Kekuasaan Allah swt tidak terbatas pada hal apapun karena Allah bersifat

Jakarta -

Keagungan Allah SWT bersifat mutlak yang tak perlu diragukan atau dipertanyakan lagi. Makna mutlak mengindikasikan tidak akan berubah seiring waktu.

Dikutip dari Berkenalan dengan Allah: Kitab Tauhid Anak, keagungan manusia tidak dapat dibandingkan dengan Allah SWT sebagai pemilik alam semesta dan penguasa hari pembalasan. Keagungan Allah SWT tidak bisa dipengaruhi apa pun.

"Keagungan Allah SWT bersifat mutlak sedangkan keagungan manusia tidak. Keagungan Allah SWT tidak akan berkurang dan berubah walaupun semua manusia tidak taat kepadanya," tulis buku karya S Herianto dilihat detikcom pada Rabu (18/8/2021).

Dalam buku tersebut dijelaskan, keagungan Allah SWT adalah karena Maha Kesempurnaan Allah SWT. Hal ini berbeda dengan manusia, yang bisa mulia hanya karena jika dimuliakan Allah SWT.

Keagungan Allah SWT bersifat mutlak adalah makna dari sifat Al-Azim yang berarti Maha Mulia dan Kuasa. Hal ini dijelaskan dalam kitab Khawwash Asma'ul-Husna Littadawi wa Qadhâ il-Hajat.

Kekuasaan dan keagungan Allah SWT terlalu besar dan tak terbatas hingga tak bisa dimengerti manusia. Keagungan Allah SWT meliputi semua hal yang ada di dunia tanpa batasan waktu, lokasi, dan pembatas lain yang biasa terjadi pada manusia.

Keagungan Allah SWT bersifat mutlak tentunya dijelaskan juga dalam Al Quran. Salah satunya dalam surat Al Baqarah ayat 255:

اللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الۡحَـىُّ الۡقَيُّوۡمُۚ لَا تَاۡخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوۡمٌؕ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الۡاَرۡضِؕ مَنۡ ذَا الَّذِىۡ يَشۡفَعُ عِنۡدَهٗۤ اِلَّا بِاِذۡنِهٖؕ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ اَيۡدِيۡهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡۚ وَلَا يُحِيۡطُوۡنَ بِشَىۡءٍ مِّنۡ عِلۡمِهٖۤ اِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَۚ وَلَا يَـــُٔوۡدُهٗ حِفۡظُهُمَا ۚ وَ هُوَ الۡعَلِىُّ الۡعَظِيۡمُ

Arab latin: Allahu laaa ilaaha illaa Huwal Haiyul Qaiyuum laa taakhuzuhuu sinatunw wa laa nawm; lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ard man zal lazii yashfa'u indahuuu illaa bi-iznih ya'lamu maa baina aydiihim wa mww khalfahum wa laa yuhiituuna bishai'im min 'ilmihi ilaa bimaa syaa wa si'a kursiyyuhus samaawaati wal ardha walaa yauu duhuu khifzhumaa wahuwal 'aliyyul 'azhiim.

Artinya: "Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Maha Tinggi, Maha Besar."

Ayat tersebut disebut juga sebagai Ayat Kursi yang dihapal sebagain muslim.

Dengan penjelasan ini, sudah jelas ya detikers soal sifat keagungan Allah SWT. Semoga kita bisa mengambil hikmah dan berkah dari sifat Allah SWT ini.

Kekuasaan Allah swt tidak terbatas pada hal apapun karena Allah bersifat

Al-Malik secara umum diartikan dengan kata raja atau penguasa. Kata al-Malik terdiri dari huruf Mim Lam Kaf yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan Keshahihan. Kata al-Malik di dalam al-Qur’an terulang sebanyak lima kali dan biasanya diartikan dengan arti raja.

Dua dari ayat tersebut disandingkan kepada kata al- Haq yang berarti pasti dan sempurna. Hal ini karena kerajaan Allah Swt abadi dan sempurna tidak seperti kerajaan manusia. Imam al-Ghazali menyatakan kata al-Malik menunjukkan bahwa Allah Swt tidak membutuhkan kepada segala sesuatu melainkan segala sesuatu membutuhkan diriNya.

Tidak hanya itu bahkan segala wujud yang ada di muka bumi ini bersumber darinya dan ia menjadi pemilik bagi seluruh wujud tersebut. Dengan demikian Allah Swt adalah raja sekaligus pemilik. Kepemilikan Allah Swt sangat berbeda dengan kepemilikan manusia. Kepemilikan manusia terbatas sementara kepemilikan Allah Swt tidak terbatas. Sebagai misal bisa saja manusia memiliki mobil hanya saja dengan kepemilikannya tersebut ia memiliki keterbatasan. Tidak mungkin seseorang dengan senagaja menabrakan mobilnya.

Sebab apabila ia melakukan hal ini, minimal kecaman akan ia peroleh karena manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sementara ini tidak berlaku bagi Allah Swt karena Allah Swt tidak dimintakan pertanggungjawaban atas perbuatanNya. Allah Swt juga sebagai raja. Raja berarti Dzat yang memiliki hak mengatur terhadap diriNya maupun sosok lain dengan kekuatan dan kekuasaannya. Manusia bisa saja menjadi raja tetapi tidak dapat menjadi raja yang mutlak karena hal tersebut hanya milik Allah Swt.

Asmaul Husna adalah nama baik dan indah yang dimiliki oleh Allah SWT, yang semuanya berjumlah 99. Diantara nama baik tersebut, ada yang disebut Al-Malik. Al-Malik artinya ialah yang memiliki sifat mutlak Maha Merajai/Menguasai. Kali ini kita akan membahas mengenai Al-Malik, sifat Allah SWT yang Maha Merajai. Berikut adalah dalil tentang Al-Malik pada Al-Jumuah ayat 1:

يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ

Artinya: Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Sifat Al-Malik yang berarti Menguasai biasa ditujukan kepada penguasa di bumi. Jikalau kita menjadi pemimpin, kita harus memiliki sifat Al-Malik. Menjadi pemimpin dengan baik dan benar, tidak sombong dan sewenang-wenang jika memimpin.

Karena sifat sombong dan sewenang-wenang akan dibenci oleh Allah SWT. Kita juga harus menyadari bahwa kekuasaan manusia sangatlah terbatas. Karena pada akhirnya kekuasaan tersebut akan digantikan oleh orang lain, tidak seperti kekuasaan Allah SWT yang bersifat abadi. Karena Dia-lah yang menguasai alam semesta beserta bumi seisinya atau segalanya. Jadi kita pun adalah milik Allah SWT, jadi Dia-lah yang berhak memerintah atau melarang sesuatu. Selain itu juga kita harus menguasai diri kita sendiri, menguasai dari hawa nafsu dan hal-hal yang bersifat keduniawian.

Karena dunia ini semuanya hanyalah sandiwara dan penuh tipu daya. Jangan sampai kita tergila-gila dengan kedudukan atau jabatan, karena kedudukan atau jabatan di dunia tidak mempengaruhi kedudukanmu di akhirat kelak. Selain menguasai diri dari hawa nafsu, kita juga harus menguasai diri dari amarah.

Karena sifat amarah sangat tidak disukai oleh Allah SWT. Kecuali jika marah dalam hal yang baik, seperti orangtua yang marah jika anaknya tidak shalat, atau marah yang dilakukan untuk membela agama. Sebagai pemimpin atau penguasa, ia juga harus bisa menguasai diri sendiri terlebih dahulu.

Karena jika tidak dapat menguasai diri sendiri, maka kekuasaannya bisa jatuh ketangan orang lain. Agar dapat menguasai diri, kita harus banyak bersyukur atas segala hal yang diberikan oleh-Nya, baik itu rezeki atau kenikmatan.

Karena tanpa kehendak-Nya, kita tidak berarti apa-apa. Kesimpulan dari semua ini, kita harus bisa menguasai diri sendiri karena menguasai diri sendiri itu lebih sulit daripada menguasai orang lain. Belum tentu seorang pemimpin dunia bisa menguasai dirinya sendiri. Karena masih banyak pemimpin di dunia ini yang bersifat sewenang-wenang, arogan, tidak peduli pada rakyatnya, dan lain-lain. Oleh karena itu sifat kepemimpinan itu sangat penting bagi diri kita.

Dengan asma Allah Swt al-Malik ini seharusnya manusia sadar bahwa dirinya terbatas. Bukan hanya itu harta benda yang mereka miliki juga terbatas, baik terbatas jumlahnya atau terbatas pemakaiannya. Manusia hanya bisa memakai harta yang ia milikidi dunia saja. Demikian pula kepemilikan yang ia miliki juga terbatas. Seseorang bisa saja memiliki karyawan tetapi ia hanya dapat menguasai sisi lahiriah dari karyawannya tersebut. Ia tidak dapat menguasai sisi bathinnya.

Dengan mengerti dan memahami sifat al-Malik dengan baik, seseorang dapat menguasai hawa nafsunya. Godaan yang paling besar bagi manusia adalah godaan hawa nafsu. Dalam sejarah, umat Islam pernah mengalami kekalahan perang, yaitu dalam perang Uhud.

Kekalahan tersebut terjadi karena sebagian dari pasukan umat Islam tergoda dengan harta ghanimah atau harta rampasan perang sehingga Allah Swt mengurangi kekuatan mereka dan akhirnya mereka kalah di dalam perang. Saat itu seandainya umat Islam tidak tergoda dengan harta rampasan perang yang ada dan menyakini bahwa Allah Swt adalah Pemilik semuanya, niscaya pasukan umat Islam akan menang.

Mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan kapada manusia merupakan bentuk pengamalan dari penghayatan seseorang terhadap asama Allah Swt al-Malik. Seseorang akan sadar bahwa pemilik sebenarnya bagi segala sesuatu adalah Allah Swt. Oleh karena itu ketika seseorang sudah berusaha dengan maksimal lalu ia memperoleh rezeki, maka ia akan mensyukuri rezeki itu. Ia tidak akan mengumpat atau mencaci orang lain karena ia sadar bahwa Allah Swt adalah pemilik sejatinya