rasyid untuk memindahkan masjid ini. Mereka tidak bisa membayangkan bagaimana bisa seorang pria dapat mengangkat dan membawa sebuah masjid sebuah masjid besar dari satu tempat ke tempat lainya.

Hari yang ditunggu pun datang. Semua orang berkumpul di depan masjid. Mereka baru selesai menunaikan salat Jum’at. Mereka lalu mengikuti pesta yang menjadi syarat Abu Nawas itu. Selesai pesta dilakukan, mereka yang hadir menanti apa yang akan dilakukan Abu Nawas.

“Abu Nawas, kini saatnya kau melakukan pekerjaanmu!” kata Raja Harun al Rasyid. “Kalian semua akan menyaksikan sesuatu yang luar biasa hari ini. Abu Nawas akan memindahkan masjid ke tempat yang baru,“ kata Raja Harun al Rasyid.

“Baik Baginda, masjid ini akan saya pikul di Pundak saya,“ kata Abu Nawas.

Orang-orang yang hadir pun terdiam, mereka menanti dengan penasaran apa yang akan dilakukan Abu Nawas. Abu Nawas melangkah ke depan, menuju orang-orang yang ada di hadapanya. Dia berhenti, membungkuk, mengangkat celana panjangnya kemudian mengulung lengan kemejanya, lalu dia berjalan ke masjid. Ratusan orang, termasuk baginda Raja Harun al Rasyid, mengikutinya.

Ketika Abu Nawas sampai di sisi masjid, dia berhenti bergumam tanpa suara. Abu Nawas lalu berjalan lagi mendatangi orang-orang yang mengelilinginya dan berkata, “Saudara-saudaraku, biasanya Ketika saya membawa sesuatu yang berat, saya akan meminta seseorang untuk meletakanya di atas pundakku. Masjid ini sangat berat, jadi tolong bantu saya untuk mengangkat dan meletakannya di atas pundakku.”

Semua orang yang hadir terkejut, Mereka saling berpandangan tanpa mengeluarkan suara. “Tuan-tuanku, jumlah kalian sangat banyak, seluruhnya lebih dari dua ratus orang. Kalian baru saja mengadakan pesta besar, kalian harusnya kuat. Tolong bantu saya mengangkat masjid ini ke pundakku.”

Seorang warga pun berkata, “Abu, apa kau gila? Kami tidak akan dapat mengangkatnya!” orang-orang lainya secara bergantian juga menyerukan hal yang sama.

“Baginda, bukan salahku tidak memindahkan masjid, orang-orang tidak mau membantuku dengan mengangkatkan masjid ini ke pundakku,” kata Abu Nawas kepada Harun al Rasyid.

Raja pun tersenyum masam Ketika mendengar kata-kata Abu Nawas. Tapi ia memberikan acungan jempol atas cara yang di gunakan Abu Nawas untuk berkelit.

MuslimTerkini.com – Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak.

Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di sebuah perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul.

Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, ia bertanya kepada ulama itu.

Baca Juga: 6 Tips Solo Traveling untuk Perempuan, Agar Tidak Takut Berpetualang Meski Sendirian

"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?"

Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia berkata,

"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan takut ketika itu, bahkan keringatnya bercucuran pada keningnya.”

Baca Juga: 9 Dampak Buruk Pelecehan Seksual pada Laki-laki

“la merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular.”

Apa yang menyebabkan Abu Nawas Dipenjara?

Hingga pada suatu saat, ketika Abu Nawas membacakan puisi tentang Kafilah Bani Mudhar, dia dihukum karena membuat Khalifah murka karena isi puisi itu sangat menyinggung sang Khalifah. Abu Nawas pun dipenjara karenanya. Sejak mendekam di penjara, puisi-puisi Abu Nawas berubah menjadi religius.

Apakah Abu Nawas lucu?

Abu Nawas (ca. 756-813) adalah penyair Arab paling terkenal dari era Abbasiyah. Gayanya luar biasa, dan komposisinya mencerminkan dengan baik tata krama kelas atas pada zamannya. Abu Nawas adalah orang yang sangat lucu, cerdik, dan selalu punya cara untuk menjawab semua persoalan.

Hukuman apa yang dijatuhkan untuk Abu Nawas?

Dia terkena tuduhan penipuan, dan membahayakan keselamatan Raja. Setelah berhasil ditangkap dan dibawa ke istana, Abu Nawas amat terkejut. Ternyata Raja Harun Al-Rasyid telah mengumpulkan rakyat, untuk menyaksikan proses hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya.

Siapa raja di zaman Abu Nawas?

Abu Nawas kini tahu Baginda Raja (Harun Ar-Rasyid) akan menjebaknya. Lalu ia harus mancari akal, ia pun memutar otak cerdiknya.