Mengapa kita harus bekerja dan berusaha padahal allah sudah menjamin rezeki bagi semua makhluknya

Muslimahdaily - Apakah jika aku bersuaha lebih keras maka rezekiku akan ditambah? Apakah jika aku menekuni usaha lain, maka rezekiku makin banyak? Apakah aku harus menunggu saja dan nanti jodohku akan datang sendiri? Bagaimana caranya agar aku dapat berjodoh dengan dia? Bagaimana bisa aku berjodoh dengannya yang tidak setara denganku?

Ya, pertanyaan-pertanyaan di atas memang pasti pernah muncul di benak kita setidaknya sekali. Sahabat Muslimah, zezeki, jodoh, dan mungkin takdir lain memang sudah ditetapkan sejak manusia masih di dalam kandungan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “...Kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya (rahim ibu) dan diperintahkan pula untuk mencatat empat kalimat. Maka, malaikat itu menulis tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan celaka atau bahagianya...” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Dalam dalil lain dijelaskan bahwasanya Allah telah menciptakan pena guna menulis di dalam Lauhul Mahfuz. Pena inilah yang diperintahkan oleh Allah untuk menulis takdir tiap-tiap makhluk-Nya.

“Allah berfirman pada pena, “Tulislah!” Pena bertanya, “Wahai Rabb, apa yang harus aku tulis?” Allah Ta’ala berfirman, “Tulislah segala sesuatu yang akan terjadi.” Lalu berjalanlah pena menulis semua yang akan terjadi hingga Hari Kiamat.” (HR. At Tirmidzi).

( Baca juga: Belajar Besabar Atas Takdir Allah dari Kisah Nabi Musa dan Khidir ... )

Dari kedua dalil di atas, maka pantaslah jika kita menyimpulkan bahwa takdir sudah ditetapkan atas tiap insan bahkan sebelum insan tersebut lahir ke dunia. Lantas, bila sudah ditentukan, untuk apa kita berdoa dan berusaha?

Mengapa kita harus berusaha?

Melansir dari Muslimahdaily, tiap insan akan mendapatkan rezeki sesuai dengan apa yang telah ditetapkan, tidak akan bertambah atau berkurang. Namun demikian, Allah menjadikan sebab-sebab yang dapat menambah rezeki seseorang. Misalnya saja melalui bekerja dan silaturahmi.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah untuk kalian, maka berjalanlah di muka bumi (untuk berusaha) dan makanlah dari rezeki yang Allah karuniakan. Dan hanya kepada-Nya (kalian) kembali setelah dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15).

Kemudian juga, Rasulullah bersabda,

“Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah dia menyambung rahimnya (silaturrahim).” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Usaha jugalah yang akan menjadi jadi bahan timbangan amal perbuatan kita di akhirat kelak. Rezeki memang sudah ditetapkan besarnya, namun usaha kita untuk menjemput rezeki itulah yang dapat diubah. Bisa jadi kita mendapatkannya dengan cara yang tidak baik, atau sebaliknya.

( Baca juga: Kisah Nyata Manisnya Takdir, Dibalik Tragedi Pahit Manusia ... )

Rasulullah bersabda,

"Janganlah merasa bahwa rizkimu datangnya terlambat. Karena, sesungguhnya, tidaklah seorang hamba akan meninggal hingga telah datang kepadanya rizki terakhir yang telah ditentukan untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rizki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram" (HR. Al-Hakim).

Selain itu, berusaha juga termasuk hal yang diperintahkan oleh Allah dan dapat menjadi ibadah apabila diniatkan untuk mendapat ridha Allah. Dalam salah satu ayat disebutkan bahwasanya Allah akan memberi balasan selaras dengan usaha yang dilakukan seorang hamba.

Allah berfirman,

"Dan, katakanlah, bekerjalah kamu sekalian. Maka, Allah dan Rasul-Nya beserta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu akan dikembalikan kepada-Nya yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata. Lalu, diberikan-Nya kepada kamu apa yang kamu kerjakan." (QS at-Taubah: 105).

Masih menukil dari ayat di ayat, bahwasanya Allah memerintahkan hamba untuk berupaya mendapatkan jodohnya. Seseorang akan dipertemukan dengan jodohnya sepadan dengan usaha yang dilakukannya.

( Baca juga: Apa Takdir Rezeki dan Jodoh Dapat Berubah? ... )

Selain itu, Rasulullah menganjurkan agar seseorang beramal baik. Pasalnya, amal baik itulah yang akan memudahkan seseorang mendapatkan apa yang telah ditakdirkan.

Rasulullah bersabda,

“Beramallah, (karena) masing-masing kalian akan dimudahkan melakukan apa yang telah dituliskan baginya,” (HR. Muslim).

Lantas apa berdoa dapat mengubah takdir juga?

Menjawab hal ini, Buya Yahya dalam salah satu video yang diunggah di Youtube Al-Bahjah TV menjelaskan bahwanya doa tidak akan merubah takdir, melainkan bagian tadkir. Dan bahwasanya Allah sendiri sudah mengetahui bahwa seseorang akan berdoa ini dan itu.

“Doa tidak akan merubah takdir, tapi bagian dari takdir. Berdoa adalah usaha untuk mendaptkan setelahnya,” ujar Buya Yahya.

Buya Yahya menambahkan bahwasanya takdir merupakan urusan Allah. Sementara Hamba adalah berusaha semaksimal mungkin.

“Ini (takdir) urusan Allah, yang tahu hanya Allah, urusan kita adalah menggunakan akal kita sesuai petunjuk kebiasaan dan syariat,” ucap Buya Yahya.

Lebih lanjut, doa merupakan ibadah yang diperintahkan oleh Allah. Justru merekalah yang tidak berdoa dianggap sombong dan akan mendapatkan balasan neraka kelak.

Allah berfirman,

“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku -perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.’’ (QS Ghafir: 60).

Lebih lanjut, melansir dari laman Muslimahdaily, permintaan atau doa sebenarnya diperintahkan dalam rangka sebuah etika kita sebagai makhluk kepada Tuhannya, yakni Allah ‘Azaa wa jalla. Kedua, doa bertujuan untuk mengamalkan perintah-Nya, sebagaimana dalam Surat Ghafir di atas.

( Baca juga: Bolehkan Berdoa dengan Memaksa Allah? ... )

Ketiga, doa merupakan cara seorang hamba menampakkan ketidakmampuannya dalam menggapai segala sesuatu yang diharapkan. Bahwa sesungguhnya tiada hal yang dapat terjadi tanpa seizin Allah.

Masih melansir laman yang sama, Syekh Ibnu Athaillah pernah mengatakan, “Jangan maknai permintaanmu sebagai sebab atas pemberian Allah yang itu menunjukkan kekurangpengertianmu terhadap-Nya. Hendaklah sadari bahwa permintaanmu adalah pernytaan kehambaan dan pemenuhan atas hak-hak ketuhanan.”

Oleh karena itu, mulai saat ini hendaknya kita dapat mengubah sudut pandang mengenai takdir, usaha, dan doa ini. Bahwa usaha dan doa bukanlah sebatas mengubah takdir belaka, tetapi juga termasuk dalam ibadah kita kepada Allah, bentuk pengabdian kita sebagai manusia terhadap Allah Ta’ala.

Wallahu ‘alam.

Last modified on Sabtu, 10 Oktober 2020 21:25

Rezeki itu harus dijemput dengan cara berusaha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap manusia telah memiliki rezekinya masing-masing, Allah SWT telah menjamin akan hal itu. Rezeki bisa berupa harta, teman, keluarga, hingga jodoh.

Pakar tafsir terkemuka Quraish Shihab mengatakan, Allah SWT memang telah menjamin setiap rezeki umat-Nya. Kendati demikian, rezeki itu harus dijemput dengan cara berusaha.

“Kalau anda tidak bergerak (berusaha), bagaimana anak-istri anda? Jodoh pun, harus diusahakan,” kata Quraish, di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu (30/11) lalu.

Beliau menyebutkan bahwa di dalam Alquran pun Allah SWT telah menegaskan perihal penjaminan rezeki setiap hambanya. Di dalam Surah Hud, penggalan ayat 6, Allah SWT berfirman:

“Wa min dabbatin fil-ardhi illa ‘alallahi rizquha wa ya’lamu mustaqoroha wa mustawda’aha kullu fi kitabin mubin. Yang artinya: “Dan tidak satu pun makhluk bergerak di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauhil Mahfuz),” katanya mengutip Surah Hud, penggalan ayat 6.

Jaminan rezeki dari Allah SWT kepada setiap manusia adalah jaminan yang pasti. Allah SWT dengan segala sifat rahman dan rahimnya tak akan melupakan barang satu makhluk ciptaan-Nya pun di bumi dalam perkara rezeki.

Hal ini dicontohkan dengan bagaimana burung-burung yang terbang pada pagi hari dari sangkarnya dalam keadaan lapar. Dan kembali pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang. Usaha yang dilakukan burung itulah yang kemudian disebut sebagai usaha mencari jaminan yang telah diberikan Allah SWT.

Berusaha, lanjut beliau, adalah upaya mendatangkan rezeki. Sedangkan usaha dalam proses menghasilkan rezeki tersebut dapat bermuara kepada perolehan hasil rezeki yang beragam.

Adapun sebaik-baiknya rezeki adalah yang diperoleh dari usaha yang baik (halal), dan dapat dimanfaatkan kepada seluas-luasnya orang atau minimal diri dan keluarga sendiri. Sebaliknya, beliau menyebut, jika seorang manusia telah berusaha namun rezeki itu ternyata tidak bermanfaat, maka itu bukanlah rezekinya.

Kendati Allah telah membagi-bagi rezeki kepada setiap manusia, kerap kali syaithan datang untuk menggoda manusia. Godaan tersebut umumnya datang di kala manusia mencari rezeki dengan bisikan untuk melakukan dengan cara-cara yang tak direstui Allah.

Pada umumnya masyarakat kerap kali muncul istilah rezeki yang berkah dan rezeki yang tidak berkah. Terkait hal ini, beliau memaparkan dengan rinci terlebih dahulu arti berkah itu sendiri.

Menurutnya, berkah adalah melimpahnya kebaikan dari sesuatu yang sedikit dari yang biasanya. “Sedikit yang anda peroleh bisa jadi lebih baik dari pada banyak yang diperoleh orang lain,” ungkapnya.

Beliau pun menggarisbawahi bahwa hendaknya setiap umat tidak mengukur rezekinya dengan ukuran materi. Karena, seperti yang telah diuangkapkan di atas, rezeki sudah pasti tak hanya berbentuk sebuah materi.

“Misalnya, menjemput rezeki itu bisa berupa mencari jodoh. Jemput jodoh ada caranya, seperti dandan yang baik, berilmu yang baik, berkarir yang baik. Cara-caranya yang baik, cari jodohnya halal,” katanya.

Perkara mencari rezeki yang baik memang kerap dianjurkan agama. Untuk itu, agar rezeki yang dihasilkan dapat bernilai berkah, ada baiknya membaca doa berikut di pagi hari sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah dalam hadis riwayat Imam An-Nasa’i berikut.

“Allahumma ma asbahabi min ni’matin aw biahadin min khalkiqa faminka wahdaka, la syarika lakal hamdu wa lakal syukru. Yang artinya: “Ya Allah, pada pagi ini apakah ini nikmat yang ada padaku atau setiap makhuk-Mu, semuanya dari-Mu? Milik-Mu segala pujian dan kepada-Mu terima kasih kami,” ujarnya mengutip Hadis riwayat Imam An-Nasa'i.

Doa ini juga berarti adab dalam pengertian akidah dan tauhid bahwa, akhlak kita perlu terus di-upgrade sebelum kita memulai aktivitas mencari rezeki. Sebab, manusia adalah makhluk yang lemah namun unik bagi Allah. Sehingga segala usaha yang diperbuat manusia, akan selalu diawasi Allah dengan segenap cinta kasih-Nya yang tak berujung.

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...